Mungkinkah untuk kita katakan bahwa semboyan ibu R.A. Kartini sudah tiba pada puncak kejayaannya?
Peringatan Hari Kartini pada setiap 21 April (lalu) kembali kita rayakan. Tahun ini tentunya juga kita rayakan dengan pertanyaan, apakah perempuan masa kini masih mengikuti teladan ibu Kartini?
Bagaimanapun perempuan di metaverse bisa menjadi tema yang penting untuk dilihat dan dikritisi saat ini. Bagi saya, teman perempuan di Metaverse itu sangat aktual, apakah perempuan Indonesia tertinggal ataukah tetap mengupdate diri tanpa lepas sama sekali dari semangat ibu kita Kartini.
Tulisan ini akan menyoroti bagaimana peran dan kehadiran perempuan di Mateverse khususnya dan juga tantangan meneladani semangat ibu Kartini di saat ini.
Habis gelap terbitlah MetaverseÂ
Metaverse akan menjadi satu era baru yang tidak lepas dari cerita tentang andil dan peran kehadiran perempuan.
Bahkan bisa dikatakan bahwa masa kegelapan perempuan hidup dalam tekanan patriarki sungguh sirna sudah ketika Metaverse itu tiba. Metaverse bagi sebagian perempuan betul-betul sudah menjadi moment puncak ekspresi mereka.
Perempuan bisa saja menyajikan konten nasihat bijak, yang dulunya kita tahu, konten seperti itu cuma oleh kaum laki-laki. Perempuan di Metaverse sepertinya sudah menemukan lapangan pekerjaan baru yang begitu mudah.
Fenomena itu tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia dan barangkali yang paling agresif menggunakan Metaverse itu antara lain negara seperti Spanyol, India dan Indonesia.
Konten-konten mereka sederhana saja, tetapi followers dan yang menonton dan like puluhan hingga ratusan ribu. Terasa sih, seakan nalar waras kadang tidak jalan, karena terbuai oleh tampilan yang membuat penasaran.
Prank yang memancing emosi pasangan yang sedang duduk santai pada sebuah bangku di tempat yang sepi, mungkin selalu menjadi konten yang paling disukai publik.
Bagi saya konten itu sangat menarik. Di sana tidak hanya akan memperlihatkan fenomena tentang laki-laki yang tidak setia berhadapan dengan perempuan yang loyal.Â
Perempuan yang benar-benar mencintai pasangannya hingga menjaga sampai tidak diperkenankan tersentuhan oleh penggoda jalanan.
Perempuan dan tema seksualitas
Tema perempuan dan seksualitas rasanya baru saja update ke publik setelah Metaverse itu tiba. Memang itu cuma sebuah fenomena yang muncul bersamaan dengan prank. Perempuan sombong yang di prank oleh pria kaya tapi berlagak gembel di pinggir jalan.
Tidak hanya itu, di Indonesia tampil unik dan beda, tapi juga menarik. Konten tentang ulasan tema seksualitas akhirnya berkembang pesat dengan penonton yang sangat banyak.
Bukan saja soal diminati banyak orang, tetapi bahwa inisiatif untuk berbicara tentang seksualitas itu muncul dari kalangan orang muda.Â
Metaverse tampaknya telah mengubah pola pikir dan cara pandang perempuan agar terbuka membicarakan siapa diri mereka, bukan lagi sebagai hal yang tabu.
Bersamaan dengan kemajuan Metaverse itu, tema seksualitas telah berubah, tidak lagi dilihat sebagai sebuah pornografi, tetapi sebuah pendidikan yang bernuansa edukatif untuk masyarakat.
Perempuan dan cerita perjuangan hidup mereka di dunia malam
Umumnya pelopor untuk tema-tema perempuan dan perjuangan hidup mereka itu bukan kaum pria lho, tetapi kaum perempuan. Tidak bisa dilupakan dari cerita dan gebrakan dari artis seperti Nikita Mirzani misalnya yang membuat konten wawancara perempuan yang memilih bekerja sebagai pekerja sosial.
Pada satu sisi tampak sekali bahwa wawancaranya seperti ada unsur transparansi yang berlebihan tentang kehidupan dunia malam, namun pada sisi lain, akhir diketahui pula bahwa dunia kehidupan itu adalah sisi lain dari kehidupan kaum pria.
Keterbukaan dan keberanian kaum perempuan di Metaverse untuk mengungkapkan dan membongkar realitas kehidupan mereka sendiri, memang perlu diapresiasi.
Saya pernah menonton akun Nikita itu salah satu pertanyaanya pada seorang narasumbernya, kira-kira kelompok mana yang paling banyak berlangganan?Â
Dijawab dengan jujur dan tulus. Ada lagi sisi lain yang saya acungkan jempol bahwa dari wawancara di Metaverse itu ada yang sampai menangis dan mau bangun niat untuk berubah.
Beberapa contoh ini merupakan letupan titik terang dari andil perempuan yang berjiwa kartini di Metaverse. Tidak hanya itu lho. Saya merasa perlu mengangkat hal lainnya yang luar biasa karya mereka.
Karya para Suster Alma untuk anak-anak cacat
Para Suster Alma punya karya luar biasa untuk merawat anak-anak cacat dan terlantar dengan jumlah yang sangat besar.
Mereka mengurusnya dengan cinta dan kehadiran mereka menjadi sangat terkenal di mata dunia. Pemberi contoh karya mereka yang paling hebat adalah Ibu Teresa dari Kalkuta.
Ibu Teresa pernah mengatakan ini, "Lakukan hal kecil dengan cinta yang besar." Bagi saya para suster Alma yang berkarya di Indonesia adalah Kartini masa kini.Â
Jiwa ibu Kartini yang dibawa kembali ke dalam konteks kekinian dengan mengangkat martabat anak-anak cacat mental.
Tentu saja masih ada banyak perempuan Indonesia yang hebat melalui cara dan keterlibatan mereka pada bidang-bidang khusus dalam urusan pribadi dan juga urusan umum baik itu di bidang swasta maupun pemerintah.
Ya, perempuan Indonesia tidak lagi tinggal dalam kegelapan zaman yang menempatkan peran mereka di nomor dua dan sekiannya, tetapi babak baru kehadiran dan peran perempuan di Metaverse menjadi sangat menonjol.
Tantangan perempuan di Metaverse
Tantangan yang sangat penting perlu diperhitungkan oleh perempuan Indonesia adalah apakah kehadiran perempuan Indonesia di Metaverse itu tetap bisa mencerminkan kehadiran ibu Kartini?
Perempuan yang berani membela peran dan fungsi serta derajat perempuan dalam konteks kehidupan berbangsa ini. Perempuan yang cerdas dalam konsep dan gaya berpikir untuk kesatuan dan keutuhan Negara Republik Indonesia.
Indonesia membutuhkan tokoh perempuan yang memperlihatkan kembali wajah santun dan sopan ibu kita Kartini. Bagi saya, ibu Kartini memperlihatkan figur perempuan Indonesia yang santun melalui tata krama berpakaian.
Ibu Kartini bukan saja menjadi contoh dalam keberpihakannya, tetapi juga dalam tata cara penampilannya yang khas dan melekat pada kultur keindonesiaan.
Ia perempuan Indonesia yang punya karakter jelas dan khas bisa dikenal sebagai perempuan asli Indonesia. Dari penampilan fisiknya saja, orang bisa membaca bagaimana rasa cintanya pada budaya bangsa ini.
Identitas perempuan Indonesia di Metaverse
Identitas perempuan Indonesia di Metaverse ini perlu memperlihatkan penampilan khas Indonesia yang mencintai budaya dan masyarakat kecilnya.
Dari perspektif seperti itu, saya sangat mengagumi cerita ibu negara, Ibu Iriana Jokowi yang menggendong anak Papua. Penampilan ibu Iriana yang sederhana dengan batik khas Jawa, benar-benar memperlihatkan jati diri perempuan Indonesia.
Perkara identitas bukan saja soal pakaian, tetapi soal tata krama, budaya sopan santun sebagai perempuan Indonesia itulah yang perlu dijaga dan diwariskan.
Demikian catatan terkait hari Kartini yang dilihat secara baru dalam konteks kemajuan dan perkembangan zaman. Perempuan Indonesia dan tantangannya di Metaverse bisa saja menjadi refleksi tentang jati diri perempuan yang telah melintas era kegelapannya. Era masa lalu yang mengurun kebebasan ekspresinya telah berakhir dan kini telah tiba pada ruang Metaverse.Â
Pada prinsipnya, Metaverse bisa menjadi ruang baru bagi perempuan Indonesia untuk menginvestasikan kekayaan budaya, tata krama dan cara berpikir yang pernah diwariskan oleh ibu kita R. A. Kartini.
Nafas perjuangan ibu Kartini mesti tetap disambung hingga menghembuskan perubahan-perubahan konkret dengan peran konkret perempuan. Perempuan Indonesia yang membawa transformasi budaya kesopanan dan kepedulian pada kemanusiaan.
Salam berbagi, ino, 22.04.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H