Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kebun Kecil, Daya Gunanya Besar dan Percikan Pesan untuk Pendidikan di Tengah Krisis

22 Juli 2021   15:24 Diperbarui: 28 Juli 2021   21:30 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis adalah fase baru yang menantang orang untuk berkembang menjadi lebih baik lagi. Kreativitas, keberanian, ketekunan dan kesabaran adalah kata benda yang perlu berdiri dengan bersamaan dengan kata "menjadi", menjadi kreatif...."

Pengantar

Zona nyaman seseorang tidak menjadi alasan baginya untuk melupakan begitu saja pengalaman-pengalaman masa lalu. Justru jarak dengan masa lalu itu ternyata baik dalam kaitan dengan usaha melihat kembali secara jernih arti dari serpihan kisah tempo dulu. 

Kisah kecil yang selalu saja terkenang kembali adalah cerita tentang masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) antara kesulitan ekonomi dan kreatifitas anak dari latar ekonomi biasa-biasa dengan semangat juang untuk mandiri tanpa mengeluh pada orang tua. 

Tantangan itulah yang memotivasi saya pada tahun 1992-1995 punya kreatifitas kecil. Tahun pasca gempa 12 Desember 1992 bagi seluruh masyarakat Flores adalah tahun-tahun yang sulit. 

Tsunami telah mengobrak abrik semuanya, mulai dari rumah, ternak, tanaman, dan lain sebagainya. Sayang sekali situasi sulit itu, namun tuntutan terkait keuangan sekolah tidak kenal bencana dan solidaritas, ya semuanya harus tetap berjalan seakan-akan tidak ada bencana. 

Pikiranku waktu itu terombang ambing, apakah harus berhenti sekolah karena sulitnya situasi orang tua waktu itu. Masih adakah cara lain yang bisa saya coba untuk mengatasi kesulitan saat itu? 

Suatu waktu ada diskusi kecil setelah makan siang dengan kakak sepupu yang adalah seorang guru. Diskusi untuk menemukan solusi praktis keluar dari situasi terpuruk saat krisis Tsunami 1992.

Saya tinggal pada sebuah rumah sederhana berdinding pelupu yang terbuat dari bambu. Rumah sederhana itu ternyata punya halaman yang luas nya kurang lebih 10 x 20 meter persegi. 

Pada area kecil itulah saya berjuang mengadu nasib, ingin mengubah nasib dan tidak mau tenggelam dalam penyesalan semata tentang nasib, tanpa usaha-usaha konkret. 

Beberapa tahap pembuatan kebun kecil itu yakni:

1. Mencangkul, menghaluskan tanah dan membagi petak

Seusai jam sekolah, sore-sore saya meminjam cangkul tetangga untuk membongkar tanah di pekarangan rumah itu. Tanah yang sudah dicangkul dihancurkan hingga lebih halus. Kemudian, saya membuat bedeng-bedeng kecil berukuran 1 x 2 meter dengan lorong-lorong kecil. 

Fungsi dari lorong-lorong kecil itu lebih sebagai jalur jalan untuk menyiram setiap pagi dan sore tanaman sayur nantinya. Jalur jalan selebar 30 cm. 

2. Membangun pagar kecil dengan tanaman batang singkong

Membuat pagar dengan batang singkong setinggi setengah meter agar ternak peliharaan seperti ayam dan binatang lainnya tidak memasuki area kebun kecil itu.

Pagar dengan menggunakan batang singkong bukan sekedar asal pagar, tetapi sudah dengan perhitungan bahwa area pagar pun bisa menjadi lahan yang bisa dimanfaatkan.

Batang singkong sebagai pagar itu akhirnya berguna juga lebih daunya bisa menjadi sayuran dan umbinya bisa dimakan. Namun oleh karena ditanam begitu rapat, maka peluang untuk menghasilkan umbi menjadi sangat sedikit.

Di antara tanaman batang singkong sebagai pagar diselingi juga dengan beberapa dahan bambu yang tampak rindang dan sangat fleksibel bisa diatur ke segala arah.

Waktu itu saya sangat mudah mendapatkan dahan-dahan kecil bambu itu. Dahan-dahan kering kering di tanam di antara batang singkong berjarak satu meter.

Maksud dari tambahan dahan bambu itu adalah untuk jenis kacang panjang dan pare. Kacang dan pare memang sangat cocok dengan jenis dahan yang rindang sebagai alat bantu, sehingga meranggas luas dan menghasilkan buah.

3. Arena petak tanah yang siap ditanam itu disirami kotoran kambing

Saya tidak tahu dalam kotoran kambing itu ada kandungan zat apa, namun terbukti dari pengalaman bahwa kotoran kambing itu sangat efektif menyuburkan tanah.

Namun, jangan salah. Kotoran kambing bukan yang baru, tetapi yang sudah sedikit lebih lama dan sudah dihancurkan  itu jauh lebih subur dan baik. 

Karena itu, kotoran kambing yang masih baru dikumpulkan dan dijemur kemudian dihancurkan hingga menjadi lebih halus, selanjutnya baru di siram pada area tanah yang sudah dihaluskan.

Dengan bantuan kotoran kambing, tanah itu menjadi begitu subur. Ya, sampai heran juga sih bahwa dengan bantuan kotoran kambing, tanaman sawi bunga itu bertumbuh sangat cepat dan segar.

Cara praktis seperti itu paling saya sukai karena tidak perlu mengeluarkan biaya sedikitpun. Namun sebaliknya saya bisa mendapat uang dengan begitu cepat.

Sawi bunga hanya dalam waktu dua minggu sudah bisa dijual dan saya masih ingat sayur tanamanku tidak pernah dijual jauh-jauh karena ada banyak sekali tetangga yang datang membeli di tempat.

4. Menyiapkan area pembibitan sawi bunga

Area pembibitan merupakan area utama yang sudah disiapkan lebih dulu sebelum proses selanjutnya bibit sayur sawi bunga, terong dan lombok ditanam pada area yang sudah siap. 

Area untuk pembibitan dibuat sedikit lebih tinggi sekitar satu meter dari permukaan tanah, dengan maksud agar terbebaskan dari gangguan ternak lainnya.

Tanah untuk pembibitan sebetulnya dibuat dengan cara yang sama, ya dengan campuran kotoran kambing yang sudah kering dan dihaluskan.

Kemandirian dan pendidikan

Bagi saya pada waktu itu memang tidak ada yang lebih penting selain bisa mendapatkan uang untuk membiayai sekolah sendiri pada saat orangtua dalam krisis keuangan.

Prinsip saya pada waktu itu adalah krisis boleh saja ada dan dibicarakan orang, namun saya harus bisa keluar dan membebaskan diri dari krisis.

Berjuang untuk menang dari terpaan krisis melalui cara-cara praktis yang berdaya guna dan efektif menghasilkan uang bagi saya merupakan langkah yang bijaksana.

Sejujurnya dari dalam hati saya ada protes yang membara, jika atas nama krisis dan bencana pendidikan saya harus terhenti. Hal itu yang benar-benar saya hindari atau saya atasi supaya tidak terjadi.

Dalam perjalanan waktu, kesadaran tentang kebun kecil yang berdaya guna besar itu menginspirasi saya bahwa ternyata peluang dan kesempatan untuk selamat dari krisis itu sangat tergantung pada kreativitas pribadi, ketekunan dan keterampilan seseorang.

Krisis tidak akan pernah teratasi, jika orang tidak pernah ada langkah kecil dengan tujuan untuk memperoleh kemandirian. Krisis tidak akan pernah selesai hanya dengan cara menunggu dan berharap tanpa ada usaha-usaha praktis yang kreatif.

Pokoknya, pada usia remaja kecil sebagai siswa SMP bisa punya uang yang cukup untuk biaya sekolah sendiri. Oh puasnya, benar-benar puas bahwa bisa mencari uang pada waktu itu untuk membiayai sendiri hidup dan kebutuhan pendidikan.

Kebun kecil, sebagai alternatif memperkuat ekonomi rumah tangga di tengah krisis covid19

Serpihan pengalaman masa lalu itu rupanya bisa saja sangat relevan untuk konteks krisis saat ini. Jika PPKM tetap berlaku dan diperpanjang, apa solusinya agar ekonomi tidak terpuruk?

Ya, tentu tidak mudah bisa menjawab pertanyaan ini. Sangat bersyukur hanya pada orang yang memiliki rumah disertai dengan pekarangan yang cukup untuk kebun kecil atau kebun rumah.

Atau bahkan orang tidak boleh kehilangan akal untuk berpikir bagaimana roda dapur rumah tangga supaya tetap berjalan dengan baik. Mungkin tidak harus selalu orang membutuhkan lahan kecil, tetapi bisa saja dengan tanaman pot yang bisa ditempatkan di teras dan balkon rumah masing-masing.

Nah, intinya kembali lagi kepada bagaimana kreatifitas kita di masa krisis ini. Sebetulnya, bagi orang kreatif, krisis itu bisa saja menjadi satu fase baru kepada perubahan yang lebih baik lagi, di mana ia bisa menemukan hal-hal baru untuk hidup dan keluarganya.

Penutup

Demikian ulasan terkait kebun kecil yang punya daya guna besar. Daya guna besar, bukan semata-mata soal sebagai remaja kecil berjuang untuk hidupnya sendiri, tetapi berjuang di tengah krisis agar pendidikan tetap berjalan. 

Tanpa ada semangat itu, saya yakin bahwa tidak mungkin bisa menulis di Kompasiana ini. Saya bisa berbagi justru karena serpihan pengalaman masa lalu yang coba saya baca kembali dan menarik nilai dan pesannya untuk diri sendiri dan mungkin untuk orang lain juga. Saat ini saya merasakan betapa kebun kecil itu telah menolong saya selama tiga tahun sebagai remaja kecil, hingga saat ini saya bisa hidup di Jerman. Sebuah rentetan kisah hidup yang tidak bisa saya lupakan dan sepelekan, bahwa krisis itu telah menghantar saya untuk mengenal solusi-solusi kreatif.

Salam berbagi, ino, 22.07.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun