Nalar waras itu harus dikaji kesesuaian antara penampilan fisik dan kenyataan rekam jejak pemimpin. Misalnya saja, jika Jokowi mengatakan, "jika pria itu rambutnya putih, maka dia pantas jadi pemimpin."
Di zaman kita, ada banyak sekali orang yang usianya masih mudah seperti 28 tahun tapi rambutnya sudah putih. Jadi, apakah kode itu benar dan bisa dipertanggungjawabkan?
Saya kira tidak. Saya hanya bisa mengatakan bahwa rambut putih dan dahi kerut itu adalah karakter dari tokoh kunci yang bijaksana. Carilah orang yang bijaksana yang bakal menjadi presiden nanti, jadi bukan sekedar dia punya rambut putih dan dahinya mengkerut.
Apa ciri-ciri kebijaksanaan, ya tentu saja orang bisa melihatnya melalui pilihan kebijakan, apakah orang itu menghalalkan cara untuk mencapai tujuannya? Apakah ia mengutamakan yang satu dan tanpa mengabaikan yang lainnya?Â
Apakah orang itu lebih mencari popularitasnya daripada pengabdian yang nyata untuk rakyat? Hanya rakyat Indonesia sendiri yang akan menilai dan menentukan itu.
Nah, dalam hal ini orang tidak boleh lupa bahwa key figures itu berkaitan dengan kebijakan intelektual (intellectual virtue ) di sana. Hal ini karena, orang tidak bisa menjadi bijaksana kalau tidak punya kebijakan intelektual dalam membedakan sesuatu.Â
Saya jadi ingat ucapan dari Sosa seperti ini, "a quality bound to help maximize one's surplus of truth over error" atau kualitas yang terikat untuk membantu memaksimalkan surplus kebenaran seseorang atas kesalahan."Â
Figur kunci pemimpin itu bukan berarti bahwa dia tidak punya kesalahan, tetapi hal yang penting adalah dalam dirinya punya kualitas kepribadian yang bisa diandalkan sehingga bisa memaksimalkan kebenaran.
2. Edukasi politik ala Jokowi
Gegap gempita temu relawan Jokowi di Gelora Bung Karno (GBK) itu tidak boleh sekedar soal banyaknya massa pendukung Jokowi, tetapi juga secara tidak langsung Jokowi mengajarkan kepada relawan pendukung untuk masuk dalam satu gelora edukasi yang mempengaruhi Indonesia.
Indonesia memang membutuhkan bukan saja gelora edukasi, tetapi juga gairah edukasi politik yang melibatkan bukan saja cuma soal rasa, tapi rasio cara pikir masuk akal.