Mungkinkah sikap konsisten pada janji akan menaikan elektabilitas mereka sebagai capres 2024?Â
Baru-baru ini beredar pula video wawancara di mana Sandiaga Uno mengatakan bahwa ada bukti janji tertulis antara Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan dirinya.
Janji itu ditulis tangan oleh Fadli Zon dan sampai dengan saat ini janji yang sudah ditandatangani oleh ketiganya itu disimpan di brangkasnya Fadli Zon.
Isi perjanjian itu tidak lain bahwa Anies Baswedan tidak akan maju menjadi calon Presiden, jika Prabowo Subianto juga mencalonkan dirinya sebagai calon Presiden.
Meskipun sampai dengan saat ini, janji tertulis itu tidak pernah nongol ke publik, terkesan bahwa publik mulai mengkritisi terkait keputusan Nasdem yang mendeklarasikan Anies sebagai capre 2024 dalam kaitannya dengan janji tertulis itu.Â
Nah, tulisan ini coba memperlihatkan analisis terkait janji tertulis dan seberapa besar dampaknya bagi potensi elektabilitas dari ketiganya jika maju sebagai capres 2024.Â
Janji itu baru terdengar setelah Anies dideklarasikan oleh Nasdem menjadi calon presiden
Tentu saja aneh bagi publik, kenapa janji itu tidak sejak awal dipublikasikan. Dan mengapa baru sekarang mulai diperdebatkan?Â
Janji tertulis itu mulanya tidak persoalkan, sementara itu ketika Anies resmi dipinang Nasdem, mulai sengaja dibuka-buka ke ranah publik. Apa maksudnya?
Kejanggalan ini, semakin diperparah karena Fadli Zon sendiri belum memberikan keterangan dan bukti dari apa yang disimpan di brangkasnya sesuai pernyataan Sandiaga Uno.
Sangat mungkin bahwa pernyataan Sandiaga Uno itu hanya merupakan rumor politik yang bertujuan memancing reaksi Prabowo.Â
Kenyataannya sampai dengan saat ini, Prabowo belum memberikan reaksi yang terang terkait deklarasi Nasdem dan janjinya dulu bersama Anies.
Jadi, terlihat bahwa publik bisa saja mengatakan bahwa janji tertulis itu bisa saja sebatas janji palsu saat itu yang mungkin juga hanya guyonan saat ngopi bareng.
Sebaliknya, jika memang benar ada janji tertulis; Ya harus dibuka ke publik biar jelas dan seberapa pengaruhnya bagi ketiganya saat ini dalam konteks suksesi capres 2024.
Bukankah janji itu adalah janji pribadi antara ketiganya?
Jika saja janji tertulis itu benar ada, bisa saja bisa didiskusikan lagi, karena sampai dengan saat ini, Prabowo sendiri belum mengeluarkan pernyataan bahwa dirinya adalah calon Presiden dari partai Gerindra.Â
Cuma bahwa pada 08 Agustus 2022 Prabowo hanya mengatakan siap menjadi Capres 2024, jika memang diminta oleh kader Partai Gerindra.(CNBC 8/8/2022).
Lebih dari itu, publik akan bertanya sejauh mana kekuatan janji itu karena esensi janji itu hanya untuk ketiganya, dan bagaimana dengan figur kepercayaan publik seperti Anies yang punya masa pendukung yang begitu banyak?
Terasa aneh sekali, hanya karena janji itu, suara dari massa pendukung Anies misalnya harus dikurung, karena Anies harus taat pada janjinya saat itu.
Perjanjian itu kan tidak dengan suara rakyat? Kalau suara massa pendukungnya membawa Anies ke calon orang nomor satu di negeri ini, apakah dianggap bahwa itu akan melanggar perjanjian tertulis itu?
Massa pendukung Anies tidak pernah berjanji dengan Sandiaga Uno dan Prabowo. Ya, Anies bisa saja mengatakan bahwa dirinya tahu bahwa ada janji, tetapi atas nama suara massa pendukungnya ia pasti siap untuk menjadi calon Presiden.
Saya pikir itulah sisi lemah dari janji pribadi antara Prabowo, Anies dan Sandiaga Uno saat itu. Artinya janji itu tidak banyak punya kekuatan politik berhadapan dengan suara rakyat.
Janji dan konsistensi sikap politik
Polemik sekitar janji tertulis tiga serangkai itu, akhirnya merujuk pada gagasan tentang tanggung jawab dan konsistensi sikap politik antara ketiganya.
Publik akan menilai bahwa pribadi yang tidak menepati janji itu adalah dia yang tidak konsisten dan bisa saja ada tafsiran bahwa orang seperti itu sulit dipercaya.
Namun, sekali lagi setiap sikap politis pasti ada dilemanya. Dilema antara janji pribadi dan representasi suara rakyat atau massa pendukungnya dan partai politik yang mengusungnya.
Apakah janji pribadi yang tertulis menjadi lebih berarti punya kekuatan hukum daripada representasi partai pengusung dan massa pendukung?
Dinamika politik tentu saja akan berubah-ubah dan tidak akan terpaku pada janji politik yang statis dan kaku itu.Â
Kita lihat saja, apa yang akan terjadi nanti. Pada prinsip hanya ada harapan bahwa jalan tengah bisa ditemukan sehingga tidak menambah kisruh yang saling menjatuhkan.
Salam berbagi, ino, 3. Februari 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H