Keraguan tentang dunia dalam satu meja
Keraguan (dubium) dalam hal ini mengarahkan saya sendiri kepada keterbukaan pada tanggapan kritis orang lain. Tentu tidak semua orang yang melihat bahwa ungkapan "dunia dalam satu meja" itu menarik.
Dunia dalam satu meja itu bisa saja gampang-gampang susah dalam pemaknaannya, tentu jika tanpa keterbukaan dan kepercayaan satu dengan yang lainnya. Atau juga bisa sangat menimbulkan keraguan karena dalam satu meja bisa menghasilkan kompromi yang tidak sehat.Â
Kompromi karena kepentingan tertentu bisa saja terjadi dalam satu meja. Oleh karena itu, sebagai orang bebas, saya membaca tulisan dari kertas lepas itu dari dua arah.Â
Arah dari sudut pandang positif tentu bukan saja menjadi simbol dari persaudaraan, kebersamaan, perhatian dan solidaritas, tetapi juga terkait dengan globalisasi informasi yang bisa diakses dari satu meja.Â
Sudut pandang yang lain bahwa ke-satu-an itu bisa melahirkan ungkapan "Unter dem Tisch" atau di bawah meja. Ungkapan itu memiliki konotasi negatif bahwa ada sesuatu yang dirahasiakan.
Tidak heran bukan? Tokoh-tokoh politik yang tiba-tiba saja terjerat kamera wartawan, berdua dalam satu meja, padahal biasanya mereka berbeda pandangan politik, gaya dan cara menjadi seorang pemimpin.
Kecurigaan terkait koalisi dan kompromi lainnya melahirkan rasa ingin tahu yang begitu besar dari siapa saja yang melihatnya. Jadi, satu meja bisa juga ganjil lho.Â
Beberapa kesimpulan:
Demikian percikan dua pengalaman berbeda yang membawa saya pada refleksi dua arah tentang arti dan pesan dari dunia dalam satu meja dan juga tentang konotasi angka "satu" sebagai yang ganjil dalam tataran pemahaman matematis.Â
1. Satu yang pasti bahwa rangkaian cerita-cerita itu memberikan pesan bahwa duduk bersama dengan  orang lain membentuk sikap batin untuk belajar menghormati, memberikan perhatian, respek dan hal-hal positif lainnya.