Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Key Figures dan Edukasi Politik ala Jokowi

1 Desember 2022   15:08 Diperbarui: 1 Desember 2022   15:25 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Key figures dan edukasi politik ala Jokowi | Ilustrasi diambil dari pinteres.at

Tokoh kunci (Key figures) sedang dalam sorotan kerinduan publik saat ini, hembusan kode politik pun kini menuai tafsir. Menerka-nerka siapa yang pantas, tidak bisa lepas dari kebajikan intelektual yang melekat dari diri calon pemimpin | Ino Sigaze. 

Sorotan panas topik pilihan Kompasiana kali ini persis ketika kancah politik Tanah Air tengah gonjang ganjing dengan multitafsir sekitar ucapan Presiden Joko Widodo pada 26 November 2022 di Gelora Bung Karno belum lama ini.

Ucapan Jokowi tentang calon pemimpin yang benar adalah pemimpin yang berambut putih dan dahinya kerut, disambut dengan riuh tepuk tangan ribuan relawannya.

Jagat perpolitikan Indonesia sekejap begitu heboh dengan ucapan itu, terutama fokus pada "rambut putih" dan "dahi yang mengkerut". Tidak hanya itu ucapan itu ditafsir begitu seru sebagai kode politik Jokowi.

Dinding media sosial pun ramai-ramai bagaikan pantun balasan menanggapi kode politik itu. Ada postingan-postingan rambut putih dan dahi yang mengkerut yang berbanding terbalik dengan dahinya yang kinclong.

Saya mencermati itu dengan tenang sejak tanggal 26 November lalu, kemudian coba merefleksikan, apa sih arti dari kode-kode itu. Kode-kode itu sifatnya terbuka pada ragam tafsir.

Oleh karena itu, semua tulisan yang berkaitan dengan "rambut putih dan dahi kerut"saat ini merupakan bagian dari cara penulis menerka atau juga menafsir kode politik Jokowi.

Karena itu, tulisan ini berusaha menafsirkan ucapan itu bukan merujuk pada nama-nama, tetapi pada karakter seorang pemimpin sebagai tokoh kunci (Key figures). Ada beberapa alasan orientasi tafsiran kode bukan dengan menyebut nama-nama orang:

1. Key figures sebagai these untuk keutuhan NKRI

Kode-kode politik Jokowi sebenarnya mengerahkan rakyat Indonesia ini untuk berpikir dan melihat lebih jeli terkait tokoh kunci yang bisa membawa Indonesia kepada kemajuan, perkembangan, kesejahteraan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pola ajakan untuk berpikir ini tidak bisa dikecilkan begitu gampang dengan menyebut nama tertentu. Kalau menurut saya sih sebaiknya kode politik Jokowi tetap saja sebagai kode yang mengajak rakyat menggunakan nalar waras.

Nalar waras itu harus dikaji kesesuaian antara penampilan fisik dan kenyataan rekam jejak pemimpin. Misalnya saja, jika Jokowi mengatakan, "jika pria itu rambutnya putih, maka dia pantas jadi pemimpin."

Di zaman kita, ada banyak sekali orang yang usianya masih mudah seperti 28 tahun tapi rambutnya sudah putih. Jadi, apakah kode itu benar dan bisa dipertanggungjawabkan?

Saya kira tidak. Saya hanya bisa mengatakan bahwa rambut putih dan dahi kerut itu adalah karakter dari tokoh kunci yang bijaksana. Carilah orang yang bijaksana yang bakal menjadi presiden nanti, jadi bukan sekedar dia punya rambut putih dan dahinya mengkerut.

Apa ciri-ciri kebijaksanaan, ya tentu saja orang bisa melihatnya melalui pilihan kebijakan, apakah orang itu menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya? Apakah ia mengutamakan yang satu dan tanpa mengabaikan yang lainnya? 

Apakah orang itu lebih mencari popularitasnya daripada pengabdian yang nyata untuk rakyat? Hanya rakyat Indonesia sendiri yang akan menilai dan menentukan itu.

Nah, dalam hal ini orang tidak boleh lupa bahwa key figures itu berkaitan dengan kebijakan intelektual (intellectual virtue ) di sana. Hal ini karena, orang tidak bisa menjadi bijaksana kalau tidak punya kebijakan intelektual dalam membedakan sesuatu. 

Saya jadi ingat ucapan dari Sosa seperti ini, "a quality bound to help maximize one's surplus of truth over error" atau kualitas yang terikat untuk membantu memaksimalkan surplus kebenaran seseorang atas kesalahan." 

Figur kunci pemimpin itu bukan berarti bahwa dia tidak punya kesalahan, tetapi hal yang penting adalah dalam dirinya punya kualitas kepribadian yang bisa diandalkan sehingga bisa memaksimalkan kebenaran.

2. Edukasi politik ala Jokowi

Gegap gempita temu relawan Jokowi di Gelora Bung Karno (GBK) itu tidak boleh sekedar soal banyaknya massa pendukung Jokowi, tetapi juga secara tidak langsung Jokowi mengajarkan kepada relawan pendukung untuk masuk dalam satu gelora edukasi yang mempengaruhi Indonesia.

Indonesia memang membutuhkan bukan saja gelora edukasi, tetapi juga gairah edukasi politik yang melibatkan bukan saja cuma soal rasa, tapi rasio cara pikir masuk akal.

Dalam alur visi edukasi seperti itulah, Jokowi tidak bisa terang benderang memberikan jawaban sesuai kerinduan rakyat kebanyakan saat ini, tetapi ia memberikan kode-kode.

Kode-kode itu secara tidak langsung mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk berpikir kritis. Ya, kemajuan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh karena kemandirian ekonominya, tetapi juga karena sumber daya manusianya.

Manusia yang berpikir kritis di tengah aneka polarisasi yang bisa memecah belah masyarakat kita sendiri ke dalam kubu-kubu politik yang berbeda pandangan politiknya.

Tentu saja dalam hal ini, Jokowi membuka pintu edukasi kepada seluruh rakyat Indonesia supaya mari kita hindari polarisasi, dan mengajak kita semua untuk masuk ke dalam ranah kritis menilai.

Memang pada akhirnya game kode-kode politik ini akan mengerucut pada key figures, namun satu hal yang pasti bahwa Jokowi sudah melakukan satu pendekatan edukasi tentang cara menafsir kode-kode politik.

Pendekatan edukasi ini tentu saja baik karena secara tidak langsung merujuk pada apa arti dari kode-kode, dan bukan tentang pribadi-pribadi. Nah, dalam hal ini Jokowi sedang menghalau kecenderungan massal yang terjadi di jagat media Indonesia dalam hal saling menghina pribadi-pribadi.

Salam berbagi, ino, 1.12.2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun