Di penghujung tahun ada tawaran fiksi. Namanya fiksi akhir tahun. Se-fiksi apapun sebuah karya fiksi tetap saja ada visi.
Fiksi-fiksi yang membaca angan dan pola pikir pecinta fiksi
Fiksi manusia yang terlebur antara ilustrasi terbuka pada refleksi dan kritik.
Di titik Omega, fiksi itu berubah wajah kadang seperti aku, kamu dan dia.
Visi fiksi di titik Omega meretas kenangan tentang kejelasan yang terlalu sulit untuk menjadi jelas dengan kata-kata.
Merubah kata-kata, hingga dalam diri yang sama seperti dua wajah, dua visi ganda dalam segala-galanya.
Fiksiku netral, tak perlu bersarung bulu domba jantan.
Visi fiksi pemimpi tampuk bangsa tidak hanya datang dari rakyat jelata.
Â
Fiksi akhir tahun itu nyata. Dekat begitu mesra merayu nalar hingga menggelepar tanpa opsi yang jelas pada yang benar dan nyata.
Fiksi-fiksi yang melempem karena uang dan kepentingan, tahta dan jabatan.
Fiksi yang menjadi suram visinya karena ingin berdiri di barisan prosesi kejayaan suatu masa.
Fiksiku tanpa arah, seturut bisikan intuisi dalam kata-kata.
Â
Merumuskan visi secara fiktif itu bisa saja salah tafsir oleh pembaca. Di sana ia tersembunyi dan menyembunyikan dirinya pada ruang sempit yang susah dilihat.
Visi fiksi di titik Omega itu sebuah mimesis cinderamata.
Kenangan akhir tahun itu tidak terlupakan dari fiksi tentang kerinduan di masa depan.
Â
Masa depan yang tampak fiktif tapi punya visi yang jelas.
Masa depan yang menggelinding dalam diksi-diksi fiktif belum tentu akan menjadi nyata.
Masa depan itu sebuah fiksi di dunia nyata.
Masa depan hanya akan jadi nyata dalam visi fiksi yang sejalan dengan nalar dan hatimu sekarang.
Â
Salam berbagi, ino, 29.12.2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H