Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Misteri Kata "Jatah" dan Hari Anti Korupsi 2021

10 Desember 2021   08:26 Diperbarui: 10 Desember 2021   08:35 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Misteri kata "Jatah" dan hari anti korupsi 2021 | Dokumen diambil dari: irscertification.com

Hentikan game jatah dalam urusan proyek-proyek pembangunan!

Umumnya orang mengenal kata "jatah" sejak kecil. Syukurlah kalau ada orang tidak mengenal kata "jatah" itu sejak kecil. Saya sudah kenal kata "jatah" sejak sekolah dasar, ya sejak kecil tentunya.

Jatah berarti bagian yang sudah ditentukan entah berdasarkan kesepakatan tertentu oleh seseorang yang tentunya berasal dari pihak pemberi. Sang ayah mengatakan begini, "Nak, kamu pergi beli pisang satu sisir dengan uang lima ribu rupiah ini, sisanya adalah "jatah" buat kamu."

Sebagai seorang anak hal seperti itu tentu sangat menggiurkan. Anak sejak kecil sudah diberikan pelajaran tentang melakukan sesuatu dengan "jatah" tertentu.

Cerita tentang "jatah" itu tidak hanya ada rumah-rumah lho, tapi ada juga di lingkungan sekolah. Kata sang guru, "Anak-anak bersihkan rumput di halaman kantor ya, nanti kalian dapat "jatahnya."

Jatahnya memang kecil, ya waktu itu cuma permen Union. Jatah itu selalu menyenangkan. Jatah itu selalu memesona mata, hati, dan perasaan.

Bahkan hampir di setiap jenjang pendidikan kata "jatah" tetap selalu disebut. Jatah seakan-akan ada hubungan langsung dengan penyemangat.

Pada tahun 1980-an kata "jatah" itu sudah sangat aktual, bahkan "jatah" itu kata penting. Seorang pegawai di kantor camat pasti punya jatah nanti anaknya juga bisa bekerja di kantor camat sebagai pegawai camat. 

Itu jatah ayahnya. Demikian juga seorang polisi yang menjadi Kapolsek di Kecamatan saja, punya jatah bahwa anaknya nanti akan juga jadi seorang polisi.

Cuma anehnya seorang guru, tidak punya jatah untuk anaknya akan menjadi guru. Ini benar-benar aneh, kenapa ya? 

Jatah memang kata yang punya makna misteri dalam perjalanan sejarah bangsa ini. 

Di mana orang tidak mengenal kata "jatah"? Kapan orang mendengar kata "jatah"? Nah, korupsi bisa saja berawal dari konsep "jatah" yang tidak benar.

Jatah mestinya benar cuma dalam konteks urusan pribadi dan bukan dalam kaitannya dengan urusan birokrasi, ya dalam urusan umum. Meskipun demikian, bagaimana bisa mengoreksi sistem "jatah" di negeri ini?

Jatah yang masih relevan, masih adakah?

Jatah itu kata yang hidup. Kata itu belum "koma", namun terus kumat dari waktu ke waktu. Nah, kita mungkin perlu tahu kapan kata "jatah" itu mulai kumat.

Jatah saat ini sudah punya sistemnya. Sistem jatah yang begitu terorganisir dengan rapi dan bahkan berada dalam titik aman. Mengapa berada dalam titik aman?

Nah, "Jatah" itu sebenarnya milik sebagian penguasa, milik mereka yang punya senjata dan milik orang-orang yang punya palu pengambil keputusan. 

Sistem "jatah" saat ini sudah begitu kuat dan halus sampai sulit dideteksi lagi. Tapi ada juga yang coba memformalkannya dengan seperangkat aturan palsu tanpa dipublikasikan sekedar untuk menipu masyarakat.

Kapan musim "Jatah" di Indonesia?

Jatah saat ini sudah berubah konotasinya, ya sama dengan sogok, ya korupsi. Musim paling hangat "jatah" adalah musim testing menjadi pegawai negeri sipil dan testing-testing lain menjadi aparat keamanan.

Jika anak mau jadi  seorang pegawai sipil maka harus pakai jatah dong. Ya, cuma satu-satu saja yang benar-benar murni lulus tanpa pakai jatah. Jatah selalu punya amplop rahasia.

Jatah itu berlaku sebagai ulang pelicin dan pelancar dalam semua tahap seleksi untuk menjadi pegawai negeri sipil di negeri ini. Sekali macet, maka amplop harus dibuka. Cerita seperti itu rupanya begitu sulit ditiadakan.

Game "jatah" itu merupakan game dengan wajah ganda. Di satu sisi orang tidak suka karena jatah itu punya taruhan besar, sedangkan pada sisi lainnya orang tidak bisa menjadi sosok sipil yang hebat tanpa pakai jatah dengan amplop yang tebal.

Ujung-ujungnya logika masyarakat biasa seperti ini, "Jika saya habiskan uang 350 juta sekarang, maka dalam kurung waktu singkat uang itu sudah bisa dikembalikan."

Jika dia sudah "jadi orang" pasti dia juga bisa punya tawaran jatah. Biarlah .... cukup sekali lelah, tapi seumur hidup cuma berurusan dengan terima uang. Kalau anak harus kuliah, berapa besar biaya yang harus dikeluarkan, belum lagi setelah tamat jadi penganggur pula.

Jatah dalam konteks pembangunan di Indonesia

Jatah dalam konteks pembangunan di Indonesia lebih seru lagi. Orang belum buat apa-apa saja sudah sebut ada jatah proyek. Pertanyaannya, apakah ada jatah proyek buat saya?

Proyek-proyek pembangunan di semua lini dan di mana saja itu selalu ada jatahnya. Proses tender juga bisa jadi punya jatahnya. Tema tentang korupsi itu memang rasanya ngeri-ngeri sedap deh.

Kapan negeri ini benar-benar bersih dari korupsi? Bagaimana caranya untuk memutuskan rantai jatah yang berujung pada korupsi itu?

Saya tetap optimis bahwa gerakan antikorupsi mesti dilakukan dari dua arah: pertama,  secara horisontal, gerakan antikorupsi mesti mulai gencar dari rumah dan dari pendidikan pada semuanya jenjangnya. Kedua, secara horisontal, gerakan antikorupsi mesti didukung oleh regulasi dan kontrol sosial yang bisa menekan kemungkinan untuk korupsi.

Ya, ketegasan untuk melawan korupsi tidak perlu lagi mengenal seberapa besar uang yang dikorupsi, besar atau kecil itu tetaplah sebagai korupsi. Jika korupsi kecil-kecil dibiarkan, maka mental korup itu akan berkembang.

Alasan Korupsi dan Tantangan bagi mereka yang bicara tentang korupsi

Siapa yang berani bicara dengan kritis mengkritisi proyek-proyek pembangunan di Kabupaten, kecamatan dan desa, pasti dibenci bukan cuma oleh penjabat-pejabat di sana, tetapi juga akan dibenci oleh keluarga mereka.

Mengapa terjadi demikian? Kata mereka sangat lembut, "Nanti kami tidak dapat jatahnya." Hahaha logika masyarakat pendukung korupsi seperti itu.

Bahkan ada lagi yang pegawai negeri sipil mengatakan seperti ini: Urusan pemerintah itu beda dengan urusan agama, urusan pemerintah itu jangan lurus-lurus, ya maksudnya nggak boleh jujur alias boleh lah korupsi itu."

Coba bayangkan isi otaknya penuh nafsu korupsi.  Bagaimana sistem korupsi itu bisa lenyap kalau sebagian besar penduduk dan pegawai negeri sipil juga melihat korupsi itu baik?

Jaringan korupsi itu bisa saja seperti penyakit kanker yang menggerogoti tubuh bangsa ini, hingga suatu waktu akan mati dan tidak berdaya. 

Mengapa sebagian orang punya pikiran konyol seperti membiarkan korupsi dan mengambil untung dari tindakan korupsi sebagian orang. Ada beberapa alasan:

  1. Bisa karena gaji untuk hidup keluarga mereka terlalu kecil
  2. Bisa juga karena kebutuhan hidup terlalu besar dan lebih besar dari pendapatan atau "besar pasak daripada tiang."
  3. Bisa juga karena kualitas pendidikan dan kualitas hati nurani
  4. Bisa juga sebagai indikasi tentang hancurnya budaya dan rasa malu
  5. Bisa karena aplikasi ajaran agama yang tidak diterima ke lingkup kehidupan praktis

Tema tentang korupsi paling tidak suka dibicarakan di masyarakat yang umumnya terlibat dalam tindakan korupsi. Semakin orang tidak suka membicarakan itu, sangat mungkin bahwa tema itu berkaitan dengan kenyataan hidupnya.

Sebuah penelitian kecil yang pernah saya lakukan adalah memposting tulisan "mari lawan korupsi" pada dinding facebook saya, yang nyata terlihat adalah cuma tujuh orang pada saat itu. 

Nah berbanding terbalik, ketika saya memotret daun kering di jalanan dan memposting di  facebook di sana terlihat ada begitu banyak yang like. 

Tidak memberi tanda like bukan berarti mereka tidak suka, tetapi sebaliknya mereka suka kalau soal korupsi itu tidak perlu dibicarakan, karena kalau kita terus bicara, maka uang "jatah" nanti akan hilang.

Mental korup itu sendiri sebenarnya sudah terlanjur akrab pada kehidupan sebagian besar orang, sehingga tidak heran kebanyakan orang berpikir bahwa dalam semua hal akan berjalan lancar jika ada jatahnya. 

Tidak heran, ditemukan banyak sekali proyek-proyek mangkrak di desa-desa.

Kualitas bangunan sangat diragukan. Faktor penyebabnya adalah anggaran sudah dipotong oleh pihak-pihak yang terlibat langsung di dalamnya karena mereka menganggap total dana itu harus diambil sebagai jatahnya.

Angka anggaran tertulis tanpa diragukan, namun nyatanya tidak demikian karena sudah dipotong jatah sang siluman. Buktinya hal seperti itu terjadi; ya, bisa dilihat dari hasil bangunan dengan anggaran begitu besar, namun kualitas di bawah standar.

Kualitas menjadi tidak maksimal karena dana total sudah dipotong dengan alasan jatah ini dan jatah itu. Apa jadinya, jika sebagian orang masih berpikir seperti itu dan masih hidup dengan cara seperti itu tanpa takut dan malu?

Korupsi saat ini tidak bisa dipisahkan dari cerita tentang klaim jatah oleh banyak pihak. Oleh karena itu, sebenarnya bukan soal besar dan kecilnya orang korupsi, tetapi tindakan korupsi itu tetap merupakan tindakan yang tidak adil.

Bagaimana upaya untuk mendukung gerakan antikorupsi 2021?

Ada beberapa sasaran yang perlu menjadi perhatian dalam upaya mendukung gerakan anti korupsi:

  1. Mulai dari Keluarga - Gerakan anti korupsi sama dengan sebuah upaya terapi. Terapi ini membutuhkan waktu yang lama dan melalui proses panjang. Sekurang-kurangnya mulai dari keluarga sebagai basis dari pendidikan informal. Pendidikan di rumah yang tidak lagi mengajarkan anak-anak selalu mengharapkan jatah. Anak-anak tidak selalu diberikan iming-iming jatah. Tentu perlu dibedakan dengan hadiah. Ya, orangtua perlu juga belajar cara memberikan hadiah secara benar, lebih tepat karena meraih prestasi di sekolah, hadiah pada hari-hari raya keagamaan.
  2. Pendidikan sekolah dasar - Guru-guru di sekolah perlu menanamkan nilai-nilai kejujuran, hati nurani dan budaya malu berdasarkan kearifan lokal (local wisdom) masing-masing. 
  3. Ketegasan pemerintah dalam hal ini Komisi Pemberantas Korupsi - Komisi pemberantas korupsi (KPK) tidak harus cuma di pusat kota, tetapi perlu blusukan sampai ke desa-desa. Komisi pemberantas korupsi harus benar-benar orang yang dipilih karena kualitas hati dan moral yang baik. Mungkin juga, sebagai instrumen yang berguna untuk menjaga kredibilitas tim pemberantas korupsi, pasal hukum yang dikenakan kepada tim pemberantas korupsi yang melakukan tindakan korupsi lebih berat dari kasus korupsi lainnya. 
  4. Mungkinkah tim pemberantas korupsi itu melibatkan tokoh adat dan tokoh agama? - Tawaran kemungkinan ini bukan untuk mengatakan soal kualitas tokoh adat dan tokoh agama, tetapi keterlibatan semua elemen sampai ke akar rumput dalam upaya memberantas korupsi. Kenyataan selama ini adalah hanya orang-orang yang paham hukum sipil; namun mereka tidak paham hukum agama dan hukum adat. Padahal korupsi merupakan bentuk tindakan yang melanggar baik itu hukum sipil, hukum agama maupun hukum adat. Sebagai contoh di daerah Ende, Flores ada hukum adat dengan nama Bhetu denda atau upacara dengan efek jera yang luar biasa memalukan dan saya yakin orang tidak akan lakukan itu lagi. Di setiap daerah dan suku pasti punya hukum adat terkait pencurian atau korupsi.

Demikian beberapa pokok pikiran, refleksi dan tawaran solusi terkait dengan misteri kata "jatah" yang berlanjut dengan dampak fatal karena melihat korupsi dan jaringannya sebagai cara untuk saling menguntungkan. Dalam upaya mendukung gerakan anti korupsi itu sendiri, seluruh masyarakat Indonesia perlu merefleksikan lagi cara memberikan hadiah kepada anak dan atau cara memberikan jatah mulai dari rumah hingga ke dalam konteks pendidikan formal.

Dan akhirnya, gerakan anti korupsi 2021 ini perlu memerhatikan hubungannya dengan empat sasaran: mulai dari keluarga, pendidikan sekolah dasar, ketegasan pemerintah hingga keterlibatan institusi agama dan adat untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, keadilan, kebaikan dan kebenaran.

Salam berbagi, ino, 10.12.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun