Signal politik di tengah krisis perang Rusia-Ukraina terkadang sangat tidak stabil, terkadang suram, redup, dan terkadang pula tampak seram, karena menimbulkan tensi politik naik drastis| Ino Sigaze
Tema tentang senjata nuklir merupakan tema yang paling mendebarkan jantung jagat dunia ini. Nuklir bukan saja dibicarakan sejak meletusnya agresi militer Rusia pada 24 Februari ke Ukraina, tetapi sudah menjadi tema sejak akhir dari perang dunia kedua.
Tema yang sama berkali-kali dibicarakan sampai pada prediksi dan kecemasan Eropa terkait batas kesabaran Putin dalam konteks agresi militer mereka ke Ukraina.
Dunia tahu bahwa Rusia punya kekuatan nuklir yang sangat besar. Jika saja mereka mau, maka tentu saja dalam sekejap Ukraina pasti bisa dikalahkan dengan mudah.Â
Akan tetapi ketika orang berbicara tentang nuklir, maka sama dengan orang berbicara tentang kekejaman penggunaan senjata yang terlarang itu. Oleh karena itu, ada jenis perjanjian perlucutan senjata nuklir yang sudah dimulai sejak tahun 1991.Â
Perjanjian pembatasan senjata nuklir
Perjanjian perlucutan senjata ini pada awalnya ditandatangani oleh Presiden Amerika Serikat, George Bush dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev.
Selanjutnya perjanjian yang sama diperbaharui lagi pada masa pemerintahan Presiden Barack Obama dan Dmitry Medvedev, yang mereka namakan sebagai "Awal Baru" pada tahun 2010.Â
Keputusan yang terikat dari pembaharuan perjanjian itu adalah bahwa perjanjian pembatasan nuklir itu diperpanjang selama lima tahun.Â
Akan tetapi, dalam kenyataannya kedua negara pemilik perjanjian itu saling kontrol terkait persenjataan nuklir sejak pecahnya agresi militer Rusia ke Ukraina.
Sanksi ekonomi dan pembatasan inspeksi ke AS dan Eropa
Keadaan terakhir ternyata pihak Rusia mengeluh bahwa oleh karena sejumlah sanksi terkait perang mereka terhadap Ukraina, mereka tidak bisa lagi melakukan perjalanan inspeksi ke Amerika Serikat. Bahkan Rusia sendiri telah membatalkan inspeksi pihak barat.
Oleh karena itu, ada inisiatif bahwa akan ada pembicaraan lagi terkait perjanjian pembatasan senjata nuklir yang akan dilakukan di Kairo.Â
Sergei Ryabkov, wakil Menteri Luar Negeri Rusia pada hari Selasa, 29 November 2022 menyalahkan pihak Amerika Serikat terkait pembatalan atas rencana pembicaraan kembali itu.
Signal politik
Berita media online PCL pada hari ini merilis berita terkait pembatalan dengan menamakan pembatasan itu sebagai "sinyal politik" (politisches Signal).
Ya, apa artinya klaim "signal politik" itu sendiri? Apakah pembatalan pembicaraan kembali tentang perjanjian pembatasan senjata nuklir menjadi signal tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir dari kedua negara besar itu?
Meskipun demikian, tampak ada inisiatif yang sangat positif dari pihak Rusia. Pihak Rusia dalam waktu dekat ini akan mengajukan tanggal ke Moskow, sayangnya bahwa kemungkinan pelaksanaanya pasti tahun depan nanti.
Latihan militer AS, skenario hadapi ancaman regional
Sementara itu, diketahui bahwa Amerika Serikat sedang melakukan serangkaian latihan bersama dengan sekutu-kutunya. Dikabarkan bahwa jet tempur dan pesawat tanker dari Israel dan Amerika Serikat (AS) akan menunjukkan simulasi rangkaian skenario dalam menghadapi ancaman regional.
Laporan media "Die Jerusalem Post" sendiri mengakui bahwa latihan bersama itu merupakan latihan bersama terbesar antara Israel dan Amerika Serikat dalam beberapa tahun ini.
Dalam latihan itu, bahkan dipersiapkan juga soal kepentingan penerbangan jarak jauh, terkait eskalasi yang bisa saja terjadi nantinya. Aviv Kochavi, Kepala Staf Israel dalam kunjungannya minggu lalu ke Washington menegaskan bahwa latihan bersama itu akan "diperluas secara signifikan."
Program nuklir sipil Iran
Ada satu klaim yang yang muncul di kalangan militer AS saat ini yakni bahwa mereka mencurigai Iran. Ada kemungkinan bahwa Iran diam-diam mengerjakan bom atom dengan kedok program nuklir sipil.
Sebagai akibatnya, politisi Israel telah beberapa kali mengancam secara tidak langsung dengan serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran dan mendesak supaya perlu adanya pembicaraan kembali terkait perjanjian pembatasan nuklir itu, sebagai perjanjian nuklir internasional.
Sayangnya, negosiasi Iran dengan beberapa negara lain seperti Prancis, Jerman, China, Inggris, Rusia dan AS belum bisa dilaksanakan sampai dengan saat ini.Â
Pertanyaan kritis
Nah, apa yang akan terjadi jika krisis global ini terus terjadi, dan perjanjian pembatasan nuklir itu tidak bisa diperbaharui sebagai awal baru nanti?
Ya, tentu saja, hal itu tidak akan menunjukkan indikasi tensi politik internasional yang baik. Isu nuklir saat ini sudah menjadi konsumsi publik yang tidak hanya mulai dibicarakan di Rusia dan Ukraina, tetapi cukup merata di seluruh dunia.Â
Dunia seakan-akan menjadi lebih yakin bahwa negaranya akan disegani negara lain, kalau saja negaranya bisa memproduksi senjata nuklir.
Bagaimana dengan kesiapan Indonesia untuk menghadapi kenyataan dan perkembangan nuklir negara-negara lain? Mungkinkah Indonesia sebagai negara Tuan Rumah G20 yang pernah mempertemukan pemimpin-pemimpin besar dunia itu menjadi penengah untuk membicarakan lagi perjanjian pembatasan nuklir itu?
Salam berbagi, ino, 30.11.2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H