1. Memberikan peringatan pertama dan terakhir kepada siswa itu yang terpapar pornografiÂ
Peringatan keras dengan konsekuensi yang jelas, jika masih dilakukan, maka akan naik statusnya ke sidang para guru. Secara pribadi saya pada masa itu mau berjuang secara pribadi untuk menolong anak-anak itu tanpa langsung dibawa ke sidang para guru.Â
2. Refleksi tertulisÂ
Saya meminta mereka menuliskan refleksi kecil terkait apa yang dilakukannya dengan target bagaimana pornografi di matanya sendiri. Mana sisi baik dan mana sisi negatifnya. Apa pengaruhnya untuk dirinya sendiri dan masa depannya.Â
3. Tulisan niat baik mereka berupa komitmen
Komitmen mereka itu beragam, yakni seperti mau berubah menjadi anak yang aktif di kelas, mau disiplin waktu masuk kelas, lalu tidak lagi tidur larut malam dan tidak akan mengantuk di kelas selama pelajaran.Â
4. Membangun hubungan pendampingan yang intensif dengan anak-anak yang terpapar pornografi
Saya merasakan bahwa anak-anak itu memang perlu ditolong. Mereka perlu diberikan perhatian dan pendampingan secara lebih intensif.Â
Dalam pendampingan pribadi saya pada masa itu, terlihat ada perubahan yang nyata seperti lebih sehat, lebih adaptif dengan yang lainnya, dan lebih disiplin. Tip, temuan dan metode penanganan ini bisa saja relevan untuk konteks sekolah-sekolah dan juga asrama.
Saat ini bisa saja sudah lain sekali situasi dan tantangannya, meskipun demikian, sangat mungkin bahwa perhatian dan pendampingan intensif untuk anak-anak yang terpapar pornografi perlu menjadi perhatian yang serius sebelum berdampak fatal pada problem psikis anak-anak didik.Â
Pornografi dan prinsip kerahasiaan penanganannya
Ya, pendidikan seksualitas di sekolah barangkali perlu mendapat perhatian para guru dan bukan menjadikan seksualitas sebagai tema yang tabu. Hal yang tabu barangkali adalah membiarkan anak-anak didik berjalan sendiri mengalami dan mempelajari itu semua secara bebas dan transparan bersama dengan kebebasan informasi saat ini.Â