Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jangan Terburu-buru Bubarkan IDI! Ini 3 Alasannya

3 April 2022   11:45 Diperbarui: 3 April 2022   16:42 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan terburu-buru bubarkan IDI! Ini 3 Alasannya | Dokumen diambil dari: Terawan Agus Putranto (Foto: Lamhot Arotonang).

Jangan terburu-buru mengambil keputusan permanen, tetapi lihatlah dampak dan reaksi-reaksi yang akan terjadi setelahnya. Peduli pada kemanusiaan lebih penting daripada palu kekuasaan. 

Bagaikan bola panas polemik pasca pemecatan dokter Terawan terjadi hingga hari ini. Tampak sekali kubu dokter Terawan angkat bicara dan kubu IDI membuka suara dan membeberkan kesalahan-kesalahan dokter Terawan.

Banyak tokoh-tokoh Nasional yang punya pengaruh besar melihat dokter Terawan sebagai aset bangsa. Dokter Terawan adalah satu-satunya anak bangsa yang kreatif dan cerdas dengan uji coba dan teorinya. 

Vaksin Nusantara bagaimanapun sudah diakui oleh sebagian orang yang memang pernah divaksin dengan vaksin Nusantara, pada sisi yang lain, IDI dan pendukung mulai membeberkan alasan-alasan pemecatan dokter Terawan. 

Protes tak kunjung henti hari ini. Hotman Paris bangkit bertanya hingga simpulkan bahwa IDI tidak punya bukti tentang kesalahan apa yang dilakukan dokter Terawan. Kalau tidak terbukti, kenapa dipecat? Kalau ada pelanggaran kenapa tidak ada usaha konsolidasi dan rekonsiliasi kedalam. 

Sebagian orang ada yang mengungkap bahwa dokter Terawan tidak menghadiri panggilan IDI untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya. Hal ini karena pemanggilan itu baru terjadi setelah palu pemecatan sudah berbunyi di meja saat sidang Muktamar. 

Apalagi yang harus dilakukan? Semua sudah final bahkan bisa sia-sia? IDI hingga hari ini bergulat dengan serangan dari berbagai kalangan. IDI dimintai pertanggungjawaban. 

Bahkan sangat tidak enak bahwa sebagian netizen membongkar dan menghubungkan IDI dengan MUI. Tak hanya itu muncul pula ucapan-ucapan tentang ketua IDI sebagai "kadrun". Rasanya polemik itu semakin tidak waras. 

Anak bangsa ini kalau marah, tampaknya mereka tidak pisahkan lagi mana urusan privat orang dan mana urusan instansi atau organisasi. 

Wah semuanya disikat. Semestinya Netizen tetap cerdas, yang perlu dikaji dan ditolong saat ini adalah bagaimana terjadi pemecatan itu dalam kaitannya dengan IDI sebagai organisasi ikatan dokter Indonesia dan bukan soal kepribadian pimpinan IDI. 

Belum lagi bermunculan tagar #saveterawan. Tagar ini muncul karena ada kecemasan apakah dampak dari pemecatan secara permanen itu mengharuskan dokter Terawan tidak punya hak lagi sebagai dokter untuk melakukan praktek dan aktivitasnya sebagai dokter? 

Kalau memang seperti itu, ya Indonesia rugi dong, sama dengan kekurangan satu dokter yang mestinya sangat produktif. Tidak heran Prabowo Subianto dengan lantang berdiri di pihak Terawan. Apa kata IDI saat ini? 

Saya pikir bagaimana maraknya suara yang menentang pemecatan permanen kepada dokter Terawan oleh IDI, rakyat Indonesia harus tetap menghormati komunikasi yang baik. Artinya, tetap perlu mediasi untuk penyelesaian krisis IDI-Terawan. 

Ini beberapa alasan yang perlu dilakukan pemerintah:

1. Evaluasi batasan peran IDI

Mungkin saatnya kita sebagai bangsa mengevaluasi lagi batas-batas peran IDI dan mana batasan peran yang harus menjadi kewenangan menteri Kesehatan. Dalam arti seperti itu sebenarnya, IDI tidak dibubarkan, tetapi perlu ada perombakan sistem perannya. 

Katakan saja bahwa fungsi pemecatan dokter bisa dicabut, tetapi fungsi pengasuhan, pembinaan dan lain sebagai tetap saja. Namun, jika saja krisis oni dibawa ke meja hijau dan berdampak pada keputusan tertentu seperti misalnya IDI harus dibubarkan, maka mau tidak mau IDI harus dibubarkan. 

Tapi, saya kira tidak semudah itu. Kita semua anak bangsa ini harus bisa mengkaji secara baik dan dengan pikiran jernih tanpa berusaha saling mengeliminir. IDI adalah organisasi yang didalamnya adalah anak bangsa, dokter Terawan juga adalah anak bangsa. 

2. Pengalaman pribadi belum mewakili keputusan permanen

Saya pikir bagaimanapun kesaksian-kesaksian yang disuarakan saat ini seperti Mahfud MD, Prabowo dan tokoh-tokoh lainnya, belum bisa sebagai dasar bahwa otomatis dokter Terawan itu menang. 

Persoalan bukan soal menang dan kalah, tetapi bagaimana komunikasi yang benar sambil merujuk pada kebenaran yang sesuai riwayat pengabdian dokter Terawan. 

Kalau saja teori dan sejumlah gagasan dokter Terawan belum selesai secara uji klinis, IDI perlu juga bersikap bijak, seperti memberikan waktu sampai uji klinisnya selesai dan tentu IDI harus mendukungnya. Dokter Terawan kan anggota IDI. 

Dampak dari pemecatan sangat terasa, polemik semakin membara bahkan tak kenal mana yang harus dipisahkan dari urusan privat dan mana urusan organisasi. Karena itu, hal yang penting dilakukan saat ini adalah mediasi dan klarifikasi jika memang keputusan pemecatan permanen itu dianggap tidak sah. 

3. Batasan konsekuensi dari pemecatan permanen

Sebaliknya, jika pemecatan itu sah, maka sejauh mana batasan konsekuensi dari pemecatan permanen IDI? IDI bukan pemerintah bukan? Dalam hal ini, pemerintah mesti punya kebijakan terkait krisis IDI-Terawan. 

Hanya pemerintah dalam hal ini menteri kesehatan, karena IDI tidak akan lebih tinggi otoritasnya dari Menkes. Nah, tantangannya, apakah Menkes mampu menyelesaikan krisis itu sendiri? 

Barangkali penting, kita membutuhkan Tim ahli yang bisa mengkaji lebih objektif dan rasional dan bukan terbawa emosi karena pernah disembuhkan dokter Terawan. 

Itu pengalaman pribadi per orang yang harus dipisahkan dengan kritis. Semua boleh bersaksi, tapi bahwa tim ahli harus bisa bekerja secara independen untuk menyelesaikan masalah itu. 

Hal yang penting dan perlu dijelaskan adalah konsekuensi dari pemecatan permanen itu sendiri seperti apa. Kalau tidak tidak berdampak apa-apa yang tidak perlu dipikirkan. 

Nah, bagaimana kalau pemerintah Indonesia tetap memberikan perizinan kepada dokter Terawan untuk bekerja sebagai dokter, lalu bagaimana sikap IDI? 

Akankah berujung pada bubarnya IDI? Kita nantikan saja apa yang terjadi selanjutnya.

Semoga IDI dan Terawan kembali menjadi satu dengan semangat kerja dan bahasa komunikasi yang baru demi Indonesia maju. 

Salam berbagi, ino, 03.04.2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun