Tentu saja, di sana ada unsur-unsur seperti kesenian, keterampilan masyarakat dalam mendesain tenunan yang patut dihargai.
Kenyataan dan pemahaman seperti itu, tentu saja sama ketika kebijakan terkait seragam adat itu berlaku juga untuk sekolah dasar dan menengah.
Kritik monokultur Hans-Geor Gadamer
Memang pada sisi yang lain, dalam konteks sekolah dasar dan menengah, akan lebih terlihat soal monokultur. Hal ini terjadi karena umumnya jarang sekali ada anak-anak dari daerah lain yang sekolah di kabupaten lain, kecuali karena tugas orangtua mereka.
Oleh karena itu, ketika ada kebijakan seragam adat itu berlaku, maka sebaiknya perlu adanya kegiatan bersama antardaerah. Tujuannya adalah bahwa siswa-siswi bisa melihat perbedaan dan belajar menerima keindahan budaya lain.
Mereka harus dibebaskan dari konsep monokultur. Saya jadi ingat dengan konsep filosofis dari Hans-Georg Gadamer tentang bahaya dari monokultur:
To defend a mono-culture is akin to positing a single, definite horizon and is thus to deny the very difference that initiates understanding in the first place (Mempertahankan monokultur sama dengan menempatkan cakrawala tunggal yang pasti dan dengan demikian menyangkal perbedaan yang memulai pemahaman di tempat pertama).
Jika setiap jenjang pendidikan yang punya kebijakan seragam adat itu menyadari bahaya dari monokultur, maka mereka pasti akan mencari cara untuk menghindari kemungkinan terburuknya dengan menciptakan kemungkinan perjumpaan dengan budaya lain.
Seragam adat dalam kancah UMKM
Sementara itu, dari sisi yang lain lagi sebenarnya kebijakan seragam adat itu tentu sangat menguntungkan masyarakat yang bergelut dengan dunia tenun adat. Tenun adat bagi masyarakat NTT itu merupakan suatu mata pencaharian.
Masyarakat di pesisir pantai umumnya menopang kehidupan dan ekonomi rumah tangga mereka hanya dengan bertenun. Bahkan tenun untuk konteks masyarakat NTT bisa dikategorikan ke dalam UMKM.
Semakin banyak instansi yang menerima kebijakan seragam adat itu, maka semakin menjadikan UMKM mereka bertumbuh. Peningkatan pendapatan daerah juga pasti akan meningkat melalui kebijakan itu. Nah, kalau kenyataannya seperti itu, salahkah pemberlakukan kebijakan seragam adat?
Kebijakan itu tentu saja punya tujuan bagus tentunya, apalagi dalam konteks global terkait promosi wisata budaya Tanah Air Indonesia. Sekali lagi seragam adat itu merupakan "kesempatan dan peluang untuk.." dan bukan halangan untuk..."