Mohon tunggu...
Inosensius I. Sigaze
Inosensius I. Sigaze Mohon Tunggu... Lainnya - Membaca dunia dan berbagi

Mempelajari ilmu Filsafat dan Teologi, Politik, Pendidikan dan Dialog Budaya-Antaragama di Jerman, Founder of Suara Keheningan.org, Seelsorge und Sterbebegleitung dan Mitglied des Karmeliterordens der Provinz Indonesien | Email: inokarmel2023@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mungkinkah 3 Ritus Penting pada Tri Hari Suci Diabaikan?

1 April 2021   14:32 Diperbarui: 2 April 2021   11:13 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Refleksi yang penting dari perayaan Jumat Agung itu adalah ketiadaan ritus cium salib. Ritus itu kami ganti dengan saat hening dan doa dengan gambaran singkat tentang dunia saat ini, seperti pandemi, rasisme dan terorisme. 

Berita aktual saat ini berkaitan dengan tiga hal itu, maka kami mengungkapkan solidaritas kami secara konkret dengan merenungkan itu dan membunyikan suara gong 3 kali pada setiap momen permenungan terkait situasi global saat ini. 

Gong atau lonceng itu menjadi saat kenangan, bukan saja kenangan akan sengsara dan kematian Yesus, tetapi juga kenangan kematian hati nurani dan kepedulian manusia kepada sesamanya di bumi ini. 

Selain itu, lonceng peringatan bahwa solidaritas universal atau seperti ajakan Paus Fransiskus dalam ensikliknya tentang Fratelli tutti pada bulan Maret 2020 lalu. "Kita semua adalah saudara dan saudari." Sebuah lonceng peringatan, kami bunyikan agar pesan solidaritas universal itu bergema kepada semua. 

Ketiadaan ritual cium salib, bukan berarti tanpa kreativitas lainnya yang juga syarat pesan. Aksen pesan konkret dari suatu perayaan Jumat Agung, justru terasa lebih relevant dan dinamis, daripada suasana sebelumnya yang selalu sama bahkan tanpa refleksi yang greget pada situasi dunia saat ini. 

3. Desain Acara Sabtu Suci tanpa Ritus Perecikan Air Baptis

Dalam banyak tulisan dan refleksi, bisa ditemukan gagasan baru yang lahir dalam masa pandemi ini. Sekurang-kurangnya orang tidak bisa memaksakan kultur dan tradisi religius itu sebagai suatu keharusan dalam tata pelaksanaannya. 

Nah, dari situ orang belajar melihat celah untuk menemukan kemungkinan baru tanpa kehilangan pesan utama, yang penting untuk kehidupan. 

Biasanya kami menyiapkan sebuah kendi besar yang berisi air untuk ritus pembaptisan, namun kali ini, ritus itu hanya bisa dilakukan secara simbolis oleh imam pemimpin perayaan dengan nyanyian aspergesme atau suatu atipon latin yang diiringi dengan perecikan air . Setelah ritus pemberkatan air baptis, air itu dipercikan juga secara simbolis kepada umat. 

Simbol dan pesan dari pembaharuan janji baptis tidak akan hilang, bahwa setiap orang yang dibaptis dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus akan menjadi murid-Nya. 

Pesan menjadi murid itu penting, namun alangkah jauh lebih penting lagi, kalau orang yang sudah dibaptis menjadi murid yang solider di tengah dunia ini. Pesan kasih, sukacita dan solidaritas adalah pesan khas dari perayaan Sabtu Suci. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun