Oleh karena itu, sebenarnya setiap orang bisa menghindari momen tanpa kasih sayang itu dengan cara diam dan melakukan hal-hal lain yang berguna sebagai cara untuk mengendalikan diri dari daya yang menjauhkan seseorang dari kasih sayang.
Momen tanpa kasih sayang bisa saja mulanya muncul cuma dalam perasaan manusia, namun karena momen itu tidak bisa dikendalikan dengan cara-cara yang baik, maka gerah dalam rasa itu akan semakin membara, hingga muncul tindakan yang bisa seperti menghabisi nyawa orang lain.
Kasih sayang itu akan menjadi penting dan paling dibutuhkan manusia, ketika orang bisa memposisikan dirinya seperti di momen terakhir ketika hakim ketua siap mengetuk vonis hukuman mati.
Mungkinkah momen itu menjadi momen kenangan saat rasa hati kita bergulat dengan saat-saat tanpa kasih sayang? Saya percaya bahwa ingatan (Erinnerung) tentang palu vonis hukuman mati itu akan menjadi momen final yang bisa meredam amarah diri sendiri.
Logikanya, seperti ini, jika saat ini saya tidak mengambil tindakan kekerasan dan pembunuhan pada momen "tanpa kasih sayang," maka saya tidak akan mengalami momen final saat palu vonis hukuman mati itu datang.
Apakah momen kasih sayang perlu sesering mungkin dirayakan?
Kasih sayang dan perhatian memang sangat dibutuhkan oleh setiap orang. Oleh karena itu, sebenarnya orang bisa bicara tentang kasih sayang bukan saja cuma di rumah sendiri, tetapi juga di semua tempat.
Lebih dari sekedar bicara, kasih sayang bukan cuma untuk dibicarakan, tetapi untuk dihayati dan dinyatakan baik di rumah dan di tempat kerja atau di mana saja ada perjumpaan dengan orang lain.
Kadang juga orang salah persepsi seakan-akan kasih sayang itu lebih menjurus kepada konsep hubungan yang mengarah kepada perkawinan suami istri.
Tentu saja, semestinya kasih sayang itu tidak saja mengarahkan orang kepada suatu intimitas hubungan yang mengarah ke perkawinan, tetapi lebih dari itu bersifat universal.
Kasih sayang universal itu bisa muncul dalam aneka bentuk seperti respek pada yang lain, dalam bentuk ramah tamah, silaturahmi, perhatian pada siapa saja.
Saya jadi ingat akan tulisan seorang filsuf yang masih hidup tinggal di kota Mainz, Rudi Ott. Katanya perhatian itu tidak hanya berhenti pada wilayah luar dan fisik, tetapi harus lebih dari itu sampai kepada perhatian kepada jiwa (Seele).
Bahkan hal yang sangat mengagumkan tulisnya, "Die Seele ist darum auch das Wesentliche und im Gespräch mit anderen reden wir " mit der Seele zu der Seele" atau Oleh karena itu, jiwa juga penting dan dalam percakapan dengan orang lain seperti kita berbicara "dari jiwa ke jiwa". (Rud Ott, Den Weg der Weisheit- Schritte zum gelingenden Leben, Germany, 2016, 28).