Dalam pemahaman seperti inilah, beberapa pasal baru itu memang bisa diberlakukan di Indonesia. Ada beberapa pertimbangannya:
Pembiaran terhadap hal yang tidak terhormat, akan sama dengan mewariskan sejarah bahwa orang bisa mencaci maki presiden, misalnya.
Tanpa ada larangan yang diatur Undang-undang, orang pikir bahwa berbohong itu baik, apalagi kalau didukung oleh banyak teman yang punya pengaruhnya.
Tanpa pasal larangan untuk Makar, maka negeri ini akan rusak, karena siapa saja bisa menggerakan massa untuk menghakimi yang lainnya, termasuk untuk melawan pemerintah dan menghakimi kaum minoritas.
Tanpa pasal-pasal hukum yang melarang vandalisme, maka fasilitas negara bisa dirusakan oleh siapa saja tanpa ada rasa bersalah.
Semua pasal hukum itu tidak dengan serta merta tanpa ada kenyataan yang pernah terjadi di negeri ini. Oleh karena itu, rakyat Indonesia seluruhnya perlu punya sudut pandang baru:
Demokrasi itu tidak berarti boleh caci maki sesuka hati.
Mayoritas itu tidak berarti otomatis bisa menghakimi yang kecil
Kecewa dan marah itu tidak berarti harus dengan ekspresi vandalis sebagai solusi.
Salam berbagi, ino, 7.12.2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H