Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada 4 Pertimbangan, Mengapa Distribusi Obat pada Saat Pandemi Covid-19 Ini Perlu Tetap Lancar

15 Juli 2021   18:42 Diperbarui: 15 Juli 2021   18:50 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen dari https://www.halodoc.com

Mungkin dalam urusan lainnya masih ada banyak lagi, namun yang jelas-jelas dilihat dan dirasakan tetap harus berjalan adalah empat hal di atas.

2. Distribusi obat-obatan harus masuk dalam skala prioritas semua jasa pelayanan sosial di saat pandemi ini

Berita yang dirilis Kompas.com hari ini, secara jelas dikatakan bahwa pemerintah akan mulai mendistribusikan obat-obat gratis untuk pasien Covid-19 yang sedang berada dalam situasi isolasi mandiri. (Bdk. Fitria Chusna Farisa dan Editor Bayu Galih, Kompas.com, 15/07/2021).

Namun, anehnya kemacetan dalam proses pendistribusian obat-obat sudah mulai ditemukan. Benar-benar menyedihkan dan memprihatinkan saat mendengar curahan hati masyarakat pagi ini, "Di kota obat-obatan ditimbun oleh orang kaya, di pelosok ditahan jasa pengiriman." (R.M., 15/07.2021)

Kendala macet dalam proses distribusi itu tentu merupakan satu hal yang bisa saja dialami bukan saja di NTT, tetapi di tempat lain. meskipun demikian orang tidak boleh lupa bahwa Presiden Jokowi sendiri sudah mengingatkan bahwa "Paket obat gratis covid-19 tidak boleh diperjual belikan." (Kompas.com, 15/07/2021).

Peringatan-peringatan seperti itu semestinya dihargai dan ditindaklanjuti, bukan diam-diam mencari celah untuk kepentingan yang lainnya lagi.

3. Perlu mempertimbangkan fenomena tragis munculnya cara berpikir ini: Menuai rezeki di tengah bencana, pantaskah itu?

Sungguh sangat memprihatinkan, jika sebagian orang masih begitu egois sampai tega-teganya melihat suasana krisis covid-19 ini sebagai peluang usaha untuk meraup keuntungan yang berlimpah.

Simpang siur informasi beredar di masyarakat, ada yang melayani vaksin gratis, sementara itu ada pula yang beredar berita tentang penetapan harga pembelian vaksin.

dokumen dari https://www.halodoc.com
dokumen dari https://www.halodoc.com
Pertanyaannya apakah dalam keadaan krisis seperti saat ini, masyarakat di desa-desa tertinggal bisa membelinya. Kalau untuk satu anggota keluarga saya yakin masih bisa dijangkau, tetapi bagaimana dengan anggota keluarga seperti 5 orang, ya sebesar Rp. 4. 395.700, syukur kalau saja cuma 5 orang anggota keluarganya, tetapi kalau lebih dari itu, ya bagaimana beban masyarakat desa tertinggal?

Pasar yang menjadi sumber mengadu nasib untuk bertahan hidup sudah ditutup, ya bagaimana mereka bisa membeli vaksin semahal itu? 

Tentu, kebijakan seperti yang dibuat oleh Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Belitung Timur, Ida Lismawati tergolong penting sebagai rujukan bagi Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten lainnya yang berani mengalokasikan 8 persen anggaran Dana Desa untuk 39 Desa, yang harus dipakai untuk penanganan Covid-19. (bdk. belitungtimurkab.go.id).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun