Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Museum Papua di Jerman dan Dinamika Perkembangan Budaya Indonesia

31 Oktober 2021   15:56 Diperbarui: 1 November 2021   17:25 1146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Museum Papua di Gelnhausen, Jerman | Dokumentasi pribadi oleh Ino

Budaya bangsa harus menjadi kebanggaan anak bangsa dan generasi muda. Dinamika budaya perlu diimbangi dengan relevansi tantangan kekinian. 

Papua siapa tidak mengenalnya? Papua bagaikan mutiara terpendam di tengah padang kehidupan bangsa Indonesia. Papua yang sekarang tentu berbeda dengan Papua di tahun 1970 an. 

Kemodernan semakin rapat dengan kehidupan mereka saat ini. Lalu pertanyaannya, apakah masyarakat Papua masih mengenal warisan budaya dan peradaban mereka sendiri? Di manakah semua warisan budaya dan peninggalan leluhur orang Papua?

Beberapa pertanyaan itu sekurang-kurangnya muncul spontan saat saya berada di dalam Museum Papua di Gelnhausen kemarin, 30 Oktober 2021. Pemandangan pertama, cuma bisa mendatangkan decak kagum. Ya, mengapa tidak? 

Museum Papua di Gelnhausen dan status kepemilikannya

Museum Papua di Jerman itu adalah koleksi pribadi dari Dr. Werner F. Weiglein. Pria Jerman itu bisa berbahasa Indonesia dengan baik sekali. Sejak tahun 1979 sampai dengan hari ini sudah lebih dari 200 kali melakukan perjalanan ke Papua dan Papua Nugini.

Ada 800 objek yang ada di museum pribadinya termasuk diantaranya objek kelas dunia. Ya, ia punya dua gedung khusus yang dipakai untuk museum. 

Museum Papua itu bisa dikatakan sebagai wakil atau representasi dari budaya Papua dan Papua Nugini. Sebagian besar objek itu katanya berasal dari wilayah Papua, Indonesia.

Apa tujuan dari Dr. Weiglein mengumpulkan aneka objek itu?

Dari penjelasannya kemarin terlihat jelas sekali bahwa ada keinginan yang sangat besar dalam dirinya untuk mengumpulkan dan melestarikan bukti-bukti unik dari peradaban budaya Papua dengan nilai seni yang original. Ya, seni dan keunikan dari kehidupan sehari-hari orang Papua yang berada di tengah hutan dan gunung hidupnya.

Dr. Weiglein sedang menjelaskan perjalanan ke Indonesia dan ke Papua (30/10/2021) | Dokumen pribadi oleh Ino
Dr. Weiglein sedang menjelaskan perjalanan ke Indonesia dan ke Papua (30/10/2021) | Dokumen pribadi oleh Ino

Tidak hanya untuk mengumpulkan dan melestarikan, tetapi juga lebih dari itu mempresentasikannya secara ilmiah dengan sajian yang menarik, terawat, dan dilindungi. Tujuan untuk kelestarian bukti dan penelitian ilmiah merupakan hal yang tidak bisa disembunyikan.

Melihat bukti-bukti itu, terasa sekali bahwa Papua itu indah, Papua itu kaya budaya. Papua begitu menarik di mata dunia. Kesadaran bahwa koleksi itu begitu menarik tidak hanya merupakan kesan pribadi dari pengunjung, tetapi juga dari banyak orang di Eropa dan di tingkat dunia.

Dr. Weiglein menjelaskan cukup sering pada masa-masa awal persiapannya untuk sebuah museum, objek-objek penting ditawar untuk menjadi milik museum-museum internasional yang terkenal. Namun, katanya ia selalu menolak, "Biarlah yang penting dan berarti itu tetap ada di sini (di dalam koleksi pribadinya).

Pameran Museum Papua dan daya tarik Oseania

Dari warisan objek yang tersimpan di Museum Papua terlihat bahwa koleksi itu sangat memungkinkan memberikan pendasaran tentang perjumpaan langsung dengan benda-benda asli dari budaya zaman batu. Bahkan bisa juga memberikan penjelasan tentang hubungan penyebaran flora dan fauna.

Tentu bukti dari 800 koleksi itu bisa menjadi dasar yang menciptakan keseimbangan pemahaman dan pertimbangan dalam kaitan dengan ilmu perbandingan antar budaya. 

Pameran itu, menurut Dr. Weiglein merupakan salah satu cara untuk memberikan pemahaman tentang satu budaya yang menarik di Oseania dan yang masih utuh sampai saat ini. Lebih dari itu lanjutnya, "Papua adalah museum hidup." Hal ini karena baik di Papua, maupun Papua Nugini masih ada 700 bahasa asli. Itulah bukti keberagaman di sana.

Dinamika proses budaya dalam perkembangan jaringan global

Peradaban dan budaya tertentu akan mengalami masa peralihan bersamaan dengan perkembangan jaringan global ini. Transisi budaya itu sangat besar kemungkinan terjadinya pergeseran kepentingan (interesse). 

Pergeseran kepentingan itu sendiri bisa saja tanpa disertai dengan kesadaran cukup, bahwa warisan budaya tertentu adalah bukti sejarah yang bisa menjelaskan tentang hubungan perubahan dari zaman ke zaman. Ya, bisa saja untuk menjelaskan apa artinya kemajuan dan kemodernan saat ini.

Dinamika proses budaya terjadi begitu cepat, bahkan kecepatannya sama dengan perkembangan globalisasi dalam banyak bidang. Jaringan global saat ini bisa mengubah keterbelakangan dengan warisan budaya yang asli sebagai yang tidak menarik, tetapi juga bisa mengubahnya sebagai hal yang unik dan menarik.

Oleh karena itu, pemahaman yang benar tentang pentingnya nilai sejarah yang lahir dari koleksi-koleksi unik itu tetap harus dihargai. Tanpa warisan budaya, orang tidak mungkin bisa berbicara banyak atau hanya tertinggal semacam dongeng untuk obat tidur saja.

Dari 800 objek yang ada di Museum Papua, sebenarnya bisa menjadi 800 cerita tentang Papua. Coba bayangkan mulai dari alat pertanian dari tulang dan batu, senjata untuk berburu, batu-batu yang mereka yakini punya kekuatan untuk melindungi diri dan keluarga mereka.

Di sana ada ukiran tempat untuk minum, makan, perhiasan, ada perahu-perahu tua mereka, ada ukiran asli karya tangan mereka, ada jenis hiasan dari kulit binatang. Ada jenis beragam tengkorak buaya raksasa dengan aneka simbol yang menyertainya.

Rangka tengkorak buaya raksasa di Museum Papua | Dokumen pribadi oleh Ino
Rangka tengkorak buaya raksasa di Museum Papua | Dokumen pribadi oleh Ino

Duh rasanya pengen lagi seharian di sana deh, biar lebih puas foto-foto dan bisa melihatnya dan bisa bercerita lebih lama lagi dengan Dr. Weiglein. 

Dinamika proses budaya dalam jaringan global itu sendiri bisa saja berdampak ganda, bisa memberikan perkembangan ilmu dan pemahaman manusia, tetapi juga bisa membuat manusia sendiri lupa akan budayanya sendiri. 

Satu hal yang pasti bahwa budaya itu bersifat dinamis. Oleh karena itu, tanggung jawab dan kesadaran budaya memang sangat dibutuhkan agar kelestarian budaya itu bisa dilihat sebagai pilihan yang tepat terkait kejelasan sejarah dan ilmu pengetahuan. 

Dukungan Konsulat Jenderal Republik Indonesia pada visi dan komitmen kelestarian budaya Indonesia

Kelestarian budaya itu bisa terjadi jika ada semangat bersama untuk melestarikannya dengan kesadaran yang relevan dengan perspektif tantangan kekinian sehingga bisa memberikan kontribusi kepada generasi muda Indonesia.

Oleh karena itu sangat menarik ketika Konsul Jenderal Republik Indonesia di Frankfurt, Bapak Acep Somantri pada peringatan hari Sumpah Pemuda ke-93 yang berlangsung 30 Oktober 2021 mengunjungi museum Papua dan merayakannya di sana.

Hadir dalam acara itu adalah tokoh-tokoh masyarakat Indonesia di Frankfurt, pengurus organisasi masyarakat Indonesia dan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di wilayah kerja KJRI Frankfurt, anggota Dharma Wanita Persatuan (DWP) KJRI Frankfurt.

Acara itu dilakukan dalam dua bentuk yakni zoom dan secara langsung di museum. Peserta yang hadir dalam acara zoom sebesar 30 orang, sedangkan yang hadir secara langsung sebesar 43 orang termasuk pemilik museum.

Dalam sambutannya Bapak Acep Somantri mengajak seluruh peserta yang hadir untuk mencermati kembali tema Sumpah Pemuda tahun ini; " Bersatu, Bangkit dan Tumbuh." Ada beberapa hal yang ditekankannya:

1. Hanya dengan persatuan dan kesatuan - satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa - kita dapat mewujudkan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

2. Pentingnya semangat bersama untuk memperkuat komitmen Sumpah Pemuda sebagai pilar penting persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.

3. Momentum Sumpah Pemuda perlu dijadikan semangat baru bagi seluruh rakyat Indonesia untuk melawan pandemi covid-19.

4. Penyelenggaraan peringatan hari Sumpah Pemuda yang disertai dengan pergelaran seni di Museum Papua bertujuan untuk memupuk kecintaan dan kebanggan kita kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia

Inilah beberapa gagasan dan ajakan penting dari Bapak Konsulat Jenderal di Frankfurt untuk segenap warga Indonesia di Frankfurt dan sekitarnya dan tentu untuk Indonesia seluruhnya. 

Rumah budaya dan keragaman

Gagasan tentang rumah budaya dan keragaman itu muncul dari apa yang terlihat dari rumah Dr. Weiglein. Nah, bukan cuma 800 objek yang menarik di Museum Papua di Jerman, tetapi rumah pemilik museum itu sendiri menyimpan simbol tertentu.

Tentu ini hanya suatu perspektif pribadi setelah melihat kenyataan itu. Setelah duduk makan di ruang makan rumah pribadi Dr. Weiglein, saya mengamati sesuatu yang unik pada rumahnya.

Rumah tempat tinggal Dr. Weiglein di mata orang Indonesia hampir merupakan miniatur dari keberagaman budaya Indonesia. Kok bisa begitu ya?

Rumah besar tempat tinggal Dr. Weiglein dibangun dengan konsep bhineka, sekurang-kurangnya bisa dilihat dari desain interiornya. Di dalam rumah itu ada ukiran-ukiran Jepara dari bahan kayu asli yang dibawa dari Jepara. Pada sisi depan ke arah dapur terlihat ukiran Bali yang begitu besar.

Pada sisi yang lainnya lagi ada juga bentuk bambu yang bisa saja mewakili budaya di bagian Timur Indonesia. Sedangkan rumah-rumah untuk museum dibangun mirip seperti rumah adat orang Minang dan beberapa daerah lainnya di Sulawesi, Kalimantan. 

Di sana ada juga tirai jendela yang terbuat dari anyaman bambu, ya mirip sekali dengan yang ada di wilayah NTT. Ya, rumah itu sudah menjadi ungkapan perjumpaan antara yang tua dan kekinian, antara paduan Eropa dan Asia, antara yang tradisional dan yang modern.

Rumah yang melahirkan perspektif tentang dinamika kehidupan di tengah arus perkembangan budaya, seni dan kemajuan di jantung jaringan global saat ini. 

Demikian ulasan tentang Museum Papua dan partisipasi masyarakat Indonesia melalui gerakan bersama yang dipelopori oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Frankfurt pada momentum hari Sumpah Pemuda. 

Decak kagum saja itu tidak cukup, jika tanpa komitmen, kerja sama, tanggung jawab, dan kesadaran untuk melestarikan budaya dan seni warisan bangsa kita. Dalam semangat Sumpah Pemuda, marilah kita bersatu, bangkit dan bertumbuh dalam semangat "satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa.

Salam berbagi, 31.10.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun