Dari empat aspek di atas jelas terlihat bahwa perempuan sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari tema cinta itu sendiri. Di sana ada hubungannya dengan kekasih, sahabat, tanggung jawab, seksualitas, gairah, emosi, kenikmatan dan hadiah dari Tuhan.
Koeksistensi perempuan di tengah dunia
Paus Fransiskus dengan sangat jelas menekankan dua area dalam keluarga: Keluarga bukan hanya area prokreasi, tetapi juga penerimaan hidup yang tidak lain harus dilihat sebagai hadiah dari Tuhan.
Beberapa aspek khusus terkait perempuan yakni:
a) Perempuan memiliki kemampuan feminin yang istimewa
Pada prinsipnya peran ibu tidak bisa dianggap sepele dalam kaitannya dengan urusan pendidikan dan membesarkan anak. Anak-anak membutuhkan kehadiran ibu terutama di bulan-bulan pertama kehidupan. Hal ini tidak boleh diabaikan dalam setiap kemajuan di bidang kesetaraan profesional bagi perempuan. Karena kemampuan femininnya yang istimewa", perempuan juga memiliki kewajiban (AL 173).
b) Perempuan sebagai pembawa kehidupan manusia baru
Lebih lanjut Paus Fransiskus dengan jelas menegaskan peran perempuan (ibu):
Kenyataannya adalah bahwa perempuan [...] sebagai seorang ibu [berdiri] di hadapan laki-laki, sebagai pembawa kehidupan manusia baru yang diterima dan dikembangkan dalam dirinya dan dibawa ke dunia olehnya." Melemahnya kehadiran ibu dengan kualitas femininnya merupakan ancaman serius bagi bumi kita. (AL 173)
c) Kejeniusan feminim diperlukan bagi masyarakat
Paus Fransiskus memang tidak secara sangat detail menjelaskan tugas khusus perempuan dalam masyarakat, namun yang jelas disebutkan Paus adalah bahwa
kehebatan wanita mencakup semua hak yang muncul dari martabat kemanusiaan mereka yang tidak dapat dicabut, tetapi juga dari kejeniusan feminin mereka, yang sangat diperlukan bagi masyarakat. Kemampuan kewanitaannya yang istimewa - terutama keibuan -- memberikan tugasnya pada saat yang bersamaan, karena menjadi seorang wanita juga termasuk tugas khusus di muka bumi ini yang harus dilindungi dan dipelihara oleh masyarakat demi kebaikan semua." (AL 173).
d) Membesarkan anak-anak, mendampingi, membedakan dan mengintegrasikan kerapuhan
Paus Fransiskus dengan jelas menegaskan hal yang sangat penting ini: Anda (Ayah dan ibu) harus memikirkan hal-hal apa yang ingin Anda tunjukkan kepada anak-anak Anda," kata Paus Fransiskus.Â
Tidak hanya itu, tetapi Paus memberikan juga ruang refleksi kepada perempuan dan laki-laki yang telah mengikat hubungan menjadi suami-istri:Â
"Itulah mengapa tidak dapat dihindari untuk bertanya pada diri sendiri siapa yang mengurus menyediakan kesenangan dan hiburan bagi mereka (anak-anak), siapa yang melihat rumah mereka melalui layar, dan siapa yang ditinggalkan untuk membimbing anak-anak di waktu luang mereka."
Peran perempuan juga berkaitan dengan kondisi kehidupan yang tidak teratur (irregulaeren Lebensverhaeltnissen). Paus menegaskan bahwa sebaiknya mengandalkan perbedaan antara situasi dan belas kasihan, daripada mengandalkan regulasi hukum baru yang bersifat kanonik yang berlaku untuk semua kasus.Â
Hal ini karena norma-norma umum tidak selalu dapat menciptakan keadilan untuk setiap kasus individu dan menggambarkan desakan tunggal pada mereka sebagai yang kecil." (AL 304).
e) Menuntun anak-anak untuk mengalami suasana doa dan terlibat di dalam Ekaristi
Bagian paling akhir yang disoroti Paus Fransiskus dalam surat Apostolik AL adalah tentang pentingnya doa dan Ekaristi. Ya, tentu orang tua dan secara khusus perempuan harus berperan aktif dalam mengajarkan nilai-nilai yang baik seperti doa dan Ekaristi. Paus Fransiskus menyebut doa dan Ekaristi sebagai dua hal yang punya nilai tinggi (AL 318).Â
Menurut Paus Fransiskus, pasangan mencapai titik cinta tertinggi ketika mereka menyadari bahwa mereka bukan milik satu sama lain, tetapi bahwa setiap orang hanya memiliki Allah sebagai Tuhan (AL 320).Â
Demikian beberapa poin catatan tentang bagaimana andil perempuan yang bisa diangkat ke permukaan dari surat Apostolik Amoris laetitia (AL). Tentu tulisan ini tidak lebih lengkap dari surat Apostolik itu sendiri.Â
Tidak ada yang lebih istimewa dari tulisan ini selain berusaha merinci kembali gagasan-gagasan Paus Fransiskus di dalam surat Apostolik itu dengan berusaha mempertegas hubungan tema antara kegembiraan cinta dengan perempuan dan juga perkembangan zaman kita saat ini.
Perempuan tentu punya dimensi misteri yang tidak pernah selesai untuk direfleksikan kapan saja. Oleh karena itu, hidup dalam gairah spiritual Effata" barangkali menjadi langkah dan kemungkinan yang tepat untuk terus membuka kenyataan yang bisa dihubungkan dengan tema-tema pewartaan dalam konteks Gereja.
Catatan: Tulisan ini secara khusus untuk umat kristen Katolik
Salam berbagi, ino, 21.10.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H