Stockhammer bahkan menegaskan bahwa temuan ini belum pernah diungkapkan sebelumnya.Â
Sampai pada kenyataan ini, sebenarnya untuk pembaca Indonesia, pikiran kita bisa langsung terarah kepada pertanyaan, apakah mumifikasi pada suku-suku tradisional di Indonesia juga menggunakan bahan pengawet yang sama?Â
Ada mumi di Wamena, Papua dengan usia 250 tahun, Mumi di suku Toraja, Sulawesi Selatan dan beberapa daerah lainnya. Apakah sudah ada jaringan perdagangan global antara Indonesia dan Mesir?
Peneliti gabungan Jerman-Mesir juga menegaskan bahwa temuan terkait asal bahan dasar yang dipakai untuk mumifikasi itu mengindikasikan bahwa titik awal dari perdagangan global.Â
Memang harus diakui bahwa mumi di Saqqara Mesir itu memiliki keunikannya sendiri: orang mati dibalsem dalam skala besar itu hanya untuk orang yang berasal dari kelas menengah ke atas. Mumi tampaknya ada hubungannya dengan sistem sosial Mesir saat itu.Â
Namun, hal yang pasti bahwa proses dan bahan yang digunakan dalam tradisi pembalseman selama lebih dari 4000 tahun tentu tidak sama dan tidak bisa dibandingkan dengan di Saqqara.
Kesaksian dari peneliti gabungan itu bahwa bengkel pembalseman itu dirancang untuk suatu pergantian besar yakni di sebelah unit permukaan tanah, ruangan pembalseman yang sebenarnya sebagaimana ditemukan pada tahun 2016 oleh Egyptologist, Ramadan Hussein.Â
Kedalaman lubang pembalseman 13 meter itu tidak lain untuk alasan pendinginan alami. Ruangan pembalseman itu tidak jauh dari kuburan. Dugaan dari peneliti rupanya ada tingkatan mumifikasi dengan biaya yang berbeda-beda. Ya, rupanya beda kelas sosial, beda pula biayanya.
Sumber dari: ntv.de.Â
Salam berbagi, ino, 5.02.2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H