Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Childfree di Tengah Perbedaan Cara Berpikir Masyarakat Modern dan Tradisional

9 Februari 2023   06:18 Diperbarui: 13 Februari 2023   15:45 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal pasangan itu punya kerinduan sangat besar untuk punya anak. Mereka bahkan mencari "orang-orang pintar" supaya mereka bisa punya anak. 

Tidak hanya berhenti di situ, mereka juga berani melakukan terapi dan pengobatan tradisional lainnya sesuai anjuran para dukun pintar, hanya supaya bisa punya anak.

Sayangnya sampai dengan saat ini ada beberapa pasangan itu tidak memperoleh anak. Muncul pula rumor budaya yang aneh-aneh, kata mereka, "mungkin ada orang bikin supaya tidak punya masa depan." 

Bahkan ada juga konsep tentang kemungkinan pelanggaran hukum adat, sehingga sebagai hukumannya mereka tidak dikarunia anak. 

Oleh karena itu, tidak heran bagi pasangan yang tidak punya anak, mereka berusaha dengan segala cara sampai pada komitmen rekonsiliasi adat, meskipun mereka sendiri tidak tahu dengan jelas, kesalahan apa yang mereka miliki.

Tentu konteks seperti itu tidak menarik, karena menimbulkan saling curiga. Hal yang sangat mungkin terjadi yakni karena faktor kesehatan, pola makan, dan atau secara alami memang tidak mampu untuk punya anak.

Tendensi tidak punya anak di Flores akan menjadi besar karena ketidakseimbangan antara pola kerja sebagai petani di satu sisi dan makanan yang cukup untuk kehidupan mereka pada sisi lainnya. Sedangkan tendensi childfree dalam arti pasangan tidak ingin punya anak, rasanya masih jauh sekali.

Asumsi ini bisa saja perlu diteliti lagi, namun kenyataan sudah menunjukkan bahwa faktor makanan dan kesehatan pribadi pasangan bisa-bisa menjadi alasan, mengapa mereka tidak punya anak.

Tentu saja akan menarik, jika saja ada program dari pemerintah misalnya yang mendampingi pasangan muda, bagaimana supaya mereka punya anak.

Langkah-langkah seperti penyuluhan, masukan informasi, pemeriksaan kesehatan dan cara asupan yang bergizi mungkin saja akan sangat membantu untuk menekan tren tidak punya anak dan juga childfree di Indonesia.

Kalau di era 1980-an ada penyuluhan program Keluarga Berencana (KB) yang membatasi potensi punya anak itu ada, kenapa pada saat banyak pasangan tidak punya anak tidak ada upaya untuk mengatasinya?

Catatan kritis, child free itu suatu persoalan?

Kita boleh saja membahas childfree dan melihat alasan-alasan terjadinya, tetapi apakah sudah ada penelitian terkait pertanyaan ini, apakah childfree itu suatu persoalan?

Masyarakat modern mungkin menjawab bagi mereka sendiri sebagai pasangan itu bukan merupakan persoalan karena childfree itu keputusan bebas mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun