Pesan ekologis tidak hanya bisa ditemukan dari gagasan para politisi, tapi juga dari seniman jalanan yang tidak bernama dalam goresan grafriti pada ruang bebas dan dinding-dinding kosong.
Dunia grafiti di Jerman seringkali menimbulkan kekesalan banyak orang. Kekesalan yang punya sisi ganda ini terjadi karena para seniman menyalurkan rasa dan kreativitas mereka tanpa kompromi dan negosiasi.Â
Semua bidang datar akan menjadi sasaran pelukis grafiti. Hari ini, 28 November 2022, saya terkejut dengan lukisan baru di Stasiun Kereta di Mainz Kastel. Lukisan itu meninggalkan pesan yang tentu saja dimaknai secara berbeda oleh penikmatnya.Â
Saya melihat grafiti itu sangat positif dan melihat ada pesan-pesan ekologis yang mau disampaikan sang seniman.Â
1. Grafiti, lukisan tak bernama
Cukup sering saya memeriksa apakah dibalik lukisan yang indah itu ada torehan nama pelukisnya, ternyata saya tidak menemukan, mungkin saja mereka hanya menggunakan kode-kode saja.Â
Meskipun demikian, tentu saja lukisan tak bernama itu penting dilihat. Dari ranah tafsiran, saya hanya bisa mengatakan bahwa pelukis grafiti itu adalah wakil dari kenyataan dunia yang belum diakui dan diterima manusia.Â
Bahkan kenyataan itu bukan saja oleh manusia kebanyakan pada karya-karya mereka, tetapi juga mereka sendiri. Mereka tidak suka kalau identitas mereka diketahui publik.Â
Dari kenyataan seperti itu, muncul pertanyaan apa artinya identitas dari sebuah karya bagi mereka? Mereka adalah pelukis-pelukis jalanan yang tidak mau dikenal orang.Â
Mereka adalah pelukis yang memikirkan identitas karya adalah karya itu sendiri dan bukan pelukisnya. Jika memang harus mengatakan siapa identitas mereka, maka hanya ada satu pelukis sejati yang tidak bernama dan tidak diberi nama oleh pelukis. Mungkin itulah realitas tertinggi dalam bahasa pelukis grafiti jalanan.Â
2. Grafiti, lokus promosi keberpihakan pada isu ekologis
Kalau diamati dengan teliti, maka orang akan melihat lukisan itu adalah sebatang pohon hidup yang utuh. Pohon yang utuh itu punya akar dan juga punya kenyataan lain, seperti punya batang, dahan dan daunnya.Â
Akan tetapi, pada gambar itu tidak hanya presentasi tentang keutuhan pohon, tetapi juga tentang kenyataan pohon yang sudah mulai dirusakkan. Dahan-dahannya ditebang manusia, akarnya jadi meranggas entah karena abrasi, banjir dan panas panjang dan lain sebagainya.Â
Singkatnya, ada sebuah presentasi yang lebih mewakili realitas dunia saat ini. Â Dari sisi perspektif seperti itu, saya menjadi semakin mengagumi pelukis grafiti di stasiun kereta itu. Saya kagum karena mereka tidak hanya membuka lembaran kenyataan dunia ekologi saat ini, tetapi juga mereka menawarkan solusi, sekaligus kritiknya.Â
Kritik itu tidak lain terkait kenyataan dunia saat ini dimana hutan semakin dirusakkan karena kebakaran dan oleh karena penebangan dengan sengaja lainnya. Kebakaran hutan di Australia misalnya pada tahun 2019/2020 menyebar di area seluas 126.000 kilometer persegi (bdk. wikipedia.org).Â
Tidak secara langsung dengan gema suara demonstrasi pelukis graffiti beraksi menyatakan gagasan ekologi, tapi sangat jelas bahwa pelukis grafiti sedang mempromosikan sebuah kampanye peduli ekologi alam melalui garis dan perpaduan warna. Mungkin mereka meninggalkan ajakan, "mari perhatikan bumi, alam tumbuhan di mana kita tinggal."
3. Grafiti dan visi ekologis
Visi ekologi dalam lukisan grafiti di atas terlihat jelas sekali pada bagian dahan-dahan yang dipangkas, di sana ada lampu yang sedang bercahaya. Kok bisa ya? Ya, itu sebuah imajinasi kreatif (Kreative Vorstellungskraft) tentang sebuah visi.Â
Visi dari dari akar kata bahasa Yunaninya berkaitan dengan penglihatan dan tentu saja indera mata. Orang yang punya visi adalah orang yang sudah bisa melihat apa yang akan terjadi nantinya.Â
Kemampuan melihat apa yang penting dan berguna di masa depan, harus sudah ditempatkan sebagai prioritasnya sejak sekarang.Â
Dalam hal ini, pelukis grafiti sudah punya visi bahwa ekologi alam di muka bumi ini memang perlu ditempatkan sebagai prioritas visi pembangunan.Â
Kalau memang seperti itu, saya yakin bahwa apa yang dikatakan Presiden Indonesia, Joko Widodo beberapa waktu lalu tentang program hilirisasi dan wilayah hijau menjadi sesuatu yang sangat penting dan perlu ditempatkan sebagai prioritas bangsa kita.Â
Memiliki visi ekologis yang menempatkan perhatian serius pada lingkungan alam tentu saja merupakan gebrakan yang aktual dan relevan di tengah isu krisis global (Globale Krise) saat ini.Â
Sampai pada gagasan seperti ini, saya akhirnya menegaskan beberapa hal ini:Â
1. Presentasi tentang kenyataan dunia dan harapannya tidak harus datang dari politisi kawakan, tapi bisa saja datang dari pelukis jalanan.
2. Dunia seniman seperti grafiti punya bahasa sendiri yang profetis menyentuh kenyataan.Â
3. Interpretasi dan literasi yang mendukung ekologi perlu lebih masif dilakukan
4. Kehilangan nama dan popularitas seperti pelukis grafiti adalah bayaran untuk sebuah kampanye visi dan gagasan ekologis tanpa batas ruang dan waktu.Â
Salam berbagi, ino, 29.11.2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H