Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

4 Solusi untuk Wajah Paradoks Pengguna Media Sosial: Antara Marah dan Ramah

6 Mei 2021   12:37 Diperbarui: 7 Mei 2021   14:21 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi untuk wajah paradoks pengguna media sosial diambil dari: artsper.com

Persoalan yang terjadi terkait dengan anggota, umumnya terlihat ramah dalam pemberitaan bahkan kadang disembunyikan meskipun sungguh layak dan pantas untuk diberitakan.

Coba seandainya persoalan dengan tema yang sama terjadi di luar tubuh institusi pemilik media, maka bahkan berita terkait persoalan itu bisa masuk kategori viral.

Fleksibilitas media kadang sangat bergantung pada kepentingan pemilik. Apalagi pada saat ini, siapa saja boleh memiliki akun media sosial sendiri. Orang juga bisa bebas untuk bicara apa saja.

Tantangan untuk transformasi wajah media sosial

Bagaimanapun wajah ganda atau bahkan paradoks wajah media sosial itu terhubung dengan kualitas kepribadian penulis dan jurnalis yang menguasai media sosial.

Karena itu, sangat disayangkan, bahwa pada saat kebebasan untuk menyalurkan pendapat sungguh dijamin,  muncul pula media yang melacurkan diri sekedar untuk mendapatkan uang. 

Fakta dan data, konteks yang sebenarnya akan dibungkus rapi, karena media itu sendiri harus menjadi alat promosi kepentingan penguasa atau pemilik kontrak.

Dalam kasus-kasus seperti itu, sebenarnya kualitas media sosial memang sungguh memprihatinkan. Masih banyak pekerja media di media sosial online khususnya yang bekerja dengan harapan memperoleh rayuan dengan bayaran dan kontrak kepentingan.

Target untuk popularitas diri dan melindungi diri dari penyimpangan pemakaian anggaran dan lain sebagainya merupakan bungkusan rapi yang dibalut bersama antara pihak pengontrak dan pihak jurnalis.

Nah, sampai kapan jurnalis itu baru bisa menyuarakan kebenaran, fakta dan realitas yang akan dipublikasikan di media sosial? Kualitas diri penulis dan jurnalis semestinya menjadi modal dasar yang betul-betul harus kuat.

Karakter dan peradaban suatu bangsa bisa dilihat dari wajah media sosialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun