Namun, bagi pemerintah tentu saja itu adalah sebuah persoalan. Jerman, mungkin saja salah satunya. Pasangan muda lebih suka punya anjing daripada punya anak? Siapa yang protes?
Gak ada, karena itu hak pribadi masing-masing. Tidak heran bahwa secara politis, beberapa negara di Eropa menerima para pengungsi sekian banyak orang, tentu tidak terang mengatakan bahwa "kami membutuhkan kalian, untuk bekerja di berbagai lini yang tidak bisa kami lakukan sendiri, kami tidak punya generasi penerus lagi."
Saat ini pilihan mereka, cuma untuk menjadi pimpinan atau bosnya, sedangkan yang bekerja sebagai karyawan tentu saja sebagian besar orang asing.
Sampai kapan? Transisi itu akan terjadi, bahwa pendatang akan menjadi tuan dan pemilik dari segala sesuatu yang luar biasa. Belum lagi kalau kenyataan sosial itu dicampuradukkan dengan politik.
Saya pernah mengatakan kepada teman saya orang Jerman bahwa 50 tahun ke depan, Jerman akan dijajah, karena posisi penting secara politis sudah diambil alih mereka yang hari ini disebut sebagai pengungsi.
Apakah persoalan childfree begitu serius di Indonesia, seperti di Eropa? Saya kira belum, akan tetapi jangan lupa bahwa pertumbuhan penduduk suatu bangsa akan menentukan juga pengaruhnya di dunia dan dalam konteks global.
Coba bayangkan, teman-teman saya orang India begitu bangga kalau menceritakan bahwa penduduk India saat ini sudah jauh lebih banyak dari jumlah penduduk China.
Besarnya jumlah penduduk yang disertai dengan kemampuan untuk mengimbangi kemajuan dan perkembangan zaman ini, tentu saja akan menjadi potensi yang penting bagi kemajuan bangsa.
Nah, kalau dari sisi analisis seperti itu, maka childfree yang dihadapi hari ini harus dilihat penting untuk ditanggapi oleh pemerintah.
Langkah apa saja yang penting supaya pasangan muda tetap punya anak, supaya mereka tetap menjadi generasi masa depan bangsa ini.
Tahukah kita, oleh karena fenomena childfree itu, banyak universitas di Eropa tutup, hanya karena tidak ada mahasiswanya?
Indonesia bisa, Indonesia tetap punya masa depan, bukan karena cara berpikir yang konyol tradisionalis, tetapi cara berpikir strategis, politis, edukatif, dan juga etis. Ya, dengan rasa tanggung jawab dan berkat dukungan pemerintah.
Salam berbagi, ino, 9.2.2023.