Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Misteri "Nusantara" dan Penegasan Identitas Smart City yang Hieroglyphs

21 Januari 2022   06:22 Diperbarui: 26 Januari 2022   17:15 1977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh karena pertimbangan itu, saya sangat setuju dengan nama Nusantara sebagai nama ibu kota negara kita. Kalau wikipedia saja menyebutkan dengan jelas bahwa negara kepulauan dengan jumlah pulau terbanyak itu Indonesia, mengapa kita sendiri tidak mengakuinya. 

Kita mengakui apa yang menjadi kenyataan bangsa dan negara kita. Oleh karena itu, saat yang tepat bahwa ketika perkembangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat, Indonesia berani menegaskan dirinya sebagai Nusantara.

Sementara itu istilah Nusantara muncul pertama kali dalam naskah tua Pararaton Jawa Kuno yang berasal dari kata Nusa dan antara. Nusa berarti pulau (Insel) dan "antara" berati perantara (dazwischenliegend). 

2. Nusantara adalah hieroglyphs

Dalam konteks perpindahan Ibu Kota dan penamaan Ibu Kota Nusantara, saya lebih melihat fenomena perpindahan dan penamaan Nusantara sebagai  satu istilah sandi (ciphers). Ya, Nusantara sebagai satu hieroglyphs atau ciphers yang terbuka pada penafsiran anak bangsa.

Oleh karena itu, polemik setelah pengumuman nama Ibu Kota Nusantara sebenarnya hal yang wajar dan bahkan itulah target dari sandi nama Nusantara itu sendiri. Nama yang memikat siapa saja untuk berpikir dan merefleksikannya.

Saya jadi ingat akan suatu ungkapan dari seorang Novalis Georg Philipp Friedrich, "The better we can read this language, the more closely our representations" atau "Semakin baik kita dapat membaca bahasa ini, semakin dekat representasi kita."

Polemik dengan kritik miring yang bercirikan oposon itu bisa saja muncul karena orang belum bisa membaca keadaan Indonesia saat ini dan belum bisa merepresentasikannya. Sambil merujuk pada penjelasan kata representasi atau apa yang mewakili keadaan umum Indonesia secara umum saat ini tepat disebut Nusantara - sebuah hieroglyphs, ya sebuah sandi yang memacu energy smart city.

Sandi untuk dibaca anak-anak bangsa saat ini. Sebuah sandi yang tidak hanya berkisar soal angka-angka, tetapi juga campuran huruf dan angka, aneka bahasa ibarat bahasa anak jaksel. Di dalam nama Nusantara tersembunyi kata "gugusan pulau dengan aneka ragam suku, agama, budaya, bahasa dan dinamika yang terus terjadi."

Sebuah gugusan yang punya identitas kepemilikan jelas sebagai Indonesia. Gugusan itu tidak hanya punya identitas, tetapi juga punya ciri yang melekat di dalamnya sebagai satu kesatuan nama, yakni "antara."

"Antara" itu sendiri bisa saja menjadi sebuah sandi tentang topografi Indonesia - ya, di tengah bentangan Sabang - Merauke. Sekalipun demikian, sandi Nusantara tidak akan berhenti dengan satu tafsiran, bisa juga orang berbicara tentang peran sebagai "penengah atau perantara."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun