Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Seragam Baju Adat, Nasionalisme tanpa Mono-Culture dan UMKM

21 Oktober 2022   15:18 Diperbarui: 23 Oktober 2022   18:06 1353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konteks kemandirian ekonomi Indonesia saat ini semestinya punya orientasi seperti itu, tidak hanya menjaga keutuhan nasionalisme bangsa, tetapi menciptakan kemandirian ekonomi di pasar tradisional.

Dalam sela-sela liburan kemarin, saya pernah dua kali melakukan blusukan kecil di pasar Mbongawani-Ende. Di sana saya melihat ibu-ibu penjual tenun adat. Tenun-tenun adat hasil karya tangan mereka ternyata sangat indah.

Saya sempat mengambil beberapa foto secara sembunyi termasuk foto tenunan dengan motif Pancasila. Saya suka sekali dengan motif itu. Coba bayangkan mereka tidak pendidikan khusus soal seni dan nasionalisme, tetapi daya imajinasi mereka sampai sejauh itu.

Satu motif Pancasila karya tangan ibu penjual tenun ikat di pasar Mbongawani-Ende | Dokumen pribadi oleh Ino
Satu motif Pancasila karya tangan ibu penjual tenun ikat di pasar Mbongawani-Ende | Dokumen pribadi oleh Ino

Itulah kebanggaan yang tidak bisa pudar dari terpaan pengaruh modern yang menjauhkan anak bangsa dari budaya dan seni daerah mereka. Hal seperti itu, tentu tidak hanya di Flores, tetapi di mana saja.

Saya orang Flores, tetapi paling suka dalam forum resmi mengenakan baju Batik. Saya mengenakan dengan kesadaran penuh bahwa itu bukan dari budaya saya, tetapi itu diterima dan dicintai di Indonesia, bahkan dunia mengenal Batik.

Seragam sekolah dengan motif batik bahkan dikenakan oleh anak-anak sekolah di kampungku. Tidak ada satupun yang protes. Mengapa demikian?

Itulah kebijakan yang tidak hanya menghalau bahaya dari monokultur, tetapi juga orang Indonesia seluruhnya perlu mencintai perbedaan.

Salam berbagi, ino, 21.10.2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun