Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

New World Artikel Utama

Fenomena Bjorka dan Tantangan Perlindungan Data di Negara Berkembang

17 September 2022   12:08 Diperbarui: 19 September 2022   17:43 1435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkara identitas, kode-kode dan Metaverse perlu jadikan perhatian serius anak bangsa ini. Fenomena Bjorka itu adalah sesi tantangan anak bangsa untuk lepas tergantung pada penguasa media.

Fenomena Bjorka tampak sesaat itu menjengkelkan, namun ketika fenomena itu dilihat dari sudut pandang lain, maka Bjorka itu ada cambuk tantangan kepada segenap anak bangsa Indonesia.

Jika saja Bjorka itu adalah anak Indonesia, maka tentu saja kemampuan intelektualnya perlu disanjung, cuma caranya dalam menggunakan kemampuan itu yang perlu diarahkan.

Tanpa menuding dan meramal siapa itu Bjorka, tulisan ini lebih menyoroti sisi kritis yang perlu diwaspadai dari fenomena Bjorka itu sendiri.

Mengapa fenomena Bjorka itu adalah sebuah tantangan?

1. Persaingan global saat ini akan menggunakan kecanggihan teknologi jaringan komunikasi

Persaingan global dalam bentuk apa saja, pasti menggunakan jasa kecanggihan teknologi jaringan komunikasi. Persaingan global itu rupanya berakar dari tingginya rasa ingin tahu.

Semakin seseorang penasaran dengan keberhasilan seseorang, maka semakin tinggi rasa ingin tahu tentang rahasia keberhasilan dan kesuksesan seseorang. 

Tidak jarang bahwa dunia metaverse itu manusia hidup dalam bingkai gengsi yang tinggi. Orang malu bertanya mengapa dia bisa seperti itu, tetapi lebih memilih diam-diam mencari tahu, mengapa dia bisa seperti itu.

Tingkat kecemburuan sosial, gengsi, rasa ingin tahu dan keinginan untuk menguasai orang lain selalu lahir setiap hari dari rahim media sosial.

Postingan-postingan selalu menjadi bentuk presentasi paling nyata dari sebuah rahasia yang tidak terkatakan mengapa bisa seperti itu.

Saya jadi ingat bagaimana saat saya memasang story pada dinding Facebook, yang melihat itu ternyata lebih banyak dari yang memberikan apresiasi like. 

Artinya masih begitu banyak orang yang hidup dikendalikan oleh rasa penasaran dan terus menyembunyikan perasaan mereka. Dari kenyataan ini, sebenarnya sudah bisa dibayangkan Bjorka akan berada pada kepentingan seperti itu.

Jika dia punya kemampuan, mengapa dia tidak bisa mencoba meretas data pribadi dari orang-orang penting. Itulah godaan dan provokasi di garis akhir yang paling membahayakan siapa saja.

2. Perang di era Metaverse merujuk kepada meretas kode-kode rahasia tokoh-tokoh penting

Era Metaverse sebetulnya berada pada satu lingkaran yang panas. Tingkat ketergantungan manusia semakin tinggi pada Metaverse bukan lagi hal aneh.

Oleh karena itu, bisa saja perang kepentingan manusia zaman ini merujuk pada perang di era Metaverse dengan sasaran tembaknya adalah meretas kode-kode rahasia.

Ada hal yang hemat saya masih terlalu mudah diketahui dalam urusan kode-kode itu, karena sistem pemasangan kode kunci masih sangat terbatas dengan dua cara yakni angka dan huruf.

Bahkan lebih konyol lagi kebanyakan orang memasang kode dengan hitungan tanggal lahir dan tahun lahir, atau namanya sendiri, nama kekasihnya dll.

Orang Indonesia mungkin belum ada yang memasukan kode-kode kunci data pribadi mereka dengan bahasa-bahasa lain, seperti kode bahasa Yunani, bahasa Arab. Mengapa begitu?

Keterbatasan bahasa pada papan tools komputer akhirnya membatasi seseorang pada sistem pemasangan kode. Kode kunci dalam hal ini akan menjadi sulit diretas kalau logika berpikir kita harus keluar dari yang umumnya.

Oleh karena itu, fenomena Bajorka sebenarnya adalah kritik pedas kepada segenap anak bangsa Indonesia yang sedang lelap tidur dalam arus umum yang biasa-biasa saja.

Fenomena Bjorka dan tantangan perlindungan data di negara berkembang | Dokumen pribadi oleh Ino
Fenomena Bjorka dan tantangan perlindungan data di negara berkembang | Dokumen pribadi oleh Ino

3. Pemegang rahasia kehidupan manusia modern ini adalah pihak yang menguasai teknologi komunikasi

Bayangan tentang pemegang rahasia kehidupan manusia modern ini sebenarnya tidak bisa ada yang disembunyikan di depan penguasa teknologi komunikasi.

Jika saja ada sistem yang bisa dikendalikan oleh penguasa teknologi seperti komputer, maka kode apapun yang dipasang begitu rumit saja, tetap bisa diketahui dengan mudah.

Prediksi tentang jaringan internet yang terhubung dengan sentral data bisa saja benar-benar ada. Program-program baru bisa saja sangat masif bermunculan. Sebagai contoh, saya bisa mengerjakan dari jarak jauh apa yang mau saya kerjakan pada komputer teman saya di Indonesia misalnya.

Bahaya dari program itu adalah bahwa orang bisa mencuri data tanpa batas ketika salah memberikan kode pribadi yang semestinya hanya menjadi konsumsi pribadinya.

Bjorka bisa saja hidup dalam konteks kegagapan sebagian orang tentang kode-kode identitas pribadi. Ya, perkara kode-kode identitas saat ini menjadi begitu penting, karena identitas manusia sama pentingnya dengan identitas dalam kode-kode itu sendiri.

Pecahnya kode pribadi sama dengan pecahnya kode identitas seseorang. Tentu, Bjorka dalam hal ini mendobrak tentang pentingnya sistem perlindungan data yang diatur dengan Undang-undang.

4. Kerahasiaan informasi perlu dijaga oleh orang-orang seperti Bjorka

Generasi milenial, anak bangsa Indonesia ini ada yang punya kemampuan ditakuti dunia. Disegani dunia karena mereka punya kemampuan lebih dalam pengetahuan mereka terkait teknologi komunikasi.

Kendalanya saat ini, mereka belum dirangkul dan diakui sebagai orang penting untuk kepentingan negara ini. Oleh karena itu, bisa sangat potensial bahwa kemampuan mereka akan dipakai dalam konteks dunia politik oleh lawan politik.

Anak bangsa yang punya kemampuan khusus itu pasti punya keinginan besar untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam hal bisa meretas kode-kode privat dari tokoh-tokoh penting.

Oleh karena itu, mungkin melalui fenomena Bjorka itu, pemerintah perlu buka mata dan berpikir tentang peluang lapangan pekerjaan bagi mereka yang dilindungi undang-undang.

Dengan demikian kemampuan mereka itu bisa diarahkan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan negara dan bangsa kita dan supaya mereka tidak mengacaukan semua sistem yang ada.

5. Kapan Indonesia bisa punya google sendiri?

Fenomena Bjorka menyisakan pertanyaan, kapan anak bangsa ini bisa menciptakan sendiri instrumen pengganti google. Kapan warga Indonesia bisa menciptakan media sosial yang bisa melepas ketergantungan 260 juta manusia itu dari media asing.

Kalau China sudah bisa, mengapa kita belum bisa? Ayo temukan orang yang punya kemampuan seperti "Bjorka" (bukan dalam moralnya) atau seperti Googlenya Indonesia" pasti namamu dikenang selamanya dan pasti menjadi orang terkaya di Indonesia. Asal tidak dengan moral yang buruk, tetapi dengan menggunakan kemampuan diri untuk kemajuan ilmu pengetahuan tanpa merusak hak privat orang lain. 

Saya percaya bahwa anak Indonesia bisa menciptakan itu dalam beberapa tahun yang akan datang ini. Itu cuma prediksi yang bisa saja terjadi, jika usaha-usaha seperti itu didukung oleh pemerintah dengan aksen moralitas yang kuat. 

Ingat sanksi terkait perang Rusia dan Ukraina beberapa waktu lalu termasuk juga memblokir jaringan sosial ciptaan USA. Nah, hal itu tidak berpengaruh karena Rusia bekerja sama dengan China yang sudah siap menggantikan google. 

Kenyataan ini, bagi saya adalah tantangan bagi anak bangsa Indonesia supaya tidak telat mikir (telmi), tetapi merangkul Bjorka kita dan mulai menciptakan pertahanan baru di bidang media sosial, metaverse dan dunia jaringan internet yang dilengkapi dengan pemahaman yang benar tentang kode etik dan sopan santun serta menghormati hak privat orang lain.

Fenomena Bjorka memang pahit, namun lihatlah dengan kritis sisi lain yang menantang kita untuk sebuah kemandirian baru di dunia Metaverse. Identitas bangsa saat ini bukan cuma soal ekonomi, tetapi soal kode-kode dan sistem perlindungan identitas pribadi setiap warga negara ini.

Salam berbagi, ino, 17.09.2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun