Lontaran pertanyaan dan komentar bermunculan, "Lho kamu tidak berpihak pada Ukraina? Lho kamu berpihak pada Rusia to?"
Rupanya banyak orang Eropa belum mengerti apa artinya menjadi negara Non-Blok dan apa artinya negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia itu punya wawasan hidup toleransi yang kuat.
Kehadiran Jokowi di Ukraina menjadi ungkapan hati yang jujur tentang posisi keberpihakan yang bukan politik, tetapi keberpihakan secara kemanusiaan Indonesia terkait krisis perang Rusia-Ukraina.
Poin tentang keberpihakan pada kemanusiaan itulah yang tidak terlihat jelas dalam konteks hubungan Nato, Uni Eropa, bahkan bisa saja dengan wajah yang ramah atas nama kemanusiaan, tetapi mereka mengirim persenjataan.
Perang memang tidak terpisahkan dari politik dan kebohongan pemberitaan. Nah, saya pikir sangat menarik ketika Jokowi mengunjungi Ukraina dan Rusia, sebuah langkah yang menggetarkan dunia karena negara-negara lain tidak kelihatan berbicara tentang misi perdamaian selain bantuan persenjataan dan doa perdamaian.
Doa dan bantuan persenjataan tentu saja bisa sangat politis, ya tergantung bagaimana keberpihakan yang nyata bisa dilihat selama ini.Â
Jokowi memang unik dan sangat menarik, bahkan jika langkah misi perdamaian Jokowi bisa membuahkan perdamaian Rusia dan Ukraina, maka sepantasnya Jokowi akan memperoleh nobel perdamaian.
3. Efek kesejukan Indonesia di tengah bara krisis dan perang
Kehadiran Jokowi di G7 dan kunjungan Jokowi di Ukraina dan Rusia menandai langkah berani yang sejuk dari Indonesia. Indonesia melalui cara dan misi perdamaian Jokowi akan disebut dunia.
Dunia akan membuka matanya dan melihat bagaimana pluralitas di Indonesia benar-benar bisa ditata dengan baik. Daya rangkul Jokowi rupanya mencapai puncaknya di Ukraina dan di Rusia.
Kesejukan hidup dan gaya politik dan cara pendekatannya yang sederhana dan rendah hati, lalu jujur apa adanya ternyata membiaskan kesejukan yang bergema menepis bara krisis di Eropa.