Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Orang Kritis di Indonesia Perlu Lebih Bijaksana?

8 Juli 2021   17:40 Diperbarui: 10 Juli 2021   10:15 1343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritisi segala sesuatu dengan bijak tanpa melecehkan kepribadiannya.

Orang-orang yang berpikir kritis di Indonesia memang seharusnya bijaksana dalam cara mengkritisi sesuatu. Menjadi kritis dan bijaksana tentu merupakan dua hal yang berbeda yang idealnya harus ada bersama.

Meskipun demikian, menjadi kritis dan bijaksana itu selalu ada hubungannya dengan memberikan kritik. Titik tolak pengalaman pribadi mengajarkan saya bahwa berpikir kritis itu boleh-boleh saja asalkan harus bijaksana, apalagi di Indonesia. 

Kenapa sangkut pautnya dengan Indonesia? Nah, tentu saya berangkat lagi dari pengalaman lain yang sekurang-kurangnya memberanikan saya mengatakan bahwa menjadi orang kritis di Indonesia itu harus hitung-hitung.

Ada beberapa alasan mengapa menjadi orang kritis di Indonesia itu perlu bijaksana:

1. Ada anggapan bahwa orang kritis di Indonesia dianggap sebagai orang yang arogan

Rujukan pengalaman pribadi menunjukkan seperti itu, bahwa orang kritis lebih sering menjadi objek cacian dari kebanyakan orang lainnya. 

Pada prinsipnya orang butuh kehadiran orang kritis; namun anehnya hal seperti itu hanya bisa diterima kalau yang menjadi orang kritis itu adalah saya sendiri dan bukan oleh orang lain. 

Mensahkan diri sendiri itu paling gampang, ketimbang belajar mengakui bahwa orang lain juga bisa menjadi orang kritis yang bijaksana.

Ketidaksanggupan menerima potensi orang lain itulah sebenarnya yang menjadi sebab dari mengapa orang kritis sering dianggap sebagai orang yang arogan.

Padahal, seseorang itu menjadi kritis tidak dalam semua hal, dan tidak dalam semua waktu dan ruang. Sekalipun demikian, pihak yang dikritisi sering menanggapi orang yang mengkritisinya sebagai lawan atau bahkan orang yang harus diwaspadai.

2. Orang kritis itu dianggap tidak tahu menghargai orang lain

Ada juga anggapan lain, selain bahwa orang itu arogan, orang kritis dianggap juga sebagai orang yang tidak tahu menghargai orang lain. 

Menjadi kritis umumnya tampak dalam cara menilai sesuatu dan memberikan tanggapan tentang sesuatu. Di dalam cara menilai dan memberikan tanggapan itu ada pula isi pesan dan tutur kata yang digunakan.

Semakin seseorang mengungkapkan realitas yang dimiliki oleh pihak yang dikritisi, sebenarnya semakin tidak disukai oleh pihak yang dikritisi. Namun, jangan lupa umumnya banyak orang juga melihat hal yang sama, cuma mereka tidak berani mengatakan itu.

Nah, saya belajar dari pengalaman itu bahwa bahwa orang-orang yang dikritisi punya kemampuan menerima kritik yang sangat terbatas, bahkan mereka juga adalah orang kritis yang berusaha sedemikian jelas membedakan mana sasaran yang dikritisi.

Ketidakjelasan tentang substansi yang dikritisi akhirnya disalah tafsir seakan-akan bukan hal yang sedang terjadi, tetapi lebih ke pribadi seseorang.

Orang-orang kritis rupanya masih sering gagal, karena mereka tidak saja berusaha sekritis mungkin mengkaji hal yang aneh di mata mereka, tetapi juga termasuk kepribadian atau subjeknya. 

Bagaimana memisahkan antara hasil kerja dan kepribadian seseorang dan bagaimana saya harus bicara semata-mata tentang apa yang seseorang lakukan dan bukan tentang dirinya?

Rupanya kemampuan itu masih terlalu jauh untuk dicapai dan tidak terlalu mudah untuk dimiliki. Dalam kesadaran itulah orang perlu belajar mengkritisi sesuatu melalui pendekatan-pendekatan yang lebih elegan tanpa membuat orang lain malu dan direndahkan.

3. Orang kritis selalu punya alasan untuk menilai, orang yang dikritisi selalu punya cara untuk menghakimi

Kegagalan dalam menemukan pendekatan (Approach) yang elegan dan menghormati orang lain, hanya akan memperpanjang rusaknya personal Brand orang-orang kritis.

Di dunia ini masih ada banyak sekali kesalahan-kesalahan besar yang belum dikritisi, namun mengapa kesalahan kecil harus dijadikan mega serangan untuk menyudutkan seseorang?

Saya pernah bergulat dengan keadaan seperti itu, hingga sampai pada suatu titik kesadaran bahwa andaikan orang yang saya anggap salah itu adalah saudara kandungku.

Maka, saya akan berusaha sedemikian rupa dengan cara yang sopan dan ramah mengajaknya berbicara untuk menyelesaikan persoalan, daripada harus menghakiminya di publik media.

Pendirian keras saya pun runtuh, kemudian muncul kesadaran baru; betapa sulitnya melihat orang lain yang salah itu sebagai saudaraku sendiri atau seperti diriku yang pernah menjadi orang di pisah yang salah. Nobody is perfect.

Kritis dan mengkritisi selalu menciptakan polemik panjang, kadang indah jika kesadaran dan fokus pada substansi yang benar tanpa melecehkan orang lain, namun tidak menarik jika tujuannya bergeser tanpa seseorang menyadarinya.

Siapakah sesamaku? Menilai dan menghakimi tidak akan pernah menyelesaikan persoalan, tetapi mengubah diri sendiri dengan kesadaran yang tidak merendahkan orang lain, bahkan memperlakukannya layaknya diriku sendiri, tentu punya dampak beda dalam semua hal.

4. Mengkritisi tidak dengan bijaksana berarti melukai perasaan dan hati orang lain

Kepuasan batin setiap orang tentu punya grad atau derajat yang berbeda-beda dari segi kualitas dan efektivitasnya. Kadang kepuasan batin seseorang diperoleh karena bisa mengkritik atasannya, namun ada juga kepuasan batin karena seseorang menemukan cara yang tepat dan elegan, sehingga kritik maupun cara dia mengkritisi sesuatu diterima dengan baik.

Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa jika seseorang mengkritisi tidak dengan cara, tempat, waktu dan kata-kata yang tepat atau secara bijaksana, maka sudah tentu akan melukai perasaan dan hati orang lain.

Pengalaman membuktikan bahwa mengkritisi dan memberikan kritik kepada orang lain di Indonesia dan di Jerman misalnya ada bedanya.

Saya tidak membanggakan sisi mental orang-orang yang hidup bersama dan yang saya jumpai di Eropa, tetapi ada kenyataan lain, yang masih jauh dari mental dan kemampuan teman-teman dan orang-orang yang saya kenal di Indonesia, terutama diri saya sendiri.

Perbedaan cara menanggapi kritik dan cara setiap orang mengkritisi sesuatu bagi saya merupakan hal lain yang selalu saya perjuangkan untuk dimiliki.

Sesuatu yang menarik saya temukan ketika tinggal dalam suatu suasana internasional adalah bahwa orang tidak terbawa emosi dan dendam, tetapi berprinsip bahwa yang berbeda dari kita itu cuma pikiran dan gagasan, tetapi kita punya visi kemanusiaan yang sama.

Karena itu, berjuang untuk memisahkan dengan tegas mana itu perbedaan gagasan dan mana itu diri pribadi seseorang yang tetap dihormati tentu membutuhkan kemampuan discernment yang kuat.

Kemudahan dalam menggunakan media sosial pada satu sisi, sekaligus merupakan kemudahan dalam menutup kemungkinan untuk masuk ke dalam ruang dialog pribadi

Sebagian orang pada saat ini telah menggunakan media sosial khususnya sebagai  "teman curhat terbaik." Teman curhat terbaik dalam arti bahwa orang bisa mengatakan apa saja, bisa menulis apa saja pada wajahnya tentang diri sendiri dan juga tentang orang lain, baik itu terkait hal yang benar, maupun terkait hal-hal yang direkayasa.

Bahkan tidak jarang letupan kebebasan menggunakan media sosial saat ini menimbulkan persoalan dalam hubungan dengan kualitas informasi dan objektivitasnya. 

Tidak jarang media sosial digunakan hanya karena ketidaksanggupan untuk menemukan satu ruang dialog pribadi secara langsung. Dunia krypto atau yang tersembunyi, bahkan kepalsuan menjadi semakin meluas ketika kemampuan manusia untuk mengkritik diri sendiri dan juga keterbukaan pada kritik orang lain semakin sempit.

Bagaimanapun juga keterbukaan pada cara orang lain mengkritisi sesuatu tetap dibutuhkan, dengan harapan bahwa setiap orang yang bisa mengkritisi sesuatu perlu melakukannya secara bijak dan bertanggung jawab, tanpa melecehkan kepribadian seseorang.

Demikian beberapa pokok pikiran terkait mengapa orang kritis di Indonesia itu perlu lebih bijak agar personal Brand tetap diakui dan tidak menjadi seperti musuh di dalam selimut. Tentu, banyak sekali orang yang punya sudut pandang berbeda terkait cara mengkritisi dan memberikan kritik. Hal yang penting adalah kemampuan untuk membedakan sasaran dan cara mengkritisi sesuatu. Orangnya tetap diterima, pikirannya perlu dikritisi. Perubahan dan kemajuan mungkin itu adalah cita-cita bersama kita. Kita semua adalah saudara.

Salam berbagi, ino, 8.7.2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun