Bukan soal kualitas sekolah umumnya, tetapi kualitas perjuangan dan kedisipilinan pribadi yang menjadikan sekolah itu sungguh berkualitas entah swasta, maupun negeri.
Sorotan tema Kompasiana kali ini bagi saya sangat menarik karena menyentuh pengalaman pribadi saya di tahun 1994. Tema tentang perbandingan sekolah swasta dan sekolah negeri dari segi kualitas memang sudah bisa dikatakan sebagai sebuah mitos lama.Â
Mitos lama ini tidak terlepas dari konteks wilayah tentunya, karena itu saya batasi ulasan ini pada konteks sekolah-sekolah di Flores. Saya yakin konteks perbandingan itu bisa saja berbeda dengan di tempat lain.
Apa sih yang saya maksudkan dengan mitos lama di dunia perbandingan kualitas pendidikan swasta dan negeri?
Mitos itu bisa jadi bermula dari sejarah kolonisasi dengan misi mengubah dimensi kemanusiaan. Tidak bisa menyangkal kenyataan sejarah bahwa misionaris dari Eropa dulunya banyak sekali yang berkiprah di bidang pendidikan di Flores atau juga di NTT umumnya.
Nah, kiprap misi para misionaris Eropa itulah yang menjadi cikal bakal kemunculan sekolah swasta di sana. Sekolah swasta adalah sekolah-sekolah yang lebih tua dengan jejak sejarah pengaruh Eropa dalam sistem pendidikan dan kedisiplinan.
Sebagai contoh, Sekolah Dasar tempat saya sekolah Sekolah Dasar Katolik Paumere sudah didirikan sejak tahun 1955 oleh sebuah yayasan Katolik milik Keuskupan Agung Ende.Â
Yayasan Yasukel itu sangat terkenal karena membawahi banyak sekolah sekolah-sekolah swasta di Kabupaten Ende dan Bajawa yang termasuk wilayah Keuskupan Agung Ende.
Pada tahun 1955 menurut cerita orang-orangtua masih ditemukan banyak sekali "Pastor-pastor orang Barat" yang rajin berkunjung ke sekolah-sekolah bahkan ada juga yang mengajar di sekolah-sekolah swasta.
Bahkan sampai dengan tahun 2006 saja saya masih mengalami kehadiran seorang guru dari Jerman yang mengajar di sebuah sekolah swasta dan juga merangkap sebagai seorang dokter.
Saya yakin bahwa mitos tentang kualitas sekolah swasta yang menonjol dan baik di Flores tidak terlepas dari cerita kehadiran dan peran misi para misionaris Eropa. Tidak heran sampai dengan saat ini, sekolah swasta di Kabupaten Ende misalnya masih menempati urutan sekolah favorit seperti SMAK Syuradikara Ende, SMAK Frateran Ndao.
Pada tahun 1994/1995 mitos itu masih hidup hingga menghipnotis pikiran banyak sekali anak-anak remaja. Anak-anak sangat remaja tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sangat merindukan menikmati pendidikan di sekolah-sekolah swasta di sana, ya termasuk saya.
Alasannya sederhana sekali karena gengsi, sekaan-akan dengan menjadi murid dari sekolah bergengsi itu otomatis jadi cerdas. Konyol bukan? Saya pernah hadapi situasi itu secara langsung.
Saya merasa tidak percaya diri ketika saya menikmati pendidikan di sekolah swasta lainnya, demikian juga dengan beberapa teman saya yang menjadi  siswa dari sekolah negeri.
Pergulatan itu pernah menyisakan pertanyaan mengapa orang berbangga dengan kualitas sekolah sementara dia sendiri tidak berkualitas? Apakah nama besar sekolah akan diinstal secara otomatis sebagai sebuah kualitas dalam diri saya? Tentu tidak.
Nah, pada tahun itu saya mencoba melawan mitos otomatis itu dengan memilih jalur lain. Saya menjadi siswa dari sekolah swasta yang tidak terkenal di kota Ende.Â
Namun pada usia muda itu saya sudah punya prinsip seperti ini. Andaikan saya masuk di sekolah favorit, tetapi saya malas belajar, pasti kebodohan ditutupi oleh nama besar sekolah itu, apa yang bisa saya banggakan?
"Tidak, tidak" kata hati saya pada saat itu. "Saya mesti membuktikan bahwa yang berkualitas itu bukan cerita masa lalu dari sebuah sekolah dan keberhasilan orang lain, tetapi saat ini adalah saya sendiri yang harus membuktikan berkualitas."
Dari sekolah tidak punya nama besar, tetapi saya bisa memperoleh beasiswa dan pernah mengalah sekolah-sekolah ternama dalam ajang cerdas cermat. Kebahagiaan saya dan teman-teman waktu luar biasa.
Kemenangan waktu itu sama dengan meruntuhkan mitos sekolah favorit. Ya, sekolah berkualitas tanpa didukung oleh kedisiplinan diri anak-anak didik untuk sungguh-sungguh belajar, maka itu benar-benar merupakan sebuah bencana.
Mengapa saya mengatakan sekolah berkualitas tanpa didukung dengan kedisiplinan, maka akan menjadi bencana:
- Pada masa itu, semua sekolah punya kurikulum pengajaran yang sama.
- Sistem pengajaran dan metode pengajaran tidak jauh berbeda, dengan jumlah waktu belajar di sekolah yang sama.
- Buku-buku panduan mengajar dan belajar boleh dimiliki secara bebas.
Hal apa yang bisa mendukung kualitas sekolah tentunya merupakan pertanyaan penting. Waktu saya mengalami bahwa selain guru-guru punya kedisiplinan yang tinggi, tetapi siswa juga dituntut untuk memiliki kedisiplinan diri.
Dari kedisiplinan itulah, tumbuh kesadaran tentang betapa pentingnya waktu untuk belajar dan menjadi tahu tentang segala sesuatu secara khusus tentang ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah.
Oleh karena ada beberapa cara mengubah mitos itu:
- Orang perlu mengubah pola pikir bukan kualitas sekolah, tetapi kualitas setiap anak murid atau siswa.
- Bukan kualitas sekolah karena pencapaian masa lalu, tetapi kualitas semua orang yang terlibat di dalamnya saat ini.
- Kedisiplinan belajar dan pendampingan guru memang tidak tergantikan.
- Kemauan guru-guru untuk mengambil waktu ekstra pendampingan privat bagi siswa-siswinya.
Mengapa pembahasan sekolah swasta dihubungkan dengan misi para misionaris?
Tanpa disadari sebenarnya pengaruh bahasa sangat penting bagi pendidikan kita. Melalui bahasa lain, orang dibuka wawasan dan pemahaman yang lain dan bisa saja menjadi lebih dalam.
Saat itu saya mengerti mengapa para misionaris dulu datang ke Indonesia membuka sekolah-sekolah swasta. Tahu gak? Ternyta dalam bahasa latin ketika orang menyebut kata manusia atau homines diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman bukan saja berarti kemanusiaan (Menschheit), tetapi juga pendidikan (Bildung).
Logika itu yang dibawa ke Indonesia tanpa ada penjelasan yang mendetail. Jika orang berbicara tentang kemanusiaan, maka itu berati orang berbicara dan memikirkan juga soal pendidikannya.
Bukan saja soal kualitas kemanusiaan yang tentunya jauh lebih penting, tetapi juga soal kualitas sekolah dalam perbandingannya antara swasta dan negeri, yang tanpa melupakan perhatian pada kualitas Bildung perorangan yang mesti ada di dalamnya.
Salam berbagi, ino, 29.05.2022.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI