Saya jadi ingat bagaimana saat saya memasang story pada dinding Facebook, yang melihat itu ternyata lebih banyak dari yang memberikan apresiasi like.Â
Artinya masih begitu banyak orang yang hidup dikendalikan oleh rasa penasaran dan terus menyembunyikan perasaan mereka. Dari kenyataan ini, sebenarnya sudah bisa dibayangkan Bjorka akan berada pada kepentingan seperti itu.
Jika dia punya kemampuan, mengapa dia tidak bisa mencoba meretas data pribadi dari orang-orang penting. Itulah godaan dan provokasi di garis akhir yang paling membahayakan siapa saja.
2. Perang di era Metaverse merujuk kepada meretas kode-kode rahasia tokoh-tokoh penting
Era Metaverse sebetulnya berada pada satu lingkaran yang panas. Tingkat ketergantungan manusia semakin tinggi pada Metaverse bukan lagi hal aneh.
Oleh karena itu, bisa saja perang kepentingan manusia zaman ini merujuk pada perang di era Metaverse dengan sasaran tembaknya adalah meretas kode-kode rahasia.
Ada hal yang hemat saya masih terlalu mudah diketahui dalam urusan kode-kode itu, karena sistem pemasangan kode kunci masih sangat terbatas dengan dua cara yakni angka dan huruf.
Bahkan lebih konyol lagi kebanyakan orang memasang kode dengan hitungan tanggal lahir dan tahun lahir, atau namanya sendiri, nama kekasihnya dll.
Orang Indonesia mungkin belum ada yang memasukan kode-kode kunci data pribadi mereka dengan bahasa-bahasa lain, seperti kode bahasa Yunani, bahasa Arab. Mengapa begitu?
Keterbatasan bahasa pada papan tools komputer akhirnya membatasi seseorang pada sistem pemasangan kode. Kode kunci dalam hal ini akan menjadi sulit diretas kalau logika berpikir kita harus keluar dari yang umumnya.
Oleh karena itu, fenomena Bajorka sebenarnya adalah kritik pedas kepada segenap anak bangsa Indonesia yang sedang lelap tidur dalam arus umum yang biasa-biasa saja.