Bertanyalah bukan untuk merendahkan orang lain, tetapi untuk mendapatkan informasi yang benar dan mengikat persaudaraan dan keakraban.
Konteks budaya tertentu menunjukkan bahwa semakin orang bertanya, itu berarti semakin baik. Daya kritis seorang anak misalnya akan diketahui melalui pertanyaannya.
Umumnya suatu pertanyaan diajukan kepada orang lain, itu terjadi karena sebelumnya ada rasa ingin tahu. Ingin tahu tentang keadaan pribadi dan keluarga, keadaan di tempat kerja dan lain sebagainya.
Memang dalam konteks yang berbeda, pengulangan pertanyaan yang sama bisa saja untuk memberikan arah ke tujuan yang penting, akan tetapi dalam konteks hubungan atasan dan bawahan, tampaknya pengulangan pertanyaan itu selalu tidak enak didengar.
Tentu saja berbeda, pertanyaan yang sama datang dari teman yang sudah setahun tidak pernah bertemu. Sehari lalu menjadi begitu intensif bercerita tentang banyak hal, sampai dia sendiri tidak sanggup lagi mengingat semuanya.Â
Dalam konteks seperti itu, pertanyaan yang sama masih dianggap normal.Â
Nah, coba bayangkan dengan pengalaman teman saya seperti ini:
Kisah nyata:
Minggu yang lalu ia bertugas memakamkan seseorang pada jam 10.00 pagi. Pada hari itu, ia berangkat dengan menggunakan bus, oleh karena tempat pemakaman itu baru baginya, maka ia bertanya kepada sopir bus itu apakah nanti ke arah tempat pemakaman atau tidak.
Om Sopir mengatakan nanti akan ke arah tempat pemakaman. Ternyata karena pembicaraan waktu itu dengan menggunakan masker, maka om Sopir salah mengerti. Teman saya itu turun kembali dan menunggu bus yang lain, setelah cukup jauh dari tempat pemakaman.Â
Ia akhirnya terlambat 15 menit dari waktu yang disepakati. Keluarga sudah menunggunya di tempat pemakaman, bahkan diguyur hujan. Ia sendiri basah karena hujan sangat lebat pada saat itu.