Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ada 3 Wawasan Outsourcing dan Pendidikan Multitalent-Interdisipliner di Indonesia

13 Juni 2022   22:18 Diperbarui: 14 Juni 2022   04:37 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tenaga outsourcing. Foto: Kompas.com/Garry Lotulung

Permintaan tenaga kerja outsourcing perlu diimbangi dengan kemampuan pribadi dan basis keahlian interdisipliner.

Sorotan tema Kompasiana kali ini lagi-lagi menantang nalar untuk menganalisis fenomena kerja di Indonesia. Tema "seluk beluk outsourcing" merupakan tema aktual saat ini. 

Aktualitas tentang outsourcing itu terjadi karena berkaitan dengan kebutuhan pasar kerja yang tidak hanya pada satu sisi semakin, tetapi juga pada sisi yang lain sangat menantang. 

Bisa saja tema "Outsourcing" itu merupakan ledakan kerinduan masyarakat Indonesia yang ingin bekerja semaksimal mungkin dan meraih gaji yang sebesar mungkin.

Nah, ada 3 wawasan yang perlu dipertimbangkan terkait outsourcing di Indonesia:

1. Modal keahlian dan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga outsourcing

Sorotan tema oleh Kompasiana kali ini tentunya bukan saja semacam polemik semata, tetapi lebih karena tenaga kerja outsourcing itu ada dan sudah mulai menjadi kenyataan di Indonesia.

Fenomena penawaran tenaga kerja outsourcing bisa saja dalam perjalanan waktu akan semakin meningkat. Pada satu sisi bisa saja merupakan keuntungan bagi pihak perusahaan karena tenaga kerja outsourcing punya keahlian dan ilmu pengetahuan lebih karena umumnya punya pengalaman kerja di perusahan lain.

Lebih dari itu, kemungkinan lain bahwa jaminan hari tua dari pekerja outsourcing rupanya belum menjadi fokus perhatian yang penting. Bahkan bisa dikatakan umumnya di Indonesia, setiap pekerja belum tentu punya jaminan pensiunan atau punya jaminan hari tua.

Keuntungan pihak perusahan yang memperoleh perjanjian kerja dengan tenaga outsourcing semestinya perlu direfleksikan lagi. Hal ini karena sangat kecilnya kemungkinan bagi pekerja outsourcing untuk masuk dalam sistem gaji dengan hitungan jaminan hari tua. 

Mungkinkah setiap pekerja outsourcing bisa mengatur sendiri? 

2. Sistem jaminan hari tua bagi pekerja outsourcing

Gagasan tentang sistem jaminan hari tua semestinya perlu secara terbuka dibicarakan dan didiskusikan baik oleh institusi pemerintah, maupun oleh perusahan-perusahan swasta. 

Jaminan hari tua itu berkaitan dengan cita-cita kesejahteraan masyarakat Indonesia umumnya. Dan oleh karena itu berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka kita membutuhkan juga regulasi yang mengaturnya. 

Saya jadi ingat bagaimana sistem jaminan hari tua perusahaan-perusahaan swasta di Jerman. Mereka sangat disiplin dengan hal itu, bahkan hampir tidak bisa dibedakan dengan sistem yang berlaku untuk para pegawai negeri. 

Di Indonesia rupanya masih belum maksimal sampai pada konsep seperti itu, padahal itu tergantung kebijakan pengaturan gaji dengan sistem yang formal diakui pemerintah. 

Nah, pertanyaan kita bagaimana dengan para pekerja outsourcing yang bekerja di beberapa perusahaan, bahkan tidak terikat oleh suatu perjanjian kerja dalam waktu yang lama? 

Oleh karena itu, sebenarnya baik sekali bahwa pihak pengguna jasa pekerja outsourcing punya komitmen hukum terkait dengan jaminan hari tua dari setia pekerja outsourcing. 

Jika harapan ini memang bisa terwujud, maka yang dibutuhkan adalah koneksi data dan jaringan kerja sama terkait gaji para pekerja outsourcing yang memperhitungkan sistem jaminan hari tua mereka. 

Ada 3 wawasan outsourcing dan pendidikan multitalent-interdisipliner | Dokumen diambil dari: Unternehmer.de
Ada 3 wawasan outsourcing dan pendidikan multitalent-interdisipliner | Dokumen diambil dari: Unternehmer.de

3. Basis pendidikan dan persiapan bagi pekerja outsourcing

Tenaga kerja outsourcing tidak bisa dilihat begitu sederhana saja, karena ada kemungkinan bahwa kedepannya (in der Zukunft) trend pekerja outsourcing bisa saja diminati banyak perusahaan dan bisa saja menjadi pilihan banyak orang muda Indonesia. 

Logikanya sederhana, jika mereka punya kemampuan cukup untuk bekerja di perusahan berbeda, maka mereka akan memperoleh pemasukan yang lebih besar.

Tren seperti itu, sebenarnya sudah mulai dipersiapkan oleh generasi muda Indonesia saat ini. Kemungkinan yang terbuka misalnya dengan melalui program terbuka belajar di universitas lain dan terbukanya kemungkinan bagi mahasiswa untuk kuliah jarak jauh (Fernstudium). 

Peluang membangun basis kemampuan yang multitalenta itu menjadi bekal yang menjadikan generasi muda Indonesia bisa nyaman berhadapan dengan perkembangan global dengan fenomena dunia kerja saat ini. 

Kemampuan diri multitalent yang didukung dengan modal ilmu interdisiplin (Interdisziplinären) bisa saja merupakan potensi untuk bersaing di ruang global dunia kerja. 

Oleh karena itu, tentu akan sangat efektif jika generasi muda Indonesia saat ini membekali diri dengan beberapa hal ini: 

  1. Kemampuan bahasa asing, menguasai beberapa bahasa asing. 
  2. Punya kemampuan terkait teknologi digital, Metaverse. 
  3. Punya kemampuan di bidang management, keuangan dan bisnis. 
  4. Punya modal kesehatan fisik
  5. Punya kemampuan di bidang mesin dan teknologi. 

Lima hal itu dijadikan prioritas karena pertimbangan kebutuhan pasar global, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 

Saya jadi ingat pengalaman teman saya di tahun 1997. Saya mengenal seorang mahasiswa praktek mengajar di sekolah saya saat itu. Ia berasal dari Papua. Waktu mendengar ceritanya, saya sungguh termotivasi oleh perjuangan hidupnya di satu sisi dan kemauannya untuk menjadi orang sukses. 

Jam kuliah, ia pergi ke kampus, selanjutnya ia berkumpul bersama orang-orang lain di berbagai grup olahraga, bahkan berkumpul dengan teman-teman yang bekerja apa saja di pinggir jalan.

Ia bisa bekerja sebagai tenaga guru honor pada semester terakhir, lalu bisa bekerja sebagai buruh kasar kerja jalan dengan rombongan Pekerja Umum (PU), lalu ia juga bisa merakit dan memperbaiki komputer, memasang parabola. 

Ia mengaku selama empat tahun kuliah di Ende, ia tidak punya rumah yang tetap. Rumahnya adalah tempat kerjanya yang setiap hari dan minggu bisa berubah-ubah. Ia bekerja dan mengenal orang, bahkan bisa punya kesempatan untuk menginap di tempat sederhana di rumah orang-orang yang meminta bantuannya. 

Ia tidak menuntut gaji, tetap selalu ramah dengan semua orang dan oleh karena itu, ia tidak pernah menganggur. Tahun itu, rupanya orang belum mengenal istilah outsourcing, mungkin saja di Jakarta, tapi bukan di Ende tentunya. 

Meskipun demikian, terlihat jelas sekali, pengalaman itu memberikan saya gambaran jelas tentang kebutuhan zaman saat ini tentang model tenaga kerja outsourcing yang kian meningkat. 

Oleh karena itu, generasi muda Indonesia jangan ketinggalan untuk memiliki banyak ilmu pengetahuan, teori dan praksis, sehingga kapan dan di mana saja, tenaga, pikiran, keahlian dan kemampuan kalian dipakai dengan jaminan kesejahteraan hidup yang pasti lebih baik. 

Salam berbagi, ino, 14.06.2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun