Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Grafiti, Dilema antara Karya Seniman Jalanan dan Vandalisme

9 Mei 2022   00:45 Diperbarui: 9 Mei 2022   10:05 2898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karya seni akan memberikan makna dan pesan yang mengubah, jika ditempatkan pada tempat dan waktu yang sesuai dengan selera zaman dan pembaca.

Grafiti adalah kata asing yang sudah dikenal umum. Kata grafiti secara umum dikenal sebagai kata bahasa Italia, graffito dalam bentuk jamaknya. 

Kata grafiti berasal dari kata Yunani (grafo) untuk orang pertama tunggal yang berarti saya menulis atau saya menggambar.

Dari kata aslinya grafo terlihat ada tiga arti: dalam konteks aktif diartikan sebagai mengukir (ein ritzen), menggambar (malen) dan menulis (schreiben). Sementara itu dalam konteks medium dalam struktur bahasa Yunani diartikan tulisan untuk dirinya sendiri (für sich aufschreiben) dan sebagai suatu protes atau keluhan tertulis (eine schriftliche Klage einbringen).

Dari perbedaan kata aslinya ini jelas sekali terlihat bahwa kata grafo atau grafiti itu dalam perkembangannya dipahami secara berbeda-beda, bahkan lebih mengarah ke arti mediumnya. Grafiti sebagai tulisan dengan ungkapan protes yang dinyatakan melalui gambar dan tulisan, simbol-simbol.

Fenomena grafiti di Jerman

Di Jerman sampai dengan saat ini, grafiti dilihat sebagai hal yang dilarang , jika tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, pemerintah Jerman sudah menyiapkan tempat-tempat khusus agar para seniman itu bisa menulis dan menggambar apa saja.

Meskipun demikian, tidak selamanya berfungsi dengan baik. Umumnya mereka masih saja menyemprot di mana saja, entah itu di pagar tembok rumah, kantor, hotel, di jalan-jalan.

Memang grafiti yang tidak pada tempatnya akan menimbulkan kesan tidak menarik. Ya, bisa dikatakan dapat merusak pemandangan kota. Berikut ini beberapa grafiti di dekat rumah tempat tinggal saya:

Grafiti di samping tembok dari tempat jual Burger di Mainz | Dokumen pribadi oleh Ino
Grafiti di samping tembok dari tempat jual Burger di Mainz | Dokumen pribadi oleh Ino

Sejarah mencatat bahwa asosiasi Pusat Pemilik Rumah dan Tanah Jerman pernah melaporkan bahwa pada tahun 2005 telah menghabiskan biaya sebesar 500 juta euro untuk menghapus grafiti ilegal pada bangunan dan pada kereta api.

Kasus-kasus itu telah dihitung oleh pihak transportasi kereta api Jerman (Deutsche Bahn) sebagai sebuah vandalisme. Pada tahun 2012 biaya yang dikeluarkan sebesar 33 juta euro dari 30.000 kasus vandalisme (bdk. de.m.wikipedia.org).

Memburu pelaku grafiti yang tidak pada tempatnya

Saya masih ingat pengalaman pagi hari ini. Ketika saya keluar dari pintu depan rumah, langsung terlihat 3 polisi di depan rumah sedang terburu-buru. Mereka mengambil foto pada dinding rumah kami yang baru saja di coret.

Padahal pada dinding yang sama sudah berkali-kali dihapus, tetapi lalu dicoret kembali. Terkadang ada tulisan yang tidak sopan, makian, bahkan ada simbol-simbol dari ideologi yang terlarang.

Tidak heran aksi-aksi seperti itu diburu polisi. Meskipun demikian, terasa pula bahwa aksi-aksi sangat sulit dideteksi, karena pelaku selalu melakukan itu pada saat tidak ada orang yang melihatnya, kecuali jika ada CCTV.

Tulisan, simbol dan gambar grafiti umumnya lebih berupa kode-kode dan atau singkatan dan nama samaran. Oleh karena itu, sangat sulit mendeteksi siapa pelakunya dan atas dasar apa mereka melakukannya. 

Dilema antara seniman jalanan dan vandalisme

Para seniman jalanan itu sebenarnya sangat banyak. Bahkan mereka ada orang-orang berpendidikan. Ada juga orang yang mengikuti kursus dan sekolah seni rupa yang mengajarkan mereka bagaimana profesional melukis dan menggambar.

Meskipun demikian, terkadang kemampuan mereka tidak bisa secara tepat disalurkan dalam kehidupan mereka. Tampaknya seniman jalanan itu tergoda melakukan aksi vandalisme berupa protes dan corat-coret tembok dan lain sebagainya ketika mereka sedang dirasuki alkohol.

Coretan di jembatan | Dokumen pribadi oleh Ino
Coretan di jembatan | Dokumen pribadi oleh Ino

Nah, sekurang-kurangnya saya pernah melihat langsung di ujung jembatan Theodor. Seorang pria yang kurus tinggi berambut pirang. Pada tangan kirinya, ia memegang sebotol bir dan pada tangannya sedang beraksi melukis dengan menggunakan botol semprotan spuit.

Apakah karena dia sedang mabuk atau tidak, yang jelas ia mesti tahu membedakan pada tempat di mana ia diperbolehkan melakukannya itu dan mana yang tidak boleh. Rupanya kejernihan berpikir sudah dikacaukan oleh minuman yang beralkohol.

Sudah pasti bahwa grafiti itu hampir bisa ditemukan di mana-mana, bahkan di setiap sudut rumah selalu saja ada tulisan-tulisan. 

Tugas pemerintah adalah bagaimana mengayomi pelukis dan seniman jalanan itu supaya teratur melukis dan menulis pada tempatnya dan bukan suka-suka mereka.

Seni tentunya mulia jika tidak tercampur oleh unsur vandalisme atau perbuatan yang merusak karya seni seseorang dengan kemarahan (blinde Zerstörungswut). 

Karya seni yang dimaksudkan di sini bukan saja soal lukisan hasil karya para seniman jalanan itu, tetapi karya seni dalam bentuk arsitektur bangunan yang dirusakan dengan gambar-gambar yang tidak sesuai dan tidak pada tempatnya.

Bagaimana caranya supaya grafiti itu bisa tidak mengarah ke vandalisme:

  1. Perlu adanya gerakan mencintai seni dengan merangkum para seniman jalanan.
  2. Perlu adanya pengarahan kepada para seniman jalanan yang secara resmi terdaftar sebagai pelukis grafiti.
  3. Perlu adanya kontrol dan kerjasama pemerintah supaya mencegah aksi-aksi vandalisme. 
  4. Perlunya opini-opini positif yang mengarahkan para seniman jalanan merealisasikan bakat dan kemampuan mereka secara tepat, benar dan bermanfaat.

Demikian beberapa ulasan terkait grafiti dan dilema vandalisme seniman jalanan. Pada prinsipnya nilai dari karya seni itu akan menjadi tinggi, jika ditempatkan pada tempat dan waktu yang tepat.

Salam berbagi, ino, 9.05.2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun