Ke mana orang-orang itu sekarang, tidak ada yang tahu secara pasti, yang ada cuma hingga sekarang masih saja ada warga suku Paumere yang hidup di antara dua kampung bersejarah itu. Sebagian besar masyarakat suku Paumere itu hidup dari hasil garapan tanah sejarah yang pernah dianggap kutukan Embezero. Benarkah itu tanah kutukan? Pernyataan kebenaran oleh Embezero sebenarnya bukan merupakan kutukan, tetapi sebaliknya adalah berkat. Sebagian besar masyarakat suku hidup dari tanah sejarah itu. Dari tanah itu, masyarakat bisa menanam apa saja, ya suatu kesuburan yang luar biasa. Dari bencana itu, muncul mata air seperti mata air Ae Puu, Ae Nata. Kedua mata air itu berada persis dalam bentangan wilayah yang terbelah dari kampung Mbari sampai ke kampung Mbuja.
Dari pecahan deretan bukit itu, muncul kesuburan dan kehidupan. Masyarakat suku berkembang dan bertumbuh subur, hingga menyebar ke seluruh Indonesia. Satu hal yang mengagumkan bahwa dari tanah sejarah itulah, muncul hasil pertanian yang luar biasa besar dalam jumlahnya. Ada deretan ribuan pohon kemiri di sana, kelapa, ada pisang, cengkeh, kakao, kopi, merica, cabe, rambutan, srikaya, nangka, jambu mete dan beberapa jenis tanaman umur panjang lainnya. Ya, suatu bentangan tanah yang subur dan memberikan kehidupan.
Semula yang dianggap kutukan dari mulut perempuan misterius, Embezero itu, lahirkan sekarang kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Tentu dibutuhkan keberanian luar biasa untuk percaya, dari mulut perempuan lahir pula kehidupan dan kesuburan. Ya, tentu dari mulut perempuan itu datanglah berkat kelimpahan. Ini tidak mudah, butuh kemampuan untuk mengubah perspektif. Suatu perspektif baru tentang pentingnya pendidikan anak perempuan dalam kehidupan masyarakat dan peranan mereka dalam tata kehidupan ekonomi masyarakat.Â
Arti sebuah namaÂ
Selain  cerita dan peran Embezero, dalam tulisan ini akan diulas juga mengenai pencarian arti nama dua manusia misterius itu. Semula merupakan pertanyaan yang tidak terjawab tentang apa arti nama Embezero dan Sawijawa. Tidak ada satu orangpun yang bisa menjelaskan arti nama keduanya. Meskipun demikian, kerinduan saya untuk tahu dan merefleksikan kisah itu selalu saja ada dan berulang kali saya berjuang untuk mengerti apa pesan kisah itu dan apa arti nama mereka.Â
Dalam suatu kesempatan saya menulis buku tentang Suku Paumere, meskipun masih dalam proses hingga sekarang, saya akhirnya terbawa kepada suana hening sendiri untuk merenungkan nama keduanya. Saya sendiri tidak tahu siapa sebenarnya Embezero dan Sawijawa. Saya hanya mendengar nama itu dari bunyinya saja.Â
Waktu itu saya mulai menulis nama keduanya sambil bertanya dalam hati. Apa arti nama mereka? Inspirasi dari permenungan itu adalah sebagai berikut:
Pertama, Embezero. Setelah saya menulis nama itu, saya melihat seperti ada suku kata yang sudah punya artinya, yaitu kata zero. Zero berarti nol. Sedangkan Embe dalam bahasa Ende, pengucapan kata Embe dengan tekanan pada (é) akan membentuk arti buang. Jadi, nama Embezero adalah sebuah kata sandi dengan pesan buanglah zero atau nol. Ketika nol dibuang, maka yang tertinggal adalah cuma kata Embezer. Kemudian saya mencari apa sih arti kata yang bunyinya mirip seperti Embezer, ternyata saya menemukan dua kata yang mirip: 1) Bahasa Hungaria, Emberez berarti dia manusia. 2) Sedangkan kata Embezer terdengar mirip bunyinya dengan satu kata bahasa Spanyol, yaitu Empezar yang berarti permulaan. Penyusunan kata untuk menemukan arti sebuah nama misterius itu, ternyata pernah menginspirasi José Luis Garci pada tahun 1982. José Luis menulis naskah film  Spanyol  berjudul Volver a Empezar yang berarti kembali ke awal. Dari analisis kesamaan bunyi dan kemiripan kata itu, saya akhirnya mengerti bahwa nama Embezero adalah sebuah sandi pesan untuk kembali ke awal, kembali kepada kebenaran, kembali kepada suatu harmoni antara manusia dan alam. Ya, nama yang meninggalkan sebuah panggilan kepada pertobatan (The Call to Conversion).
Kedua, Sawijawa. Nama pria misterius itu semula tidak bisa dimengerti apa-apa. Setelah melalui proses yang sama, permenungan tentang nama yang diawali dengan menulis nama itu, saya akhirnya mengerti nama itu dengan memisahkan nama itu ke dalam beberapa suku kata: Sa berarti, riak, atau suara gemerisik, wi berarti seperti atau juga menarik, ja berarti terang, cahaya, dan wa berarti rembesan air yang sumber yang mengalir begitu pelan. Arti dari semua suku kata itu ada dalam bahasa daerah. Jadi, Sa wi ja wa berarti suatu suara gemerisik seperti  cahaya sejuk bagai rembesan air yang basah dan menyegarkan.
Penutup
Demikian ulasan tentang Embezero, perempuan misterius di tengah rimba keheningan Mbari dan Mbuja yang selama ini cuma membekas dalam kenangan dan ingatan masyarakat, namun terpisah-pisah tanpa arti, tulisan dan tafsiran. Sebagai figur perempuan, Embezero hadir dalam ingatan masyarakat tentu mewakili kaum perempuan yang protes pada tindakan pembunuhan.