Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Going to Periphery, Dilema antara Winter dan Tunawisma

11 November 2022   04:29 Diperbarui: 12 November 2022   12:52 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Going to periphery

Pilihan pergi ke pinggir itu nyata pilihan 5 pria yang pernah saya lihat. Tidak ada pilihan lain yang paling aman bagi mereka, selain di stasiun kereta, garasi mobil, dan depan bangunan Müller.

Berteduh semalam di pinggir pertokoan, di pinggir bangunan tua, di pinggir parkiran rupanya merupakan pilihan ideal mereka. Tidak masuk akal bukan? Tapi, semua telah mereka lalui, mulai dari suhu ekstrim minus 10 derajat.

Filosofi kehidupan 5 pria yang memilih pergi ke pinggiran (going to periphery) mungkin kali ini mesti dipikirkan lagi oleh pemerintah. Musim dingin ekstrim mungkin akan lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Mereka mungkin saja tidak punya solusi dan tidak punya suara pengeras yang berteriak minta selimut dan penghangat.

Siapa yang harus menolong mereka? Tentu saja pemerintah. 

Pemerintah Jerman selalu punya dana dan perhatian untuk orang-orang seperti itu, persoalannya adalah bahwa mereka tidak mau diatur dan tidak mau tinggal pada fasilitas yang disediakan pemerintah. 

Lalu, harus nuduh siapa yang salah? Inilah kenyataan dunia kita. Kebebasan pribadi dihargai hingga terasa tidak manusiawi. Bagi saya kenyataan itu lebih merupakan realitas inspiratif yang punya sisi terbuka pada refleksi tentang kehidupan dan kebebasan manusia di tengah krisis ini.

Tentu pilihan untuk pergi ke pinggiran adalah pilihan literasi seorang penulis. Realitas dilematis antara kebebasan pribadi dan kebijakan pemerintah adalah kenyataan menarik untuk dilukis dalam tulisan.

Akhirnya saya hanya bisa menyimpan fakta di kota ini dalam tulisan kecil kali ini. Sebuah narasi dan refleksi kecil tentang 5 pria yang tidak punya rumah tetapi mereka tampak punya kehangatan, yang bisa saja berbanding terbalik dengan sekian juta orang yang punya rumah, tetapi tidak merasakan kehangatan di sana.

Salam berbagi, ino, 11.11.2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun