Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Darah Saudaramu Berseru ke Surga, Refleksi 1 Tahun Perang Rusia-Ukraina

25 Februari 2023   05:19 Diperbarui: 25 Februari 2023   06:30 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Darah saudaramu berseru ke surga, refleksi 1 tahun perang Rusia-Ukraina | Dokumen oribadi oleh Inosensius I. Sigaze

Remah-remah refleksi satu tahun perang Rusia-Ukraina hanya untuk menitipkan satu pesan damai yang jauh lebih penting dari perang | Ino Sigaze.

Tak terasa setahun sudah agresi militer Rusia terhadap Ukraina. Semua orang pasti tidak mengerti mengapa perang belum berakhir juga.

Kutukan dan doa tak henti-hentinya datang. Tak hanya itu, donasi kemanusiaan mengalir tak henti-hentinya. Krisis karenanya juga belum berhenti mengalir ke mana-mana.

Hari ini di seluruh Jerman diadakan acara doa bersama dengan tema "Das Blut deines Bruders schreit zum Himmel" atau Darah saudaramu berseru ke Surga."

Acara itu berlangsung di semua Keuskupan dan bahkan gereja-gereja Protestan juga mengadakan acara doa bersama dalam bentuk Doa Ekumene.

Ada beberapa poin yang menarik dari acara ini yang tentu saja adalah buah refleksi dari setahun perang Rusia-Ukraina.

1. Manusia merindukan damai

Manusia di dunia ini punya kerinduan yang sama supaya hidupnya di bumi ini penuh damai. Namun, pada kenyataannya damai itu punya kadar yang berbeda-beda sesuai situasi masing-masing orang.

Dalam persoalan rumah tangga, damai itu bisa dirasakan ketika ada persoalan lalu kembali ada rujukan damai dengan jamuan makan malam bersama.

Dalam dunia politik, damai bisa saja terlihat melalui kunjungan silaturahmi. Ya, ada banyak bentuk dan pasti berbeda-beda sesuai konteksnya.

Dalam konteks Rusia dan Ukraina rupanya tidak semudah orang membalikan telapak tangan, ketika berbicara tentang damai. Kerinduan untuk memperoleh damai itu sangat besar, tetapi apakah mungkin bisa tercapai dengan keadaan mereka luar biasa kejam?

Ada seorang teman yang menjelaskan kepada saya supaya mengapa damai itu sulit sekali terjadi di sana. Katakan saja, saya hidup bersama dengan tetangga. Saya punya halaman rumah yang besar, punya istri dan anak-anak.

Lalu sekarang ini, tanah saya tidak punya lagi, istri sudah dirampas, anak-anak sudah kemana tidak tahu lagi. Mungkinkah damai dengan orang yang saya tahu mereka adalah pelakunya?

Katanya, demikianlah situasi di Ukraina saat ini. "Oh saya langsung tidak sanggup mengatakan apa-apa." Dengan cara apa supaya bisa mencapainya?

2. Bagaimana menjawab pertanyaan eksistensial?

Kemarin saya bertemu dengan seorang ibu berusia 87 tahun. Ibu itu mengungkapkan kekecewaannya. Dia berkata, "Herr Pfarrer, maaf saya tidak bisa datang ke gereja, karena bagaimana mungkin dalam dua tahun, Tuhan mengambil suami dan anak-anak saya dan meninggalkan saya sendirian?"

Saya hanya bisa memegang pundaknya dan berkata dengan tenang apa yang saya yakini, "Tuhan tidak menginginkan kematian; tetapi manusia sendiri memilih kematian karena dia menjauhkan diri dari Tuhan, sumber kehidupan."

Lebih lanjut ia menceritakan kebiasaan suaminya, dari situ saya mengerti bahwa memang kesalahan sendiri karena tidak sanggup menyangkal keinginan diri, makanya tertimpa sakit.

Larut dalam cerita dan saya hanya mendengarkan saja, ia akhirnya sadar bahwa suaminya punya kelemahan dan kesalahan, seperti hidup yang tidak teratur.

Kita masing-masing adalah Adam, seorang manusia dengan segala sesuatu yang menjadikan kita manusia: bakat dan kemampuan, kelemahan dan kesalahan, kebebasan dan tanggung jawab. 

Demikian juga konteks Ukraina dan Rusia sering menyisakan cerita tentang gugatan di manakah Allah? Apakah Ia tidak sanggup membantu menyelesaikan persoalan di sana? Mengapa Ia membiarkan saja rakyat Ukraina menderita dan mati?

Saya merasakan bahwa betapa sulitnya menjawab pertanyaan orang-orang yang secara langsung mengalami perang. Dari situ, sebenarnya kita diingatkan bahwa betapa pentingnya menjaga keutuhan bangsa ini. Perang itu tidak pernah lagi mengenal kata peduli pada manusia dan masa depannya.

3. Menyimak suara dari Ukraina

Tidak bermaksud sekedar memperpanjang barisan tulisan, saya telah berusaha menerjemahkan kesaksian seorang  penulis Ukraina keturunan Rusia, Andrey Kurkov:

"Saya tidak pernah berpikir bahwa dalam satu minggu begitu banyak hal, begitu banyak hal buruk yang bisa terjadi! [...] Pada 24 Februari 2022, roket Rusia pertama menghantam Kyiv. Pukul 05.00, saya dan istri dibangunkan oleh suara ledakan. Ada tiga. Kemudian, satu jam kemudian, terdengar dua ledakan lagi, dan kemudian hening. [...] Sulit bagi saya untuk percaya bahwa perang benar-benar telah pecah. Artinya, sudah jelas, tetapi saya tidak mau mengakuinya. Orang harus secara mental terbiasa dengan gagasan bahwa perang telah dimulai. Karena sejak saat itu, perang menentukan cara hidupnya sendiri, cara berpikirnya, dan pengambilan keputusannya. Namun, seseorang tidak dapat memahami atau menerima perang."

Ada beberapa poin yang bisa menjadi sorotan dari teks di atas:

1. Dalam satu minggu bisa begitu banyak hal buruk terjadi

Kemungkinan terburuk selalu saja ada ketika perang itu terjadi. Hidup manusia yang tidak pernah mengalami bahwa hal buruk itu harus datang terus-menerus sepertinya sudah berakhir, ketika perang itu sudah dimulai.

Perang telah mengubah damai menjadi gambaran suram yang semakin memperburuk keadaan manusia di bumi.

2. Dibangunkan oleh suara ledakan

Kerinduan untuk tidur yang aman dan nyenyak itu sudah merupakan bagian tidak terpisahkan dari hidup manusia. Tapi, bagaimana dengan kenyataan terbangun karena suara ledakan?

Peran sudah terang-terang merampas mimpi-mimpi kenyamanan manusia.

3. Sulit percaya bahwa perang benar-benar telah pecah

Bayangan seram tentang perang semestinya cukup dalam dunia perfilman saja, tapi mengapa sekarang seperti begitu dekat? Saya mengerti mengapa penulis itu belum bisa percaya bahwa perang Rusia-Ukraina sudah benar-benar pecah.

Rasa tidak percaya sebenarnya adalah ungkapan protes tentang perang, mengapa harus terjadi? Perang itu seakan mustahil karena semua orang sudah tahu dampak dan konsekuensinya, tapi mengapa harus terjadi?

4. Belajar mengubah pola pikir

Tidak mudah banget untuk membiasakan diri dengan pola pikir baru bahwa sekarang memang sudah perang. Hidup dalam perspektif baru terkait kenyataan yang suram itu memang tidak mudah.

Perang itu tidak jauh dalam pandangan penulis Ukraina. Bagaimana bisa menerima kenyataan tentang sesuatu yang mengerikan ini bisa terjadi?

5. Perang menentukan segalanya

Satu hal yang sangat kuat menggambarkan bahwa perang itu sungguh suatu kejahatan, karena perang itu menentukan segalanya, apakah orang lain suka atau tidak suka.

Tidak ada lagi namanya perang itu bisa menghargai kebebasan manusia. No way. Oleh karena itu, saya bisa mengerti pengungkapan seorang penulis Ukraina di atas bahwa perang menentukan cara pengambilan keputusan.

Dari uraian di atas jelas bahwa lebih baik kita berjuang untuk berdamai sebelum terjadi perang. Jalan perdamaian itu mesti dimulai sejak konflik kecil dan bukan dibicarakan ketika perang sudah dimulai.

Tuhan masih bisa diakui eksistensinya ketika hati manusia itu dipenuhi damai, tapi ketika perang sudah terjadi, orang mungkin diam-diam menganggap Tuhan sudah mati.

Manusia tidak pernah terhindarkan dari sorotan pertanyaan eksistensial, dan tidak ada seorangpun yang bisa memberikan jawaban yang tepat, benar dan memuaskan jika orang yang mendengarkannya tidak dalam hati yang damai.

Belajar dari perang Rusia-Ukraina, Indonesia mesti waspada supaya tidak terjadi perang. Jalan diplomasi, dialog dan komunikasi yang baik dengan negara-negara lain memang paling tepat agar terhindar dari perang yang kejam itu.

Salam berbagi, ino, 25.02.2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun