Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

3 Alasan Mengkritisi Pernyataan Menteri Agama tentang Perayaan Natal, Tanpa Ada Ekstra Tenda

17 Desember 2022   17:58 Diperbarui: 17 Desember 2022   23:33 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadilah setiap kebijakan itu mengarahkan kita kepada pemahaman 100 % menjamin kebutuhan fisik, psikis dan spiritual dan bukan cuma salah satunya.

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dalam sambutannya mengatakan bahwa tidak ada pembatasan karena menurut instruksi Mendagri PPKM sudah level 1, sehingga diberikan kebebasan terukur. Artinya, tidak ada tenda-tenda di luar gereja untuk peribadatan (Kompas, 16/12/2022).

Kapasitas 100 % itu artinya tanpa dibangun lagi tenda-tenda di luar gereja untuk perayaan Natal. Apakah pernyataan itu sudah merupakan pernyataan yang bijaksana? Pernyataan terkait kapasitas 100% mungkin saja belum memperhitungkan aspek-aspek lainnya.

Oleh karena itu, pernyataan itu perlu dikritisi dan jika memungkinkan perlu dipikirkan lagi. 

Ada 3 alasan yang meminta kebijakan Menteri Agama terkait pembatasan pembangunan tenda di luar gereja itu perlu dipertimbangkan lagi.

1. Seperti apa pemahaman kapasitas 100% - fisik gereja atau hak keanggotaan sebagai umat?

Kapasitas 100 persen itu tidak bisa diukur secara fisik sesuai daya tampung ruangan gereja. Gereja di mana pun di Indonesia tidak pernah dibangun dengan kapasitas 100%. Buktinya bahwa perayaan-perayaan pada hari-hari besar dirayakan beberapa kali karena jumlah umat yang jauh melimpah ketimbang daya tampung ruangan gereja itu sendiri.

Jadi, ini soal sudut pandang, 100% itu semestinya tidak boleh diukur menurut ukuran fisik gereja atau ukuran daya tampung. Sebab jika pandangan seperti itu, maka larangan terkait pembatasan itu menjadi negatif.

Baca juga: Waktu Bisa Bisu

Kapasitas 100% itu semestinya dihitung berdasarkan kebutuhan dan kerinduan umat untuk merayakan hari besar mereka. Kerinduan itu jauh lebih besar karena gereja itu bukan soal bangunan fisik tetapi umat beriman.

Membatasi pembangunan tenda karena kapasitas 100 persen tidak lagi muat di dalam gereja, sama saja dengan melarang dan membatasi kerinduan umat untuk merayakan Natal.

Pertanyaanya, apakah kebijakan itu satu-satunya sebagai kebijakan terbaik dan paling bijak? Bagaimana kebijakan itu bisa diterapkan pada momen hari raya, sementara pada momen demonstrasi yang menghadirkan ribuan orang tanpa batas jarak satu dengan yang lainnya, tidak ada larangan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun