Jalan keselamatan itu perlu dilalui dengan kerinduan, tanggung jawab dan iman bahwa Tuhan akan mengubah apa yang tidak mungkin di mata manusia menjadi mungkin.
Setelah membaca ulasan singkat topik pilihan Kompasiana tentang Natal tahun 2022 yang bertemakan, "Natal 2022: memilih jalan keselamatan" dengan referensi yang merujuk pada Matius 2:12, "Pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain", terasa sekali bahwa tema ini bisa menjadi alternatif perspektif di tengah gejolak double isu di Indonesia saat ini.
Isu resesi ekonomi muncul lebih awal yakni ketika pecahnya agresi militer Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu, sedangkan isu resesi seks itu baru saja beberapa minggu ini. Menariknya bahwa dua isu itu berada dalam kegelisahan yang sama, yakni sebuah resesi.
Entah siapa yang menamakannya dan menghubungkan antara ekonomi dan seks dengan istilah resesi, yang jelas saat ini istilah resesi sudah menjadi istilah populer. Mungkin baik, kita perlu tahu sebenarnya apa itu resesi.
Apa itu resesi dalam pengertian KBBI?
Resesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti kelesuan dalam kegiatan dagang, industri dan sebagainya (seolah-olah terhenti) atau menurunnya (mundurnya, berkurangnya) kegiatan dagang (industri).
Dari pengertian itu sangat jelas terlihat bahwa istilah resesi memang tepat kalau dihubungkan dengan ekonomi. Menurunnya aktivitas kegiatan ekonomi dagang pasti akan berdampak pada kelesuan atau sebuah resesi.
Apa itu resesi ekonomi?
Dalam pandangan populer, resesi ekonomi itu tidak lain mau menggambarkan keadaan perekonomian yang mampu membuat perusahaan jatuh bangkrut.Â
Faktor yang menyebabkan resesi ekonomi adalah menurunnya daya beli masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan dan mengancam arus kas. (bdk. www.bfi.co.id)
Apa itu resesi seks?
Resesi seks adalah bentuk keengganan seseorang atau pasangan untuk memiliki keturunan. Isu ini muncul karena kenyataan menunjukkan di sejumlah kota dan kabupaten di Indonesia menunjukkan angka nol kelahiran baru (zero growth). (Bdk. halodoc.com).
Resesi seks dalam hal ini dimengerti sebagai fenomena keengganan pasangan untuk memiliki keturunan.Â
Dalam kaitan dengan kenyataan Indonesia saat ini, tampaknya perayaan Natal dan tema Natal 2022 bisa menjadi tema terkait yang bisa menjadi bahan renungan dan refleksi bersama kita.
Mungkinkah momentum Natal itu menjadi sorotan alternatif sebuah jalan baru (solusi baru)?
Bagi orang Kristen sudah pasti punya gambaran yang jelas tentang bagaimana sorotan kesederhanaan dari keluarga Yosef, Maria, dan Yesus.
Keluarga Nazaret memang dikenal keluarga sederhana. Kesederhanaan itu bukan hanya karena berangkat dari referensi biblis, tetapi dari jejak sejarah peninggalan rumah dan kebiasaan hidup mereka nyata diketahui sebagai keluarga sederhana.
Tahun 2019 saya pernah melakukan ziarah ke Yerusalem dan pada satu kesempatan memasuki rumah dari Yosef, ruangan bawah tanah, bekas bengkelnya dan juga melihat tempat Maria mengambil air di Nazaret.
Kenyataan sejarah itu sudah menunjukkan bahwa keluarga Nazaret adalah keluarga sederhana yang punya pola hidup sederhana. Bagaimana tidak? Coba bayangkan, jika Yosef dan Maria itu keluarga kaya, maka mereka tidak perlu mengambil air yang jauh kurang lebih 1 km dari rumah mereka.
Tapi kenyataanya, Maria punya kebiasaan mengambil air dari sebuah sumur dengan berjalan kaki dari rumahnya. Tempat Maria mengambil air itu sampai dengan saat ini masih dijaga, sedangkan sumur itu diberi nama sumur Maria. Sayangnya, sumur itu sudah tidak punya air dan tampak tidak terawat dengan baik.
Hal yang penting dari cerita ini adalah sorotan pola hidup sederhana di tengah isu dan fenomena resesi ekonomi saat ini. Kesederhanaan hidup perlu menjadi inspirasi di tengah gejolak krisis ekonomi global.
Kesederhanaan hidup yang dimulai dari keluarga kita masing-masing. Saat ini di Jerman misalnya, konsep tentang kesederhanaan hidup mulai dibicarakan dalam keseharian: Kita harus hemat air, hemat listrik, gas dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya pola hidup sederhana itu memang sebuah perspektif yang aktual di tengah krisis dan resesi ekonomi saat ini. Kalau dikatakan Natal ini sebagai jalan baru, jalan keselamatan, tentu saya maknai dalam kaitannya dengan tawaran alternatif pola hidup sederhana.Â
Pola hidup sederhana di tengah krisis dan resesi ekonomi saat ini adalah alternatif solusi menuju ekonomi keselamatan.Â
Bagaimana refleksi tema Natal 2022 itu menjawab isu resesi seks?
Cerita Natal tidak terlepas dari cerita keluarga kecil Nazareth. Cerita biblis ini terkadang salah tafsir oleh banyak orang karena akhirnya bersentuhan dengan ranah dogmatis iman katolik.
Nah, dalam tulisan ini saya tidak menyoroti soal dogmatis, tetapi lebih dari sisi tanggung jawab Maria dan Yosef terhadap putra mereka Yesus.
Aspek tanggung jawab itu merupakan aspek yang sangat penting. Apa artinya sebuah statistik yang menunjukkan angka kelahiran besar tapi tanpa tanggung jawab.
Sebaliknya kita tengah berhadapan dengan kenyataan zero growth di beberapa kota dan kabupaten di Indonesia khususnya dan Eropa pada umumnya. Nah, perspektif apa yang penting ditawarkan saat ini?
Momentum Natal sebenarnya bukan saja semata-mata presentasi tentang keluarga kecil Nazareth yang sederhana, tetapi dalam rangkaian perayaan itu ada juga bacaan lain yang berkaitan dengan kisah Abraham dan sara yang di usia tua memperoleh anak (Bdk. Ibrani 11:8.11-12.17-19).
Dalam hal ini, kita berhadapan dengan kenyataan lain yang belum banyak dipikirkan manusia modern saat ini. Dunia kita sedang berhadapan dengan kenyataan keengganan (Zurückhaltung).
Tentu saja berbeda dengan kenyataan Abraham dan Sara yang memang tidak ada hubungannya dengan keengganan. Mereka berdua merindukan supaya memperoleh keturunan.Â
Terlihat betapa perbedaan konteks zaman. Ada masanya manusia rindu memiliki keturunan, tapi juga ada masanya manusia enggan punya keturunan.
Lalu, mau bagaimana? Apakah itu akan menjadi suatu bencana ketika zero growth itu terjadi?
Semua bisa saja terjadi sebagai suatu kemungkinan. Kemungkinan putusnya keberlanjutan dalam sistem pendidikan misalnya, bisa saja terjadi karena resesi seks.
Coba bayangkan tanpa ada angka kelahiran pada tahun 2023 misalnya, maka 6 tahun yang akan datang tentu saja tidak ada anak-anak yang akan menduduki bangku sekolah dasar (SD) kelas satu.Â
Tentu saja hal itu akan menjadi suatu keanehan luar biasa. Meskipun demikian, harus diketahui juga bahwa keputusan untuk memperoleh anak itu adalah keputusan pribadi pasangan dan bukan semata-mata anjuran institusi pemerintah dan gereja.
Gereja bisa saja punya pendasaran yang meletakan konsep tentang moral perkawinan bahwa tujuan perkawinan itu adalah supaya memperoleh anak dan memperhatikan pendidikan anak-anak mereka.
Tapi, sekali lagi legitimasi kebebasan pasangan rupanya paling berperan dalam menentukan apakah mereka punya anak atau tidak. Perspektif seperti apakah yang bisa menjadi jalan tengah dari fenomena resesi seks ini?
Bagi orang Kristiani tentu saja alternatif yang perlu dilihat dan direfleksikan adalah kenyataan hidup Abraham dan Sara, lalu Yosef dan Maria.
Ada 2 model pertimbangan:
1. Adalah baik adanya bahwa pasangan boleh membangun kerinduan untuk memperoleh anak sekalipun mereka sudah berusia (terlambat menikah karena sibuk bekerja). Punya kerinduan dan iman untuk memperoleh anak seperti Abraham dan Sara jauh lebih baik dan etis dari pada sebuah keengganan tanpa alasan.
2. Adalah baik menjadi pasangan yang bertanggung jawab terhadap anak mereka, daripada enggan menerima karunia anak karena polemik fenomena perselingkuhan modern.
Tentu berbeda dengan kenyataan Yosef dan Maria dalam perspektif iman kristiani. Kesulitan Yosef dan Maria memahami misteri Tuhan, tidak menjadikan mereka menolak karunia Tuhan, tetapi menerimanya dengan penuh tanggung jawab dan dengan iman.
Kerinduan mempunyai keturunan berhadapan dengan keengganan, sedangkan tanggung jawab memelihara anak berhadapan dengan fenomena global "anak haram."
Pada prinsipnya double resesi: resesi ekonomi dan resesi seks itu punya kaitan perspektif dengan Natal: Keluarga Perjanjian Baru-keluarga Nazareth dan keluarga Abraham dan Sara dalam Perjanjian Lama.Â
Tawaran perspektif tentang pola hidup sederhana, kerinduan, iman dan tanggung jawab sebagai orang tua dalam membesarkan anak adalah jalan penting yang perlu menjadi refleksi keluarga modern saat ini.
Selamat Natal.
Salam berbagi, ino, 24.12.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H