Dalam hati saya hanya terheran-heran, di dunia seperti sekarang ini toh ternyata masih ada orang yang merelakan waktu dan tenaganya untuk menolong orang lain, betapa mulia hidupnya.Â
Menjadi relawan dengan tujuan hanya untuk membantu orang-orang sakit di rumah jompo, bagi saya merupakan sesuatu bentuk kepeduliaan yang melampaui akar waras manusia modern saat ini.
Siapa sih yang mau bekerja saja tanpa ada upahnya? Mungkin saja ada, tetapi rupanya masih sangat sedikit untuk menemukan orang-orang yang punya niat baik sebagai relawan kemanusiaan.
b. Dari tujuan itu terlihat seperti apa arah pilihan hidup mereka
Perjumpaan pribadi saya dengan relawan di tempat kerja itu merupakan titik tolak refleksi dalam tulisan ini bahwa kalau orang bisa menjadi relawan, maka dia sebenarnya orang yang benar-benar mengerti apa artinya pilihan bebas dalam mengabdikan dirinya bagi orang lain tanpa menghitung upah.
Pertanyaan selanjutnya dari saya tentang mengapa ia melakukan itu, jawabnya dengan begitu sederhana: "Ja, ich habe Zeit und es macht Spaß" atau saya punya waktu dan saya lakukan itu dengan senang.
Dari ungkapan sederhana itu terbersit sebuah logika berpikir bahwa lebih baik mengisi waktu hidupku dengan menolong orang lain, daripada tidak tahu mau buat apa dengan waktu itu sendiri. Apa artinya punya waktu, kalau saja tidak membuat diriku senang.
Tujuan dan motivasi menjadi relawan seperti itu bagi saya merupakan pilihan yang inspiratif. Ya, di tengah hiruk pikuk kesibukan manusia zaman ini, ternyata masih ada juga sebagian orang yang mau memberikan waktu dan tenaganya untuk menolong orang lain dan secara khusus untuk merawat orang sakit.
2. Pantang (Abstinence) sebagai aspek yang menjadikan pilihan sebagai relawan tetap murni
Pilihan menjadi relawan hendaknya berangkat dari ketulusan hati. Nah, terkait ketulusan hati seseorang itu, siapa yang bisa mengukurnya. Saya kira tidak seorang pun yang bisa menakar gelora ketulusan hati seseorang dalam pilihannya menjadi seorang relawan.