Sektor penghasilan kakao di Flores tetap bisa punya cerita sendiri. Flores punya kontur tanah yang bisa dikatakan cocok untuk sebagian besar tanaman pertanian. Tanah Flores merupakan tanah yang subur dan cocok untuk tanaman pangan.
Mulai dari tanaman padi, jagung, umbi-umbian, sampai pada tanaman umur panjang seperti kopi, kemiri, kakao, kelapa, cengkeh, vanili, merica, dan beberapa jenis tanaman lainnya tumbuh di sana.
Suatu keadaan alam yang sebenarnya sangat mendukung ekonomi para petani yang hidup di sana. Namun, kalau dilihat secara lebih konkret lagi, ternyata masyarakat Flores belum benar-benar menikmati kejayaan ekonomi dari hasil pertanian mereka sendiri.
Pertanyaannya mengapa petani Flores belum bisa punya penghasilan yang stabil? Dalam tulisan ini akan diuraikan bagaimana faktor penyebabnya. Ada beberapa sebab:
1. Petani Flores kurang fokus pada suatu bidang pertanian
Fokus pada suatu bidang usaha memang pada satu sisi akan berdampak baik sekali pada hasil dan juga kualitas. Sebagai contoh, baru-baru ini saya bertanya pada seorang teman sekolah tentang keadaan harga kakao di Ende dan Flores.
Saat ini kakao punya harga yang bagus, ya 33.000 per kilogram. Harga ini seingat saya sudah sangat mahal dibanding dengan tahun sebelumnya, yang sempat jatuh sampai 15.000 per kilogram.
Bagi mereka yang fokus pada usaha kebun kakao, musim panen kali ini bisa dikatakan musim "basah" karena sekali jual bisa saja jutaan rupiah.
Nah, itulah keuntungannya bahwa fokus pada satu bidang saja, namun tidak jarang pula bahwa petani yang fokus pada bidang kakao menjadi stres kalau tiba-tiba harga kakao itu jatuh begitu murah.
Ada kalanya saya mendengar cerita bahwa ketika harga kakao murah, beberapa petani mengalihkan perhatian mereka bukan lagi kepada kakao, tetapi pada kopi, cengkeh, kemiri dan lain sebagainya.