Jadi, poin penting di sini adalah pesan khas tentang tata krama dari Embezero untuk anak perempuan: Pendidikan anak perempuan, mesti juga harus memperhatikan pendidikan nilai, ya tentang tata krama pergaulan, tutur kata dan cara berpakaian.Â
3. Pejuang kebenaran
Embezero, perempuan misterius itu hadir di tengah kampung Mbari dan dengan berani menunjukkan kebenaran dengan caranya yang unik. Ia adalah perempuan yang komunikatif. Ia membangun komunikasi dan dialog dengan mengajukan pertanyaan. Bahkan ia meminta kejujuran dan pengakuan masyarakat.Â
Namun, ada dimensi yang sulit diterima masyarakat pada waktu itu, bahwa bagaimana mungkin seorang perempuan tidak dikenal datang mengakui sebagai istri dari belut, monster air itu. Embezero adalah pejuang kebenaran di tengah penyangkalan atas kehidupan. Ia berjuang demi cintanya pada sang suami, Sawijawa. Puncak dari diskusi tentang apa itu kebenaran, dibuktikannya melalui fenomena alam. Pada saat itulah, terlihat hubungan antara kata-katanya dan alam dalam visinya untuk menyatakan kebenaran kepada orang lain. Alam telah membuktikan kebenaran kata-kata sang Perempuan, Embezero. Dengan kata lain, ada nilai pendidikan yang dibawa Embezero pada saat itu. Ya, nilai pendidikan tentang kejujuran. Ya, katakan ya, tidak katakan tidak. Berapa banyak perempuan Indonesia yang berani berkata jujur tentang kebenaran dan penyangkalan nilai-nilai kehidupan di negeri ini? Dalam hal ini, Nikita Mirzani masuk dalam kategori perempuan berani versi netizen belakangan ini.
4. Pejuang kebebasan kaum perempuan
Pendidikan kejujuran ala Embezero ini tentu tidak mudah, apalagi bagi anak perempuan Flores, yang umumnya hidup dalam budaya matrilineal (kecuali suku Ngada). Perempuan terkesan tidak memiliki tempat penting dalam menyatakan niat, kehendak dan pendapat, bahkan juga terkait dengan menyatakan kebenaran.Â
Dalam hal ini, Embezero adalah juga pejuang bagi kaum perempuan Flores, agar anak perempuan memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat dan pilihan hidup mereka. Mungkin kekuatan kata-kata kaum perempuan akan jauh lebih dahsyat membawa perubahan, jika dilandasi dengan kejujuran dan kebenaran. Aneh juga kan, di Flores sepertinya belum pernah ada perempuan yang menjadi bupati. Apakah mungkin suatu saat tokoh perempuan bisa mengubah Flores menjadi lebih baik? Mengapa tidak?Â
Ketidakmungkinan itu kadang hanya diakui oleh orang yang tidak pernah berani menjadi beda. Karena itu, saya pikir bahwa jika pendidikan anak perempuan Flores lebih diperhatikan lagi, maka bukan tidak mungkin suatu saat pimpinan pemerintahan akan berada di tangah perempuan. Eksotisme tenun Flores itu karya tangan perempuan Flores, bukan karya tangan laki-laki Flores. Sorotan seperti ini, tentu dengan tujuan agar pendidikan anak perempuan Flores harus lebih diperhatikan. Bisa jadi refleksi tentang figur misterius Embezero menjadi semacam celah yang membuka ruang diskusi untuk menembus ruang clausura matrilineal perempuan Flores.Â
Sebagai penulis, saya mengangkat cerita Embezero dengan maksud agar perempuan Flores bangkit berpikir kritis dan berani protes pada ketidakadilan budaya yang tidak direfleksikan secara mendalam dan berakar pada cerita rakyat. Embezero tampil untuk meniup gelora perjuangan anak perempuan Flores untuk menikmati pendidikan dengan visi berpihak pada kebenaran dan kehidupan, maaf bukan bunuh diri.Â
5. Pembawa berkat dibalik kutukan
Sumpah Embezero untuk menegakkan kebenaran pada waktu itu berdampak seperti sebuah kutukan. Terbelahnya tanah kampun Mbari dan terbakar kampung Mbuja dengan jarak antara keduanya hampir 7 km harus dikatakan itu bukanlah hal yang  biasa. Mungkin lebih tepat dikatakan sebagai suatu bencana alam. Namun, itu bukan karena bencana alam, tetapi bencana penyangkalan atas kebenaran dari sumpah seorang perempuan, Embezero. Semua penghuni kampung Mbari dan Mbuja lari meninggalkan kampung mereka dan itu terbukti hingga sekarang, kedua kampung itu tinggal puing dan batu-batu penopang rumah tradisional yang tersisa. Ya, sebuah kutukan yang mengerikan tentunya.Â