Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Gara-Gara Guru, Aku Suka Buku Malin Kundang dengan 3 Alasan Ini

16 Mei 2021   14:38 Diperbarui: 18 Mei 2021   03:22 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari: Penerbit Little Serambi via tokopedia.com

Jangan berhenti membaca, jika Anda ingin  tahu pesan-pesan baru tentang kehidupan.

Cerita tentang Malin Kundang mungkin menjadi cerita favorit  pada tahun 80-an. Sekurang-kurangnya dari pengalaman saya ketika itu, saya dan teman-teman lainnya Geng SD rebutan pinjam buku Malin Kundang. 

Setelah mendengar ringkasan cerita guru saya di kelas pada jam "bersenan," istilah yang yang dipakai ketika itu untuk saat istirahat. Kami antrian di ruang perpustakaan untuk pinjam buku. 

Buku terlaris yang jadi rebutan kami adalah buku Malin Kundang. Mengapa buku itu saya suka dan juga jadi rebutan teman-teman:

1. Gara-Gara Guru punya metode yang menarik 

Untuk konsumsi anak-anak sebenarnya pada tingkat awal belajar membaca, tetap tidak mudah untuk bisa membaca banyak, apalagi sambil menyimak pesan-pesannya. 

Membaca dan sekedar membaca itu lebih mudah bagi anak-anak, daripada membaca sambil menangkap pesannya. Itulah alasannya mengapa guru sungguh berperan dalam dunia pendidikan. 

Guru bisa mengubah kebiasaan anak yang hanya membaca kepada membaca sambil menangkap pesannya. Tapi cara seperti itu, bukan cara pertama. 

Cara pertama yang dilakukan guru saya pada waktu itu adalah membawa buku cerita itu ke kelas, lalu bercerita tentang isi buku itu dengan menarik. 

Seperti apa cara yang menarik itu? Guru saya dulu  mula-mula bercerita dengan bahasa yang sederhana, lalu menggunakan contoh-contoh yang nyata sehari-hari. Saya masih ingat, pernah kami sekelas menangis gara-gara guru bercerita tentang Malin Kundang. 

Tangisan itu pecah karena kami merasa bahwa cerita itu begitu masuk ke dalam lubuk hati dan begitu nyata dengan situasi kehidupan. Kami menangis karena takut menjadi Malin Kundang. 

Gara-gara guru, saya dan teman-teman suka buku Malin Kundang. Guru saya itu cuma mengatakan begini pada akhir pelajaran, "Kalian perlu baca sendiri buku Malin Kundang, biar tahu seluruhnya cerita itu dan kalian tidak akan menjadi Malin Kundang," kata bapak guru saya alm. Hendrikus Meke. 

Kata-kata itulah yang saya rasakan seperti kompor gas membakar rasa dan rindu seakan ada janji siapa yang membaca buku Malin Kundang, dia tidak akan menjadi Malin Kundang. 

2. Buku itu berisikan pesan protes terhadap perantau yang tidak pulang kampung

Lukisan kehidupan tentang masyarakat NTT masih belum lepas dari konteks perantauan. Pilihan perantauan yang paling populer adalah Malaysia. Saya punya saudara kandung 2 orang yang pernah merantau di Malaysia. 

Sangat masuk akal, kalau buku Malin Kundang dibaca pada situasi ketika saudara kandung sedang di tanah perantauan. Cerita Malin Kundang meninggalkan pesan yang sangat mendalam di dalam kalbu.

Sebagai anak kecil ketika itu, cuma bisa punya rasa takut dan aliran doa sunyi dalam hati, semoga kakak-kakak saya tidak menjadi seperti Malin Kundang.

Mengapa takut? Tidak sedikit sebagai anak-anak pada saat itu mendengar bahwa perantau yang tidak pernah bersurat dan mengirim uang, bahkan sudah pasti tidak pulang karena punya istri di sana.

Cerita yang lebih menakutkan lagi adalah perantau-perantau itu meninggal di Malaysia dan tidak bisa dibawa pulang ke Indonesia. Sejuta cerita menyayat hati anak-anak Flores ketika itu menjadi semacam buah simalakama.

Tidak pergi merantau, ya bagaimana bisa membiayai sekolah anak-anak atau adik dan bagaimana bisa hidup? Dibiarkan pergi, nah bertemu seribu godaan saat punya uang.

Terasa perantau kaya mendadak, namun juga miskin mendadak karena mental yang tidak siap saat punya banyak uang. Sebagian lupa orang tua, lupa istri dan anak, bahkan lupa pulang.

Meskipun demikian, ada banyak juga yang luar biasa. Dari rahim perantauan itu, mereka bisa punya anak-anak sarjana dan punya penghidupan lebih baik dan layak sampai sekarang.

3. Buku bacaan yang mudah dipahami dengan pesan moral sejak dini

Keuntungan dari membaca buku Malin Kundang sejak Sekolah Dasar adalah bahwa pada saat itu masih anak-anak. Anak-anak sebenarnya tidak punya siapa-siapa.

Tingkat ketergantungan pada orang tua sudah pasti 100 persen, entah seperti apa kondisi orang tua itu sendiri. Oleh karena itu, ketika sikap tidak hormat seperti "menendang ibu" dibahas, maka sikap yang langsung dimengerti oleh anak-anak termasuk saya pada saat itu tidak lain sebagai satu sikap yang sangat tidak pantas.

Rasa kasih sayang pada orang tua adalah harga mati. Demikian pula, cerita yang sungguh tidak enak ketika mendengar bahwa anak-anak tidak menghormati ibu atau bapaknya atau bahkan berlaku kasar pada orang tua mereka.

Itu pemahaman sederhana yang bisa ditangkap oleh anak-anak dan menjadikan buku Malin Kundang itu benar-benar disukai di sekolah kami. Hormat kepada orang tua bukan saja pesan moral umumnya, tetapi juga pesan agama dan pesan sehari-hari di rumah.

Pesan penting itulah yang berhasil ditampilkan dan disampaikan melalui buku Malin Kundang. Tidak heran pesan sederhana itu tetap membekas dan diingat sampai saat sekarang.

Saya kira, saya bukan satu-satunya yang tetap ingat pesan dari cerita Malin Kundang. Meskipun demikian, saya perlu mengatakan bahwa buku Malin Kundang adalah buku terbaik dalam menyampaikan pesan hormat kepada orang tua.

Karena itu, saya ingin menggarisbawahi 3 pesan ini:

1. Sangat dianjurkan bahwa di sekolah, anak-anak perlu diberikan penjelasan terkait garis besar cerita Malin Kundang dan sebaiknya anak-anak dianjurkan untuk membaca buku itu. Tentu berlaku juga untuk buku-buku cerita lainnya yang bermanfaat untuk pendidikan anak.

2. Guru-guru perlu menyadari kembali peran pentingnya dalam memotivasi minat baca anak-anak. Guru-guru itu adalah penggerak yang bisa dari gara-gara guru mengubah anak-anak menjadi santun dan bermoral.

3. Buku apa saja yang dibaca pasti punya pesan. Nah, tugas kita semua adalah menghubungkan pesan buku dengan dunia kehidupan anak-anak dengan sajian pesan konkret yang humanis, penuh toleransi dan hormat menghormati.

Demikian beberapa ulasan kecil dari percikan kenangan masa kecil terkait buku kesukaan  saya Malin Kundang. Pilihan yang menjadikan  buku  "Malin Kundang" sebagai buku kesukaan pada masa kecil, ternyata punya 3 alasan dan telah melahirkan 3 pesan lagi untuk generasi sekarang.

Salam berbagi, ino, 16.05.2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun