Di dunia ini masih ada banyak sekali kesalahan-kesalahan besar yang belum dikritisi, namun mengapa kesalahan kecil harus dijadikan mega serangan untuk menyudutkan seseorang?
Saya pernah bergulat dengan keadaan seperti itu, hingga sampai pada suatu titik kesadaran bahwa andaikan orang yang saya anggap salah itu adalah saudara kandungku.
Maka, saya akan berusaha sedemikian rupa dengan cara yang sopan dan ramah mengajaknya berbicara untuk menyelesaikan persoalan, daripada harus menghakiminya di publik media.
Pendirian keras saya pun runtuh, kemudian muncul kesadaran baru; betapa sulitnya melihat orang lain yang salah itu sebagai saudaraku sendiri atau seperti diriku yang pernah menjadi orang di pisah yang salah. Nobody is perfect.
Kritis dan mengkritisi selalu menciptakan polemik panjang, kadang indah jika kesadaran dan fokus pada substansi yang benar tanpa melecehkan orang lain, namun tidak menarik jika tujuannya bergeser tanpa seseorang menyadarinya.
Siapakah sesamaku? Menilai dan menghakimi tidak akan pernah menyelesaikan persoalan, tetapi mengubah diri sendiri dengan kesadaran yang tidak merendahkan orang lain, bahkan memperlakukannya layaknya diriku sendiri, tentu punya dampak beda dalam semua hal.
4. Mengkritisi tidak dengan bijaksana berarti melukai perasaan dan hati orang lain
Kepuasan batin setiap orang tentu punya grad atau derajat yang berbeda-beda dari segi kualitas dan efektivitasnya. Kadang kepuasan batin seseorang diperoleh karena bisa mengkritik atasannya, namun ada juga kepuasan batin karena seseorang menemukan cara yang tepat dan elegan, sehingga kritik maupun cara dia mengkritisi sesuatu diterima dengan baik.
Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa jika seseorang mengkritisi tidak dengan cara, tempat, waktu dan kata-kata yang tepat atau secara bijaksana, maka sudah tentu akan melukai perasaan dan hati orang lain.
Pengalaman membuktikan bahwa mengkritisi dan memberikan kritik kepada orang lain di Indonesia dan di Jerman misalnya ada bedanya.
Saya tidak membanggakan sisi mental orang-orang yang hidup bersama dan yang saya jumpai di Eropa, tetapi ada kenyataan lain, yang masih jauh dari mental dan kemampuan teman-teman dan orang-orang yang saya kenal di Indonesia, terutama diri saya sendiri.