Bahkan mungkin hubungan sehari-hari keduanya jauh lebih rukun dibanding orang Indonesia sendiri. Coba hitung berapa kasus bom bunuh diri, berapa kasus bom gereja, berapa kasus penyerangan kepada pos-pos keamanan di seluruh daerah di Indonesia.
Saya kira sebagian besar orang Indonesia tidak melihat itu sebagai persoalan agama, tetapi soal salah paham sehingga masuk kedalam ranah radikalisme. Orang sampai tidak bisa bedakan lagi mana ajaran agama yang benar, yang menjunjung nilai-nilai kehidupan dirinya dan orang lain.
Kalau toh di tanah air masih begitu parahnya, mengapa kita repot dan sewot dengan hubungan orang lain dalam hal ini Israel dan Palestina. Kalau saya lebih melihat itu persoalan rumah tangga mereka yang berdampak pada kemanusiaan.
Solidaritas apa pun dari kita, mungkin hanya tepat kalau ditempatkan dalam ranah kemanusiaan dan perlu ditegaskan bukan terkait agama. Nah, rupanya persoalan salah paham dan salah tafsir ini semakin merebak ke mana-mana.
Meskipun ini sebatas pengamatan pribadi, akan tetapi saya pikir sangat penting jika kita bertanya cara apa yang bijak dari kita untuk menanggapi terkait hubungan Israel dan Palestina saat ini.
Ada 3 langkah bijak:
1. Opini yang mencerdaskan cara pandang
Opini seperti apa yang mencerdaskan cara pandang masyarakat Indonesia saat ini, khususnya agar tidak mudah terprovokasi situasi. Saya kira opini tentang kepedulian pada persoalan kemanusiaan di sana.
Kita solider terkait kemanusiaan umumnya dan bukan karena kelompok tertentu. Karena itu, penting terkait hubungan Israel dan Palestina adalah opini tentang nilai-nilai kemanusiaan, persaudaraan universal dan tentang perdamaian.
Selain dari opini tentang kemanusiaan, persaudaraan dan perdamaian, saya tidak terlalu yakin bahwa akan menyelesaikan dan memulihkan kembali hubungan antara keduanya.
Lagipula, kita tidak mungkin bisa pergi ke sana, makanya langkah bijak adalah kita bicara dan berharap tentang persaudaraan dan perdamaian, agar bias keretakan hubungan keduanya tidak merebak ke mana-mana.