Dua ungkapan ini hanya punya satu arti yakni, "apa yang telah saya berikan, tidak akan saya ambil kembali." Jadi, logika dari "Pore Jaji" itu sendiri sebenarnya menafikan do ut des atau memberi sambil mengharapkan untuk dapatkan kembali sesuatu dari yang menerima.
Sumpah janji itu dilakukan bersama dengan warga masyarakat dan dihadiri oleh pemangku adat setempat. Kehadiran warga dan pemangku adat adalah otomatis sebagai saksi dari "Pore Jaji" itu.Â
Solusi adat melalui hukum adat "Pore Jaji" itulah yang pernah keluarga selenggarakan untuk mengatasi sibling rivalry antara anak sulung istri pertama dan anak tiri. Kenyataan menunjukkan bahwa sejak saat itu rukunlah hubungan anak sulung dan anak tiri.Â
Mereka bahkan seperti menemukan kembali sebuah rumah baru dengan atap yang satu dan sama, di bawah perlindungan kasih sayang sang ayah yang telah meninggalkan mereka. Pelukan dan tangisan pada momen "Pore Jaji" sekaligus menjadi awal baru bagi hidup mereka.
2. Konsekuensi atas pelanggaran itu tidak merupakan sanksi fisik dari pemangku adat, tetapi langsung diyakini sebagai sanksi dari alam
Konsekuensi langsung dari alam itulah yang menjadi semacam efek jera bagi mereka untuk tidak terus berseteru tiada akhirnya. Konsekuensi apa saja yang biasanya terjadi sebagai akibat dari pelanggaran "Pore Jaji."Â
Sulit untuk didefinisikan secara pasti, karena hal itu lebih menyangkut ranah keyakinan masyarakat adat dalam hubungan dengan alam.Â
Hanya ada kemungkinan-kemungkinan yang dibicarakan dalam tutur keseharian masyarakat bahwa ada yang tersambar petir, ada yang gagal panen, ada yang dalam rupa menderita penyakit yang aneh, susah disembuhkan.Â
Ya, wilayah ini sedikit irasional, namun tetap ampuh menjaga keutuhan dan kerukunan hidup masyarakat adat.
Umumnya masyarakat lebih memilih taat pada "Pore Jaji" itu, daripada mencoba-coba melanggar. Karena itu, saya sendiri merasa bersyukur bahwa dalam konteks masyarakat adat suku Paumere, masih adanya keyakinan adat dan pegangan hukum adat yang kuat seperti itu.Â
Ya, sebuah solusi hukum adat yang kelihatan tradisional, tetapi memiliki daya ubah yang efektif untuk kehidupan yang rukun, bukan cuma sebagai saudara, tetapi juga bisa dalam konteks kehidupan lain yang menunjang kejujuran seseorang.