Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Petani yang Memiliki Jam Terbang Tinggi dan Bioetika Hadapi Resesi

24 Oktober 2022   01:04 Diperbarui: 27 Oktober 2022   07:45 1034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep keberagaman yang pernah saya lihat di Flores seperti ini. Punya lahan sendiri, dialiri air dari mata air tanpa menggunakan mesin. Di sekeliling kebun tanpa ada pagar, tetapi ditanamnya tumbuhan rose, sejenis umbi-umbian yang bisa bisa dimakan, sedangkan daunnya bisa untuk makanan ternak lainnya.

Tidak hanya itu di sisi kanan dari kebun itu beberapa meter ditanamkan kakao seperti pada gambar di bawah ini. Kakao yang selalu diperhatikan dan mendapat aliran air yang cukup, terlihat berbuah dan menghasilkan ketimbang kakao yang tidak dibersihkan dan kekurangan air.

Petani yang memiliki jam terbang tinggi dan alternatif hadapi resesi | Dokumentasi pribadi oleh Ino
Petani yang memiliki jam terbang tinggi dan alternatif hadapi resesi | Dokumentasi pribadi oleh Ino

Selain itu ditanam juga beberapa kelapa, pohon pepaya, di keliling dengan pisang, nanas, pohon sirsak dan jenis ubi talas. Keragaman merupakan konsep yang membuat suasana kebun itu indah dan menyenangkan. Tentu saja di sana ada suasana sehat.

Imperatif bioetika

Saya masih ingat kejadian aneh pada tahun 1989 ketika itu harga cengkeh di Flores jatuh. Entah kenapa, banyak petani yang terbius marah lalu menebang semua pohon cengkeh yang mereka tanam dan sudah berbuah. Dalam waktu seminggu suasana kebun menjadi kering dan membosankan. Kok bisa begitu ya?

Petani pada waktu itu, tentu saja tidak bisa dikatakan sebagai petani yang punya jam terbang tinggi. Wawasan terkait itu semua menjadi begitu sempit. Hal itu, karena tidak ada gagasan yang terhubung dengan imperatif bioetika. 

Padahal, jika mereka mengenal prinsip bioetika seperti ini, "Respect every living being, in principle, as an end in itself and treat it accordingly wherever it is possible, atau "Hormati setiap makhluk hidup, pada prinsipnya, sebagai tujuan itu sendiri dan perlakukan sebagaimana mestinya" (1927: 4), maka mereka akan bisa mengendalikan kemarahan mereka.

Dalam konteks ulasan tentang petani yang punya jam terbang tinggi, mereka harus juga bisa mengenal prinsip-prinsip bioetika seperti itu, sehingga mereka tetap merawat tanaman mereka.

Lebih baik merawat tanaman yang sudah punya potensi menghasilkan daripada harus menanam ulang dengan risiko menunggu 4 - 5 tahun.

Saya menyoroti juga gagasan bioetika dan kebijakan praktis ini supaya dalam rangka hadapi resesi, petani umumnya diarahkan agar tidak jatuh kena provokasi seperti pada masa lalu.

Salam berbagi, ino, 24.10.2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun