Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis tentang Surga Punya Seorang Ibu

14 Juli 2022   19:25 Diperbarui: 14 Juli 2022   19:35 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis tentang sang ibu yang melahirkan | Dokumen pribadi oleh Ino

Surga punya sang ibu. Ibu punya hati yang luas dan lembut. Lebih mudah bertanya daripada menuntut, lebih banyak diam dan berdoa ketika anaknya mengeluh dan dalam kelelahan.

Pernahkah dalam hidup ini seseorang menulis dengan tema "Sang Ibu yang melahirkan"? Tema tentang sang ibu yang melahirkan itu bisa menjadi tema yang sangat menarik karena semua orang punya ibu, terlepas dari kenyataan sebagian orang hanya mengenal ibu asuhnya dan bukan ibu kandungnya.

Cerita tentang sang ibu tidak pernah terpisahkan dari cerita tentang fase hidup 9 bulan dalam rahim ibu. 

Fase hidup awal itu semata-mata tergantung pada ibu. Ibu dengan segala kekuatan dan kelemahannya menanggung dan menjaga, merawat dan mengasuh bayi dalam kandungannya hingga menjadi manusia utuh. 

Apakah karena fase awal 9 bulan itu menjadikan sebagian orang ingat pada ibu mereka? 

Pernahkah orang membayangkan apa jadinya kalau ditinggal sang ibu sejak kecil? Ibu adalah segalanya pada fase hidup yang pertama. 

Siapakah ibu menurut para penulis? Apakah ibu pernah mengajari kita menulis? Di sana ada misteri yang sulit dipecahkan antara kelemahan sang ibu dan kekuatan dalam harapannya. 

Sang ibu tidak semuanya adalah seorang guru, yang bisa mengajar menulis, namun mengapa ada banyak penulis? Tentu saja, tidak ada yang dilahirkan sebagai penulis. 

Hari ini saya tertarik menulis tentang ibu, karena berangkat dari pergulatan pribadi terkait keadaan ibuku yang kurang baik. 

Tidak ada kata lain saat ini, selain aku harus menjumpai ibuku di saat-saat akhirnya. Tidak ada hal yang sangat penting selain ingin berterima kasih untuk terakhir kalinya pada ibu. Tidak ada yang lebih berarti, selain ingin berada di samping saat ia mengeram sakit dan ingin melepas perjumpaan terakhir. 

Tak ada kata yang paling indah, selain kata terakhir dari sang ibu yang bisa saya dengar langsung. Tak ada wajah yang paling berkesan, selain wajah duka sang ibu di saat akhir hidupnya. 

Wajah duka karena lelah menjalani hidup untuk semua anak-anaknya. Wajah duka untuk diriku hingga seperti ini. Wajah duka untuk sukacita kami semua, untuk kehidupan anak-anak, cucu dan cicitnya. 

Ibu yang punya air susu kasih yang mahal dan tak terbayarkan yang menjadikan kami mengerti, dan mengenal dunia dan banyak orang lainnya. 

Ibu yang pernah menjerit lelah dalam sunyi hatinya yang tidak terucapkan, agar kami tidak larut dalam kesedihan. Ibu yang melepaskan kami pergi ke mana-mana untuk tugas dan panggilan hidup kami masing-masing.

Ibu yang tidak menuntut, tetapi cuma bertanya, "kapan ia datang mengunjungiku untuk terakhir kalinya" 

Ibu yang sekian tahun harus terpisah dan hanya berkaca pada layar teknologi; ia coba menyentuh wajah anak yang jauh. Mengapa engkau begitu jauh? Ema kau reu ka ree. Jao dhepa, tapi iwa nggena, iwa rasa atau engkau jauh, sayang sekali ingin menyentuh wajahmu, tetapi tidak bisa tersentuh. 

Ya, ibu yang juga punya kerinduan, tapi tidak mengatakan kerinduan, agar kami tenang bekerja di ladang pelayanan. 

Dari rahim pesawat Emirates Dubai-Jakarta saya tulis kata ibu dengan air mata tak tertahankan. 

Ibu apapun rupamu saat ini, ibu tetap yang terbaik dalam hidupku. Ibu adalah wajah Tuhan yang nyata saat ini. 

Oleh kasih sang ibu, kami belajar mengenal dan percaya pada kasih Abadi dari yang kekal. Dari keterbatasan kasihnya, kami belajar mengenal dan menyadari betapa tak terbatas kasih Tuhan itu. 

Ibu adalah buku tentang awal hidup manusia dan masa depannya. 

Sambil mendengar irama musik klasik William Byrd: Mass for 3 voices-Sanctus - Benedictus, saya tulis tentang ibu dan ajaran kekudusannya. Ibulah yang mengajarkan hidup dan berbagi tidak akan pernah menjadikan kamu kekurangan -Muri nee pati, supaya muri iwa kura apa.

 Ajaran mulia yang ibu wariskan untuk hidup kami anak-anak dalam tutur jujurmu yang begitu sederhana dan biasa.

Ine,... Pesawat zeghu ze, ate mbeta, taku mai iwa sai. Jao ono ine napa jao ine e-  badan pesawat gemetar, menusuk gelombang hatiku dengan dilema antara apakah masih mungkin bertemu untuk terakhir kalinya dan sama sekali sudah terlambat. 

Itu saja doa kecil di tengah turbulensi di atas wilayah India hari ini.  Untuk sang ibu, kucoba menulis dengan harapan semkin banyak orang tergerak hati untuk menulis tentang ibu.

Salam berbagi, Terminal 2 E jakarta, 14 Juli 2022.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun