Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Daripada Kesepian dalam Perjalanan, Mendingan Menulis tentang Perjalanan

20 Desember 2021   05:15 Diperbarui: 29 Desember 2021   01:31 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menulis catatan saat dalam perjalanan. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Maksudnya bahwa apakah ada orang-orang yang punya tiket jalan untuk beberapa orang, supaya jika ada pemeriksaan ia tidak kena denda. Denda untuk orang yang melakukan perjalanan tanpa tiket adalah sebesar 60 euro.

Nah, rupanya pria itu tidak punya tiket perjalanan, sehingga ia mencari orang yang punya tiket dengan jaminan cukup untuk dua orang atau beberapa orang.

Saya memang punya tiket, cuma sayangnya tiket saya cuma untuk satu orang. Demikian juga beberapa orang di sekitar saya cuma punya tiket untuk diri sendiri.

Ada dua hal menarik dari pengalaman di atas:

Pertama, soal kewajiban bagi orang yang melakukan perjalanan. Siapa saja yang menggunakan fasilitas umum harus membayar atau membeli tiket entah untuk beberapa bulan sekali bayar, atau untuk satu tahun, bahkan bisa juga setiap hari, cuma pada saat dibutuhkan saja.

Pada prinsipnya di Jerman, orang tidak boleh melakukan perjalanan dengan menggunakan fasilitas umum entah jauh atau dekat tanpa tiket. Pelaku yang melakukan perjalanan gelap selalu disebut dengan istilah (Schwarz fahrt) atau semacam penumpang gelap. Umumnya ketika pemeriksaan tiket, penumpang gelap harus membayar sesuai ketentuan yang berlaku dan sudah tertulis di kereta.

Kedua, etika saat bertanya dan meminta sesuatu. Di Jerman bertanya dan meminta sesuatu itu punya etikanya sendiri. Ada satu kata yang oleh teman-teman yang serumah sebagai kata kunci, yaitu kata "bitte."  Contoh: Kannst du mir bitte helfen? Atau apakah kamu bisa menolongku? Ini kalimat sopan dan biasanya efektif mendapatkan pertolongan.

Kalimat tanya dan permintaan harus diselip dengan kata "bitte." Dalam konteks Indonesia bisa saja sama dengan "apa boleh" atau "bisakah."

Kebanyakan orang-orang yang belajar bahasa Jerman dan tinggal di Jerman tidak terlalu memperhatikan itu. Bahkan dengan santai gaya akrab orang kita, hanya menunjuk barangnya, kita langsung mengerti dan memberikannya.

Pengalaman dalam kereta hari ini sama seperti itu, pertanyaannya sama sekali tidak mengungkapkan kesopanan dan keramahtamahan. Oleh hal itu, dia tidak diperhatikan; kebanyakan orang Jerman tidak peduli dan menganggap angin lalu saja.

Cerita itu betul menjadi teman perjalanan yang mengubah kesepian menjadi kesibukan hingga sampai pada pemahaman tentang betapa pentingnya etika bertanya dan meminta sesuatu entah di mana saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun