Fenomena kematian babi hutan atau fenomena kematian babi di beberapa daerah di Indonesia itu perlu dikaji lebih jauh lagi. Alangkah baiknya, jika pihak PHDI serius menangani kematian babi-babi itu dan berusaha mengungkapan penyebab kematian babi-babi itu.Â
Lebih dari itu, tentu perlu diperhitungkan hal-hal berikut ini:
1. Perlu diadakan pengadaan sampel untuk mencari tahu sebab kematian babi-babi di beberapa daerah di Indonesia.
2. Pengadaan vaksin untuk binatang-binatang ternak mungkin perlu dipikirkan meskipun prioritas saat ini adalah vaksin untuk manusia.
3. Pihak pemerintah desa mungkin perlu bekerja sama dengan museum wisata terkait penangkapan piton, agar piton-piton yang ditangkap masyarakat itu tidak dibunuh tetapi dilindungi oleh pihak museum wisata seperti taman wisata Jatim Park 2 Batu Malang.Â
4. Kerja sama untuk kelestarian alam dan lingkungan hidup mesti menjadi tanggung jawab bersama semua pihak.Â
Saya sungguh terinspirasi oleh karena pernah mengunjungi museum serangga (Spinen)di kota Frankfurt. Serangga-serangga itu sebetulnya cuma sedikit yang berasal dari Jerman, tetapi sebagian besar berasal dari Afrika dan Asia.
Nah, ternyata ketika dikumpulkan pada suatu tempat dan dijelaskan dengan nama dan ceritanya, maka serangga-serangga itu menjadi objek wisata yang dikunjungi ribuan orang.
Demikian juga, tentu berguna untuk kelestarian lingkungan alam kita, jika anak bangsa bisa punya gagasan seperti itu. Mungkinkah ke depan di setiap Provinsi ada museum dan kebun binatang, selain taman wisata yang terkenal saat ini?Â
Penelitian-penelitian terkait jenis binatang yang hidup di hutan, bisa saja menjadi riset yang berguna. Saya yakin bahwa di pedalaman hutan lindung di seluruh Indonesia masih ada begitu banyak jenis binatang yang hidup di sana.
Demikian, beberapa ulasan tentang fenomena kematian babi di beberapa daerah di Indonesia dan percikan gagasan untuk kedepannya dengan visi ekologis untuk kelestarian lingkungan alam, tumbuhan dan hewan yang hidup di tanah air dan bangsa kita.