Jika orang menikmati pendidikan, maka orang mencatat tentang kehidupan yang panjang dan lama. Warisan intelektual orang yang berpendidikan itu tidak akan pernah mati.Â
Saya yakin karya sastrawan Chairil Anwar akan bertahan dan hidup lebih dari seribu tahun lagi.Â
2. Puisi Aku dan janji seorang anak petani
Setiap kali saya membaca puisi Aku, saya tersentuh dengan baris pertama, "kalau sampai waktuku"Â
Baris pertama itu bagi saya merupakan coretan janji dari seorang anak petani yang rindu menikmati pendidikan. Baris pertama puisi Chairil Anwar itu seperti mengiris hati saya dengan janji andaikan aku diberi kesempatan untuk menikmati pendidikan, maka aku akan sungguh-sungguh.Â
Rindu menikmati pendidikan untuk seorang anak petani di tahun 1980 an rupanya masih merupakan suatu kemustahilan. Menikmati pendidikan tinggi itu hanya mungkin bagi sekelompok orang tertentu saja.Â
Oleh karena itu, setiap kali saya membaca puisi Aku, saya ingat bagaimana saya berjuang memberi semangat kepada diri sendiri di saat-saat sulit pada tahun krisis waktu tahun 1980 an.
Tanpa Aku, maka saya tidak pernah menemukan roh yang memberikan gairah kepada diri sendiri untuk tekun belajar dan terus belajar.Â
Apalagi kalau saya ingat baris kedua, "Ku mau tak seorang kan merayu" Saya jadi ingat rayuan maut pada masa itu adalah menjadi perantau di bawah umur.Â
Tekanan ekonomi yang menyeret banyak orang ke kenyataan kemiskinan tak berdaya pada waktu itu, menjadikan banyak anak-anak usia sekolah kehilangan visi pendidikan.Â